Menu

Aku Dan Hidupku

Aku dan Hidupku - Tyas Anastasya Pratiwi

SATU
Entah apa yang Citra rasakan. Ia merasa tubuhnya lemas saat mengingat sikap dan perlakuan Aldi belakangan ini. Semua yang dilakukan Aldi dirasa berbeda dari biasanya, terlebih lagi berbeda jauh dari saat awal mereka memulai hubungan dulu. Ya, Aldi-Pria yang telah ia kenal selama beberapa tahun terakhir ini. Citra menjalin hubungan dengannya sejak ia mulai kuliah tepatnya saat semester 7 hingga saat ini. Menurutnya, Aldi ada sosok pendamping yang tepat untuknya. Dengan postur tubuh tinggi, tampan, cerdas-secara fisik maupun tidak tak ada alasan yang tepat bagi para wania untuk menolak pria satu ini. Tambah lagi ia berlatar belakang memiliki keluarga yang mapan. Tak heran jika Aldi selalu menjadi dambaan para wani-tanita wantik saat di Kampus maupun di kantornya saat ia bekerja saat ini.
Namun ternyata semua harapan atau kenangan bersama Aldi harus berakhir. Yang jelas membuat Citra merasa hancur dan sakit hati. Aldi berubah sikap dengannya, mulai tak menghubungi Citra secara intens. Kecurigaan Citra pun muncul. Entah apa yang melatar belakangi masalah mereka. Citra pun merasa sedih.
“selamat pagi, sayang. Semangat kerja ya, aku menyayangimu.” Ponsel Citra menyala saat mendapat pesan dari Aldi. Seperti biasa, Aldi selalu mengucapkan selamat pagi-dan tak lupa ucapan semangat untuk memulai hari dengan ceria. Berharap keberuntungan dan kelancaran hari ini selalu datang untuk mereka.
“Selamat pagi juga, sayang. Semangat kerja juga ya, bismillah. Aku juga menyayangimu” balas Citra singkat dan segera mengirim ke Aldi.
Citra dan Aldi sama-sama pekerja keras, perfeksionis. Menurut teman atau bahkan orang yang lihat mereka, mereka merupakan pasangan yang perfect. Namun sayangnya, karena mereka sama-sama perfeksionisnya mereka pun jarang bertemu. Seminggu satu kali-atau bahkan bisa bisa 2 atau 3 minggu sekali. Belum lagi saat mereka sedang ada tugas/lembur kerja.
Hari ini adalah peryaan hubungan mereka yang kedua. Sebenarnya mereka menjanjikan akan bertemu, namun entah apa alasan Aldi-ia tidak bisa datang. Citra mulai mencurigai sikap-gerak gerik Aldi. Semakin kesini, Aldi semakin berbeda. Ia tidak seperti Aldi yang Citra kenal dulu. Yang perhatian, penuh kehangatan, penuh kasih sayangdan semua hal manis yang dulu Aldi lakukan padanya. Indah merindukan sosok Aldi yang dulu.
Aldi...kamu kenapa? Jangan buat aku bingung dengan sikapmu. Sikap dinginmu ini. Citra menggumam dalam hatinya sambil bertanya-tanya apakah ada yang berubah dari dirinya, sehingga membuat Aldi juga berubah padanya? Entahlah aku benar-benar bingung. Citra resah.
Ponsel Citra menyala, pesan dari Aldi rupanya.
“Bisa kita bertemu? Hanya sebentar, ada yang ingin aku katakan” jantung Citra tiba-tiba melemas, takut-memikirkan apa yang akan Aldi katakan. Kabar yang baik atau burukkah yang akan Aldi sampaikan? Hati Citra mulai resah.
Dibalasnya bahwa Citra bisa bertemu malam ini pukul 7 ditempat biasa ia dan Aldi biasa datangi.
Berdandanlah Citra-seperti biasa. Natural, namun begitu elegan. Sesuai dengan tipe wanita Aldi. Gaun hitam dengan tambahan kalung emas putih, tak lupa jam tangan kesukaannya. Rambut yang dibiarkan terurai membuat wanita dengan tinggi 163 itu tampak begitu indah. Layaknya bidadari yang Tuhan kirimkan ke bumi untuk mencari pangerannya. Dipakailah highheels 5cm yang membuatnya semakin membuatnya tampak benar-benar menjadi ciptaan Tuhan yang begitu sempurna.
“Aku berangkat sayang. Kutunggu pangeranku disana ya, sampai jumpa” gurau Citra saat mengirimkan pesan pada pacarnya. Berharap gurauan itu bisa menjadi topik atau paling tidak bisa mencairkan suasana hatinya saat itu.
Ditunggunya, balasanpun tak ada. Aldi kamu kemana, lupakah kamu? Apa yang ingin kau katakan? Apakah kau ingin melamarku? Atau aku hanya akan mendengarkan kabar buruk malam ini? Aldi...cepatlah datang. Hati Citra begitu resah.
Sampai pada akhirnya bahu Citra merasakan hangatnya tangan seseorang yang ia kenal. Dan ia bisa menebak. Dan benar, itu adalah Aldi.
“Maaf membuatmu menunggu” sapa Aldi dengan senyum. Namun Citra merasakan betul, senyum ini tidak seperti yang biasanya.
“Tak masalah, sebelumnya kau ingin mengatakan sesuatu. Apa itu?” jantung Citra berdebar, cemas, takut jika dugaannya itu benar. Dan ternyata...
“Citra maaf...hubungan kita sampai sini saja. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita lagi. Aku merasa kita tidak cocok.” Citra tersentak. Kyaaaa!!!! Ia merasakan jika jantungnya benar-benar sempat berhenti berdetak saat Aldi mengatakannya.
 “Kita juga sama-sama ingin membangun karir terlebih dahulu. Dari itu kita juga jarang bertemu. Kita sama-sama sibuk. Dan aku juga tidak ingin mengganggu jam sibukmu. Kejarlah karirmu dulu, tetaplah semangat.” Lanjut Aldi menjelaskan keinginannya untuk mengakhiri hubungan dengan Citra.
Citra terdiam, ia tak tahu harus berbuat apa. Ia menelan ludahnya, lalu perlahan tertunduk. Sampai saat Aldi selesai berbicara ia bertanya alasan spesifiknya.
“Aku hanya merasa kita sudah tidak cocok, Citra,” jawab pria itu.
Saat ini Citra benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Sedih. Ia mengenal Aldi sudah lama, namun pada akhirnya seperti ini. Semudah ini kah Aldi? Please...keluh Citra dalam hati. Jelas ia tidak seberani itu untuk mengatakannya pada Aldi. Ia pun menerima keputusan Aldi dengan berat hati.
Sesampainya dirumah, ia menangis sejadi-jadinya. Matanya sembab, mukanya pucat. Ia tidak bisa tidur, semalaman ia memikirkan Aldi. Kita hanya tidak cocok Citra. Kalimat Aldi masih teringat jelas dibenaknya. Saat itulah ia teringat lagi pada sosok Aldi.
Beruntungnya, Citra memiliki teman banyak. Yang sangat mengerti dia, yang peduli yang selalu ada untuknya. Hari ini ia berjanji akan bertemu Wina, salah satu sahabat yang selalu ia jadikan tempat curhat saat ia ingin. Begitupun sebaliknya.
“kau putus?” tanya Wina kaget setelah diceritakan semuanya oleh Citra.
“Ya.” Jawab Citra singkat.
“Setelah dua tahun ini? Dia pergi begitu saja?” tambah Wina dengan sikapnya yang sangat emosional. Seperti seseorang yang baru dikabarkan berita baru mengenai berita heboh yang sangat menggemparkan dunia.
“Aku sudah malas membahasnya. Bisakah kita mngganti topik lain?” pinta Citra pada sahabatnya itu.
Sepulangnya Citra bersama sahabatnya itu, ia mendapat kabar dari kantornya kalau ada project penting untuk kantornya. Pihak kantor mempercayai project itu pada Citra.
Ya Allah project apa lagi ini? Cukup, hamba lelah. Batin gadis ini. Tapi apalah daya Citra, ia hanya pegawai yang tetap memiliki atasan. Meski Citra bukan lagi pegawai yang posisinya rendah. Ia selalu dipercaya atasannya untuk hal-hal semacam ini. Citra memiliki otak yang kreatif, yang sangat dibutuhkan pada perusahaannya. Atsannya pun tak pernah ragu untuk menyerahkan project pada Citra. Dan benar saja, Citra selalu menyelesaikannya dengan rapi. Dan selalu berhasil.
“Citra, kamu saya promosikan untuk naik posisi. Namun dengan satu syarat, jika syarat itu terpenuhi, kamu tidak perlu khawatir. Pasti saya memberikan posisi yang sangat baik untuk kamu.” Tawar Pak Rudi padanya. Pak Rudi adalah atasan Citra yang  baik hati. Beliau tahu persis posisi Citra. Beliau pun tak pernah memaksakan kehendak dari para pegawainya. Sangat adil dan bijaksana. Sangat beruntung jika memiliki atasan seperti beliau.
“Maaf pak, tapi sepertinya saya tidak bisa menerima promosi itu.” Dengan cepat namun ragu Citra menjawab pria yang berusia paruh baya itu, sekitar berumur 43 tahun. Sesuai untuk jabatan beliau di perusahaan tempat Citra bekerja.
“Masalah apa yang membuatmu menjadi seperti ini, Citra?” kaget pria itu saat mendengar jawaban Citra. Karena tak seperti biasanya Citra menolak job tambahan dari kantor. Bahkan Citra sangat menyukainya dulu. Selain ia suka, hal itu juga bisa menambah pendapatannya. Itu yang Citra suka.
“Tidak pak, saya baik-baik saja...”namun tidak untuk hati saya saat ini pak. Jawab Citra dalam hati saat ingin melanjutkan perkataannya. Tapi tidak mungkin ia beralasan seperti itu pada atasannya.
“Begini saja, saya beri kamu waktu sampai 3 hari kedepan. Kamu bisa menenangkan pikiranmu dulu, setelah itu baru kabari saya apa keputusanmu.” Jawab Bapak yang sudah memiliki 2 anak itu. Seperti biasanya, beliau sangat berwibawa. Sangat mengerti pekerjanya, membuat siapa saja yang bekerja padanya tidak pernah merasa bosan saat direpotinya, bahkan sangat menghormati setiap keputusannya.
“Baik pak, terima kasih untuk waktunya. Saya akan memikirkannya.” Balas Citra merasa agak tidak enak hati karena telah membuat atasannya itu menunggu.
Pikiran Citra kembali teringat sosok Aldi. Kita hanya tidak cocok, Citra. Kalimat itu teringang lagi dibenaknya. Aldi...kenapa saat ini? Kenapa harus seperti ini? Citra hanya bisa membatin. Ia benar-benar terpukul dan tak tahu harus berbuat seperti apa.
“Aku mendapat tawaran yang menggiyurkan itu. Tapi aku belum bisa melupakan masalahku dengan Aldi.  Apa yang harus aku lakukan?” tanya Citra bingung pada Bryan, sahabat lainnya.
“Terima saja, masalahmu dengan Aldi jangan terlalu kamu pikirkan” jawab Bryan sambil menyeduh hot chocolate miliknya. “Aku tidak mau masalahmu dengannya membuat karir yang sudah kamu bangun selama ini hancur sia-sia” tambahnya mendesak.
Bryan itu sahabat Citra sejak SMA, ia tau bagaimana dan seperti apa Citra sebenarnya. Bryan sangat menyayangi sabahatnya itu. Dia paling tidak suka jika ada yang mengganggu satu sahabatnya itu. Entah itu apa permasalahannya, baik secara nyat atau tidak. Pria ini selalu memainkan logikanya, itu yang membuat Citra merasa nyaman menceritakan semua permasalahan padanya.
Namun, kali ini tidak hanya logika. Citra sudah tidak bisa memikirkan masalah ini hanya dengan logika. Hatinya sudah begitu hancur, rapuh saat mendengar Aldi bialng seperti itu. Itu sangat membuat gadis itu terpukul.
“Permasalahannya beda. Tidak seprti biasanya, bry” sanggah Citra dengan wajah memelas dan tatapan kosong. Gadis itu masih sangat mencintai sosok Aldi yang sudah ia kenal lama.
“Percayalah. Terima saja tawaran itu.” Balasnya singkat. Sebelum akhirnya menyeduh kopi hitamnya dan menlanjutkan. “Biarkan otakmu bekerja, saat itulah kamu akan melupakan Aldi.” Jawabnya tanpa memikirkan apa yang Citra pikirikan.
Disaat Citra memikirkan Aldi, disitulah ternyata Aldi sudah berpaling pada wanita lain. Ia terlihat sudah menggandeng wanita dengan tinggi sekitar 165, putih dengan rambut terurai yang bergelombang bak artis-artis papan atas. Meraka mulai berkencan. Aldi mulai berani membawa wanita itu kemana-mana, berbeda saat ia masih memiliki Citra. Wanita itu bernama Shofi, saat ia masih bersama Citra, Aldi tidak berani membawa Shofi kemana-mana. Paling tidak sudah tidak sebebas sekarang.
Aldi dekat dengan Shofi saat ia masih memiliki hubungan dengan Citra, memang tidak lama Aldi berselingkuh, setelah akhirnya Citra yang ia putuskan untuk Shofi. Shofi bukan rekan kerja Aldi. Mereka saling kenal saat kantor Aldi mengadakan workshop di kantor tempat Shofi bekerja.
“Ada yang bisa saya bantu?” suara lembut itu mengalihkan pandangan Aldi saat mencari sebuah toilet dikantor Shofi. Dengan sedikit malu, aldi menjawabnya.
Begitu cantiknya ciptaan Tuhan satu itu. Gumam Aldi  saat di toilet. Mengapa cara kita bertemu harus seperti ini? Aldi gengsi juga malu, merasa harga dirinya jatuh saat harus bertemu Shofi dengan cara seperti itu. Saat ia sedang mencari toilet.
Oh, Shofi namanya...batin Aldi sambil terus menatap Shofi sampai akhirnya mata merka bertemu. Shofi pun menangkap sinyal itu. Ia mambalas tatapan Aldi. Hingga akhirnya Aldi semakin mendekati tempat shofi duduk.
Setelah mereka saling kenal, terdengar tawa kecil dari berbincangan mereka. Mereka pun terlihat lebih akrab. Seperti sepasang kakasih yang baru bertemu setelah sekian lama menjalin hubungan jarak jauh.
Ternyata saat Aldi membawa pacar barunya makan di sebuah restoran Italian di pusat kota, tempat yang biasanya ia membawa Citra makan atau hanya untuk mengobrol saja. Bryan melihat mereka, ia baru saja sadar betapa hancurnya perasaan Citra jika ia melihat Aldi sudah jalan dengan wanita lain.
“Jangan pernah memikirkannya lagi. Kau pantas bahagia.” Pesan dari Bryan masuk, Citra masih bingung dengan kalimatnya. Ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi? Apa tentang Aldi? Gumam Citra bingung.
“Iya, aku pun tahu itu. Terima kasih, Bryan.” Jawab Citra singkat sambil tersenyum.
Ya, ini saatnya aku bangkit. Tidak mungkin aku harus menjalani idupku seperti ini, membuang sia-sia apa yang sudah aku bangun.
“Pak, apa tawaran itu masih berlaku untuk saya?” tanya wanita itu dengan lembut.
“Ya, ini masih dalam kurunan waktu yang saya berikan untukmu. Bagaimana?” tanya Pak Rudi penasaran.
“Iya pak, saya bersedia.” Jawab Citra singkat tak lupa ia sedikit tersenyum. Sebenarnya untuk menutupi semua masalahnya, agar Pak Rudi tidak mengetahui itu. Dan agar beliau tidak curiga.
“Yah, baguslah. Bagaimana promosi itu nanti akan dijelaskan sekretaris saya. Tunggu kabar dari saya lagi ya, senang bekerja sama denganmu.”
“Begitu juga saya pak. Terima kasih telah mempercayai saya untuk promosi ini.” Tambah Citra pada atasannya itu. Ia begitu bersyukur memiliki atasan yang begitu pengertian. Tidak seperti atasan di kantornya dulu, sangat keras. Itu yang membuat akhirnya Citra pindah ke perusahaan milik Pak Rudi setelah 3bulan bekerja ditempatnya yang dulu. 
-DUA
Aldi sedang apa..?
Citra melihat luar jendela dengan tatapan kosong, hanya Aldi yang ia pikirkan saat ini. Sosok pria tinggi itu sangat begitu sulit Citra lupakan.
“Minumlah. Apa yang kau pikirkan?” tanya Bryan yang otomatis memecahkan lamunan gadis itu.
Sebelum akhirnya hubungan Citra dan Aldi usai, Bryan telah mengakhiri hubungan dengan pacarnya terlebih dahulu. Bryan adalah sosok pria sangat terbuka, humoris. Namun jauh dalam hatinya, ia menyimpan sejuta rasa yang tak sempat ia sampaikan pada dunia. Bryan merasa hubungannya dengan Tya tidak bisa dilanjutkan lagi, sebelum pada akhirnya mereka sepakat mengakhiri hubungan, mereka juga sempat putus-nyambung beberapa kali, namun kembali lagi. Entah ini yang terakhir atau akan seperti cerita sebelumnya, Bryan merasa Tya memiliki kepribadian yang tertutup-yang berbeda dengannya.
Sama seperti kejadian saat Bryan menanyakan keadaan Tya yang tampak tak seperti biasanya.
“Kamu kenapa sih? Apa aku terlihat jelek malam ini?” Canda Bryan mencoba untuk mencairkan suasana. Suasana saat itu memang sangat membuat tegang Bryan, tahu setelah ia melakukan kesalahan, sikap Tya sedikit agak berubah. Bryan pun tahu bahwa sebenarnya Tya marah, namun gadis itu tidak mau bicara-hanya diam.
“Apa membuatmu menjadi tak nyaman seperti ini? Apa yang harus aku lakukan?” bicaralah Tya...Jangan buat semuanya seperti ini. Kata Bryan dalam hati. Takut untuk berbicara karena ia takut salah kata. Ia tak mau menyakiti hati Tya.
“Enggak, aku gakpapa kok sayang. Beneran. Udah ah, ganti topik lain ya..” pinta Tya lembut pada Bryan.
“Jangan seperti itu, aku tidak bisa jadi sosok seperti yang kamu mau.” Desak Bryan. “Aku minta maaf, Tya.”
“Enggak, kamu udah jadi apa yang aku mau. Terima kasih, Bryan. Aku menyayangimu, kamu tahu itu.” Senyum wanita berkulit putih dengan tinggi 160 itu pada pacarnya.
Setelah lama mereka berdebat, tidak ada yang mau mengalah. Saling menyalahkan diri satu sama lain. Hingga akhirnya kejadian itu terjadi berkali-kali. Dan sama-selalu tidak ada penyelesaian dari permasalahan itu.
Melihat kejadian itu, Bryan semakin lama pun semakin merasa tidak nyaman. Dia pun takut membuat Tya semakin terluka karena perbuatan atau perkataan yang sering tidak ia sadari. Atau mungkin karena lelucon-leluconnya yang terlalu berlebihan hingga ia tak sadar melukai wanita yang ia cintai itu. Namun kebenerannya pun tidak ada yang mengetahui, karena Tya pun tipe wanita yang diam, tidak banyak bicara. Dan yang jelas tidak begitu terbuka.
Bryan meyakinkan bahwa hubungan mereka akhirnya selesai, mereka mengakhiri dengan baik. Mereka sepakat masih bisa berteman, masih bisa menyemangati satu sama lain. Hingga mereka masih percaya jika masih bisa keluar. Walau hanya makan siang saat jam kantor.
Namun lambat laun hubungan mereka pun benar-benar merenggang. Entah itu Bryan atau Tya yang mulai sibuk dengan urusan kantornya masing-masing. Sejak sebelum putus, Bryan sudah mengenal Citra. Bryan pun tahu kalau Citra sudah punya Aldi. Menurutnya Aldi dan Citra adalah pasangan yang sangat serasi, yang mungkin memiliki hubungan yang dapat bertahan lama. Tak pernah terpkirkan oleh Bryan jika akhirnya mereka putus, apalagi dengan alasan seperti itu. Tak habis pikir lagi, setelah Bryan melihat dengan mata kepalanya sendiri mengenai kabar perseligkuhan Aldi.
Itu yang membuat hati Bryan benar-benar tak nyaman. Bryan merasa sahabatnya telah dikhianati. 
                                                                                                                               -TIGA
Perasaan Citra yang rapuh karena Aldi sudah mulai membaik, entah karena kesibukan karena promosi dari Pak Rudi atau siapa. Yang jelas ia sangat bersyukur untuk hidupnya saat ini. Merasa dirinya lebih baik, lebih fresh dibanding kemarin-kemarin.
“Masih bekerja? Jangan lupa makan siang, biarkan tubuhmu beristirahat sejenak. Semangat, Citra.” Ponsel Citra menyala setelah pesan dari Bryan masuk. Senyum kecil mengembang pada wajah cantik Citra. Dasar cowok ini, suka sekali mengganggu orang...namun Citra terasa sangat menikmati dan merasa bahagia saat membaca pesan Bryan. Bahkan tak ada sedikit pun rasa terganggu seperti yang ia ucapkan dalam hati.
Dibalasnya pesan Bryan.
“Ahhh baik sekali niatan pria ini, menghubungi hanya untuk mengingatkan makan siang. Keberatan untuk makan siang bersama?” tawar Citra saat menawarkan sahabatnya makan siang. semakin lama, Citra semakin nyaman dengan keberadaan Bryan. Dengan sikap dan kekonyolan Bryan.  Entah sejak kapan mereka menjadi lebih dekat, karena mereka memang sudah kenal baik dari dulu.
Bryan semakin hari semakin terlihat jika memiliki ketertarikan pada gadis satu ini. Ya, siapa lagi kalau bukan Citra. Tidak ada pembicaraan serius, namun sikap Bryan semakin hari semakin terlihat jika mendekati Citra, begitu juga dengan cara dia mengabari atau hanya sekadar mengingatkan Citra untuk makan. Bahkan perhatian dari Bryan pun kini telah menjadi bagian dari Citra.
Citra pun tidak bersikap menghindar atau mendekati. Ia hanya mengikuti mau kemana hatinya saat itu. Setelah merasakan kehancuran hubungan dengan Aldi, ia tidak begitu memikirkan akan mencari yang baru untuk saat ini. Namun, dari sikap Bryan, Citra merasakan bahwa pria itu sedang berusaha mendekatinya.
“Ya, tunggulah disana. Ditempat biasa.” Balas Bryan singkat. Meski ia memiliki karakter humoris atau bahkan kadang apa yang ia lakukan pun tidak terpikir oleh orang-orang sekitarnya, Bryan adalah salah satu pria yang termasuk cuek, dalam hal apa saja, termasuk penampilan.
“Cepat datang, aku sudah sampai disini.” Balas Citra saat sudah sampai ditempat ia biasa makan dengan Bryan. Mereka sangat sering makan ditempat ini, selain karena harganya sangat terjangkau, rumah makan ini juga menyajikan masakan-masakan rumah yang sangat mereka sukai. Karena dianggap seperti makan dirumahnya sendiri.
“Ya, OTW.” Balas singkat Bryan. Dasar! Cuek banget sih. Keluh Citra dalam hati saat membaca balasan dari Bryan. Citra merasa senang bisa dekat dengan Bryan, ia menikmati waktu saat sedang bersama Bryan. Selain mengkap sinyal dari Bryan, namun Citra tidak yakin kalau Bryan benar-benar mendekatinya. Tiba-tiba rasa sedih itu ada saat membayangkan jika Bryan tidak menyukainya.
Perasaan apa ini? Entahlaah...
“Winn...gimana?” tanya Citra ragu pada Wina. Citra bertanya pada Wina karena Wina juga kenal dengan sosok Bryan. Wina juga sependapat jika Bryan adalah tipe yang humoris, yang secara logika tidak akan menyakiti perasaan wanita, tidak seperti Aldi yang memang sudah berbakat untuk menyakiti. Itu yang Wina tidak suka dari hubungannya dahulu dengan Aldi.
“Perasaanmu sendiri gimana? Setelah hubunganmu berakhir dengan Aldi, banyak yang mendekat, tapi yang aku lihat, baru kali ini kamu bertanya seperti ini.” Tanya Wina halus.
Citra sontak kaget. Menelan ludahnya lalu tertunduk diam dihadapan Wina. Ia bingung, perasaannya saja tidak cukup jika harus memulai semuanya dari awal. Hubungannya dengan Aldi yang tiba-tiba hancur ditengah jalan, itu juga membuat wanita ini sedikit agak takut untuk memulai. Belum lagi Tya yang sudah Citra kenal sebelum ia kenal Bryan. Yang kini akhirnya menjadi mantan Bryan. Ia tak enak hati. 
Apa yang harus aku lakukan? Tanya Citra dalam hati
“Cit? Kenapa? Apa perkataanku menyinggungmu?” tanya Wina tak enak hati. “Maaf jika itu benar-benar membuatmu teringat pada Aldi” tambah Wina menjelaskan maksudnya.
“Win...bagaimana dengan Tya?” tanya Citra getir. Ia merasa Tya masih sangat mencintai Bryan sebagai pacarnya. Bahkan kawan Tya pun sangat mendukung jika Tya memiliki niatan untuk kembali. Entahlaaaah...menelan ludah dan kembali tertunduk lemas.
Menanggapi itu Wina tidak bisa bicara. Takut membuat sahbatnya itu tidak enak hati atau merasa perasaan yang lain.
“Tapi mereka sudah mengakhiri hubungannya. Dan itu pun sudah cukup lama, jauh sebelum akhirnya kamu mengakhiri hubunganmu dengan Aldi. Tidak ada hak untuk dia cemburu.” Jawab Wina sambil meneguk greentea milkshake yang dipesannya. "Toh jika dia cemburu, ya wajar dan itu hak dia. Hanya dia sudah tidak ada hak untuk Bryan saja.” Lanjutnya santai.
Iya ya, apa yang dikatahan Wina juga ada benarnya. Tapi bagaimana?Citra menjadi bingung, entah apa yang ia rasakan kini. Masih teringang Aldi atau justu sudah mulai melupakan dengan adanya Bryan?
Oh Citraaaa...!!! lanjutnya sedih. Namun tiba-tiba ia teringat tugas promosi dari kantor setelah pesan dari Pak Rudi masuk. Namun semua sudah Citra handle, ini sudah pekerjaan sehari-hari Citra. Sudah ia selesaikan beberapa hari lalu.
“Sudah saya selesaikan pak, akan saya serahkan dimeja bapak nanti setelah selesai jam makan siang.” balasnya sopan.
“OK.” Balas bos perusahaan itu dengan singkat. 
-EMPAT
 Sambil mengusap rambut Shofi, Aldi tidak henti-hentinya memuji wanita itu. Begitu pun sang wanita, yang semakin tidak kuat mendengar gombalan-gombalan dari Aldi. Namun itulah justru yang membuat ia semakin menyukai Aldi. Entah hubungan apa yang tengah mereka jalani saat ini, yang jelas mereka jauh lebih dekat. Jika dibanding dengan Citra, Shofi memiliki umur yang hampir sama dengan Aldi. Itu juga yang membuat akhirnya Citra pasrah, ia merelakan Aldi perlahan.
“Ih jangan gitu ah, kasian akunya dong. Pasti gak tega liat bidadari nangis.” canda Aldi pada Shofi saat ia bercerita mengenai masalahnya dikantor. Aldi memang sudah tidak diragukan lagi dalam masalah menakhlukkan hati para wanita. Citra tahu itu.
“Gombal terus ah, gak pernah serius.” Balas Shofi dingin, padahal yang ia rasakan sangat berbeda dalam hatinya.
Ya Tuhan...pria ini mengapa begitu sempurna? Kata Shofi dalam hati sambil memegang dark chocolate yang ia pesan. Tak lupa sesekali melirik pria yang ada dihadapannya saat ini.
“Gak usah lirik-lirik aku begitu dong, jadi malu ah.” Tambah Aldi saat melihat Shofi sesekali curi pandang untuk melihatnya. “Kayak aku dong, kalo mau lihat, ya langsung lihat.” Tambahnya sambil tertawa kecil.
Shofi merasa malu, ia kira Aldi tak akan tahu kalau ia sedang menikmati Aldi dalam diam. Ternyata salah, Aldi pun sedari tadi melihatnya. Tertawalah mereka berdua.
Dari kejauhan mereka tampak seperti sepasang kekasih yang baru saja memadu asmara. Ternyata yang melihat adalah Citra sendiri. Citra tak tahu mengapa perasaannya sudah bisa melepaskan Aldi, ya walau masih seedikit sakit saat melihat mereka tertawa bersama. Merasa bahwa mereka tertawa diatas semua penderitaan yang Citra alami seusai hubungannya dengan Aldi berakhir.
Waaah...dekat sekali mereka. Batin Citra saat melihat mereka. Citra tidak sedang ada ditempat yang sama dengan Aldi dan Shofi, namun tadi tidak sengaja Citra melewati tempat yang didatangi Aldi.
Apa mereka sudah memiliki hubungan yang khusus? Citra mulai memikirkan hal yang tidak-tidak. Batinnya terus bertanya-tenya tentang seseorang yang pernah menisi hatinya dulu.
“Tidak perlu dipikirkan, hanya masa lalu.” Kata Bryan yang membuangan lamunan kosongnya itu berhenti. “Anggap saja angin lewat.” Tambah pria manis itu pada Citra.
Kenapa Bryan tahu aku sedang memikirkan Aldi?
Oh Tuhan, entahlaaah...tampah wanita ini dalam hati.
“Enak saja, siapa yang sedang memikirkan cowok itu!” bantah Citra sambil menikmati arah luar jendela mobil. “Sok tahu kamu ini.” Sela Citra ketus.
-LIMA
 AKU benci hidupku!!!Sandra berteriak dalam hati sambil memandang langit-langit ruang olahraga. Dia tidak tahu sudah berapa lama berada di sana. Yang jelas, dia sudah membolos pelajaran sejak tadi pagi. Tangan kanan nya memegang sebatang rokok. Dia merokok sambil duduk di tepi jendela, mencoba mengingat sudah berapa banyak rokok yang diisap nya. Bibir nya menyunggingkan senyum sinis. Terus terang dia tidak ingat, sama seperti dia tidak ingat sudah berapa banyak sekolah yang dia masuki sejak tahun lalu. Semua nya tidak pernah bertahan lebih dari sepuluh hari.Sandra sudah tidak pernah mau memedulikan apa pun lagi semenjak ayah nya bercerai dengan ibu nya setahun lalu. Padahal dia sangat dekat dengan ayah nya. Dia sama sekali tidak tahu kalau hubungan orangtua nya bermasalah. Jadi tahun lalu tanpa ada tanda apa-apa sebelum nya, Papa menjelaskan bahwa dia ingin bercerai dengan Mama dan pergi ke luar negeri.
Pada saat yang bersamaan, di tempat lain, Leon berjalan memasuki panggung dengan saksama. Ratusan penonton berada di dalam gedung. Leon membungkuk, memberi hormat pada para juri dan penonton. Lalu dia bergerak ke depan piano yang ada di tengah panggung. Leon duduk dengan tenang dan mempersiapkan diri. Tangan nya berada di atas tuts. Dia menarik napas beberapa saat sambil menutup mata nya. Saat mata nya terbuka kembali, jari nya sudah mulai menekan tuts di hadapan nya. Dentingan musik Canon In D – Pachebel terdengar ke seluruh gedung. 
Dari dulu Sandratidak pernah dekat dengan ibu nya. Mama sering tidak di rumah, sibuk dengan pekerjaan kantor nya. Teman tempat berbagi cerita adalah Papa. Jadi ketika Papa pergi meninggalkan nya, dunia Sandra benar-benar hancur. Orang yang paling dia andalkan selama ini telah pergi dari kehidupan nya. Sandra menutup diri rapat-rapat selama dua minggu. Keluar kamar hanya kalau mau minum. Makan ia beli dari luar. Tidak bicara. Tidak sekolah.Setelah dua minggu, Sandra mulai keluar dari kamar. Tapi pribadi nya berubah total. Dia berangkat sekolah, tapi mulai membolos sekolah, belajar merokok, dan pergi ke kelab sampai dini hari.Mama nya tentu saja marah besar. Tetapi apa pun yang dikatakan ibu nya, Sandra tidak pernah mengindahkan. Dia tidak mau peduli lagi. Padahal dulu nya Sandra adalah anak yang berprestasi dan peduli pada orang lain.Sahabat nya mulai menjauhi nya, dan Sandra pun harus meninggalkan sekolah lama nya karena sudah membolos selama lebih dari satu bulan. Sejak saat itu ibu nya mencoba memindahkan putrid nya ke sekolah lain. Tapi tidak ada satu pun sekolah yang pernah ditinggali nya lebih dari sepuluh hari. Para guru kewalahan menghadapi nya. Diberi hukuman separah apa pun Sandra tetap tidak peduli, malah hal itu membuat nya lebih nakal lagi.Pernah sekali ibu nya mencoba membawa putrid nya ke psikiater, tetapi psikiater tersebut juga angkat tangan. Sandra tidak mau berbicara sama sekali. Sedikit pun tidak. Dia hanya menatap sang psikiater dengan pandangan kosong. Sama sekali tidak ada reaksi.
Sandra berjalan memasuki sekolah baru nya. Hari masih pagi. Dia tidak melihat seorang murid pun disekitar nya. Mentari pagi menyinari rambut nya yang dicat merah, sangat sesusai dengan kuku nya yang juga dicat warna serupa. Sandra memandang sekolah baru nya sepintas lalu. Beberapa kali pun ia pindah sekolah, hasil nya hanya membuat nya semakin kesal. Toh dia sudah tidak berminat sekolah.Sebenar nya Sandra merasa bosan karena harus mengulang pelajaran yang sama di tahun ini, karena tahun kemarin dia tidak lulus ujian SMA. Mama benar-benar kecewa terhadap nya. Setelah berpikir matang-matang dan karena hotel nya membuka cabang baru, beliau pun memutuskan untuk pindah ke luar kota dan menyekolahkan Sandra di kota baru tersebut.Sandra tahu ibu nya berharap awal yang baru dan lingkungan yang baru dapat membuat nya berubah.Sandra berhenti di lorong kelas baru nya.“Jadi ini sekolah baruku!” kata nya dalam hati.Sandra tahu saat itu juga bahwa dia tidak akan bertahan lama. Paling satu atau dua minggu. Tiba-tiba kuping nya menangkap suara merdu yang mengalun dari ruangan lorong itu. Suara piano itu sangat jernih dan indah, membuat Sandra bergerak mendekati.Di dalam ruangan itu ia melihat seorang murid cowok sedang memainkan piano.Setiap dentingan tuts piano yang dimainkan membuat perasaan Sandra berangsur tenang. Setelah lagu berakhir, Sandra terdiam sambil memandangi pemuda itu. Seolah merasa ada yang memerhatikan, pemain piano tersebut menoleh ke belakang, tatapan nya bertemu dengan Sandra.Dia tersenyum.Sandra balas tersenyum sambil menyapa.
“Hai!”“Hai!”Sandra memerhatikan cowok itu dari atas sampai bawah. Pakaian nya sangat rapi, rambut nya juga dipotong pendek di atas kerah. Sangat kontras dengan Sandra yang berantakan. “Tipe murid baik!” desah nya dalam hati.“Eh, kau murid baru, ya?” tanya cowok itu. “Rasa nya aku belum pernah melihatmu!”Sandra tersenyum kecil. “Ya! Baru pindah hari ini!”“Kalau begitu, selamat datang!” kata nya lagi.Sandra mendesah. Dia tidak mau bergaul dengan murid seperti cowok di hadapan nya. Terlalu membosankan.“Nggak usah bersikap ramah!” tegas Sandra.Kata-kata itu membuat si pemain piano kaget. “Kenapa?”Sandra menatap nya tajam. “Kau akan tahu satu atau dua minggu lagi, saat kau mengucapkan selamat tinggal padaku!”Setelah itu Sandra membalikkan tubuh nya dan berjalan keluar dari ruangan.Sementara itu Leon, si pemain piano, tertawa perlahan, Baru kali ini dia bertemu cewek yang sikap nya lain dari yang lain.Ketika bel tanda masuk berbunyi, Sandra melenggang masuk kelas dengan santai. Teman-teman sekelas nya menoleh ke arah nya dengan tatapan ingin tahu. Sandra yakin mereka pasti akan membicarakan diri nya seharian ini. Mata nya melirik pakaian seragam yang dikenakan teman-teman perempuan nya. Semua baju seragam dimasukkan ke dalam rok dengan rapi, dan di pinggang mereka melingkar ikat pinggang hitam serupa. Rupa nya Mama Sandra telah memasukkan dia ke sekolah beretiket tinggi. Sandra jadi ingin tersenyum sendiri.Pak Donny, guru wali kelas 3 IPA2, yang juga guru fisika, mengenalkan Sandra pada teman-teman sekelas nya.“Ada yang mau kau sampaikan, Sandra?” lanut Pak Donny. Ia sudah tahu bahwa murid baru ini murid bermasalah.Sandra menjawab dengan singkat. “Tidak.”Pak Donny sedikit terkejut. “Tidak ada? Tidak mau menjelaskan tentang hobimu atau yang lain nya?”Sandra memandang Pak Donny dengan tatapan bosan. “Tidak!”“Baiklah.” Kata Pak Donny, menyerah. “Kau boleh duduk.”Ketika Sandra berjalan ke arah tempat duduk nya, Pak Donny melihat blus seragam Sandra yang setengah keluar dari rok nya.“Sandra!” kata nya lagi. “Bisakah kau merapikan pakaian seragammu?”Guru wali kelas yang cerewet sekali! Keluh Sandra dalam hati.Sandra menoleh ke arah Pak Donny, lalu dengan tenang sengaja mengeluarkan seluruh blus seragam nya dari rok nya. Setelah itu dia duduk di tempat duduk nya.Pak Donny mendesah melihat tingkah laku murid baru nya itu tetapi tidak mengatakan apa-apa. Tak berapa lama kemudian dia sibuk menjelaskan rumus-rumus di papan tulis. Sandra mendengarkan penjelasan tersebut sambil menguap lebar. Hari ini bakal lama sekali, pikir Sandra tidak senang.***Pelajaran olahraga adalah satu-satunya pelajaran yang menarik minat Sandra. Dia tidak perlu merasa bosan mendengarkan rumus-rumus aneh di dalam ruangan sementara semua orang memperhatikan sang guru. Sandra lebih suka udara terbuka. Dan satu-satunya kesempatan hanya saat pelajaran olahraga. Dia memukul bola voli di tangan nya keras-keras. Bola tersebut melambung tinggi ke daerah lawan dan jatuh tanpa ada yang bisa mengembalikkan nya. Sandra tertawa. Dia suka saat-saat seperti ini. Sandra menutup mata nya dan menghirup udara segar. Setelah itu dibuka nya mata dan tanpa sengaja tatapan nya beradu dengan seseorang. Si cowok pemain piano itu memerhatikan diri nya dari lantai dua gedung sekolah.Sandra tidak senang kalau ada orang yang diam-diam memerhatikan nya. Dibalas nya tatapan cowok itu dengan sinis. Sandra mengalihkan pandangan nya pada teman di sebelahnya.“Hei!” kata nya. “Kau tahu nama cowok itu?”Teman nya, yang memang agak takut dengan perangai Sandra, langsung menjawab. “Ya. Leon!”Sandra menatap cowok yang bernama Leon itu sekali lagi dan memberikan tatapan peringatan pada nya. Saat Sandra mendapat giliran untuk serve bola, dia melambungkan bola tersebut tepat ke arah muka Leon.Di lantai dua, dalam perjalan nya kembali dari toilet, Leon tidak menyangka akan melihat si Rambut Merah yang ditemui nya tadi pagi di lapangan voli. Ia menatap gadis itu. Namun gadis itu marah dan melambungkan bola ke arah nya.Sesaat sebelum bola tersebut mengenai muka nya, Leon menghindar. Bola tersebut jatuh tak jauh dari tempat nya berdiri. Kemudian dia mengambil bola voli tersebut dan menatap si Rambut Merah. Dengan tenang dilemparkan nya bola tersebut pada nya sambil tersenyum, lalu masuk ke kelas nya.Sandra dengan segera menangkap bola tersebut dengan wajah kesal.
Pulang sekolah, Sandra terkejut melihat ibu nya sudah menunggu nya.
“Jadi, bagaimana hari pertamamu?” tanya Mama.
Sandra menatap ibu nya tanpa ekspresi.
“Kau masih tidak mau bicara sama Mama?”
Sandra tetap diam.
“Mama mengerti kau sedih. Tapi setidak nya bicaralah pada Mama. Sudah hampir satu tahun kelakuanmu tidak berubah. Mama peduli padamu!”
“Benarkah?” tanya Sandra.
“Ya! Tentu saja, Sandra! Bagaimanapun kau anak Mama!”
“Mama lebih peduli pada pekerjaan Mama daripada aku!” jawab Sandra ketus.
“Itu tidak benar!” kata Mama keras.
“Tentu saja itu benar! Itu sebab nya Papa pergi meninggalkan Mama!”
“Sandra! Cukup!”
“Mama ingin aku mengatakan perasaanku?” balas Sandra. “Oke! Aku tidak sedih, aku marah. Aku marah pada Papa karena dia meninggalkan aku, dan aku marah pada Mama karena membuatku tinggal di sini! Besok.Puas?”
Sandra berlari keluar sambil membanting pintu depan.
Dua jam kemudian, Sandra menatap diri nya di cermin kamar mandi sebuah mal. Dia baru saja menindik hidung nya dengan anting-anting kecil. Sandra yakin teman-teman sekolah nya akan sangat terkejut.
Sandra keluar dari kamar mandi dan berjalan-jalan di dalam mal. Dia melihat toko musik dan memasuki nya. Pandangan mata nya jatuh pada sebuah CD dan dia mengambil nya. Tiba-tiba saja Sandra mendapat ide. Dia akan membawa CD itu keluar dengan sengaja dan membiarkan diri nya tertangkap. Pasti Mama akan sangat marah pada nya.
Sandra keluar membawa CD di tangan nya Tiba-tiba seorang satpam menghampiri nya.
“Maaf.” Kata nya. “Tapi anda belum membayar CD yang anda bawa!”
Sandra tersenyum manis. “Memang! Jadi kenapa?”
Tiba-tiba seseorang menepuk pundak nya. “Di sini kau rupa nya!”
Sandra menatap orang yang menepuk pundak nya. Si pemain piano sekolah nya lagi.
Leon menatap Sandra sambil tersenyum. Dia sudah memerhatikan Sandra sejak tadi. Dia tahu Sandra melakukan hal tadi dengan sengaja.
“Maaf, Pak!” lanjut Leon. “Dia teman saya! Saya menyuruh nya membawakan CD ini ke kasir, tapi seperti nya dia kelupaan dan berjalan ke pintu keluar!”
Si satpam terlihat curiga. “Apa benar begitu?”
Saat Sandra mau bicara, Leon langsung memotong nya. “Ya benar! Lagi pula kalau dia memang berniat mencuri CD, kenapa dia tidak memasukkan nya saja ke tas biar tidak terlihat? Teman saya ini malah membawa nya secara terang-terangan.”
Sandra benar-benar terlihat kesal. Leon mengambil CD di tangan nya.
“Kalau begitu saya bayar dahulu CD ini, Pak! Sekali lagi saya minta maaf!” Leon berkata dengan tulus. Pak satpam tersenyum pada nya.
“Tidak apa-apa!” kata nya.
Leon berjalan ke arah kasir.
Saat keluar dari toko musik, Sandra mencekal lengan Leon.
“Heh! Kurang kerjaan, ya?” teriak nya. “Untuk apa ikut campur urusan orang?”
Leon tersenyum. “Seharusnya kau bilang terima kasih dan aku akan membalas nya dengan bilang sama-aama!”
Sandra berkacak pinggang. “Dengar, ya! Aku tidak suka orang sepertimu! Aku hanya akan memperingatkan sekali ini saja! Jangan ikut campur urusanku, atau kau akan menyesal!”
Leon hanya berdiri dengan tenang.
“Heh! Dengar tidak?” teriak Sandra lagi.Leon menganguk.
Sandra memandang Leon dengan bingung. “Kenapa dia hanya diam seperti patung?” pikir nya.
“Kau ngerti maksudku nggak?” seru Sandra lagi.
Leon mengangguk untuk kedua kali nya.Sandra menjadi semakin bingung. “Mana suaramu? Kenapa sekarang kau cuma diam? Mendadak bisu, ya?”
Leon menggeleng.
“Jadi kenapa diam sekarang?”
Benar-benar orang aneh, kata Sandra dalam hati. Tadi di toko musik bicara panjang lebar, sekarang malah diam seribu bahasa.
“Kenapa? Kau sakit?” tanya Sandra, suara nya agak mlelembut.
Pertanyaan itu membuat Leon terkejut sejenak, akhir nya ia mengangguk.
“Pokok nya aku tidak mau kau ikut campur urusanku lagi!! Awas saja!”
Sandra pergi meninggalkan Leon.
Leon tersenyum kecil. Dia memasukkan CD tersebut ke tas nya lalu keluar dari mal. Tak berapa lama kemudian, Leon memasuki rumah sakit yang jauh nya hanya 500 meter dari sana.
“Dari mana saja kau?”
Seorang dokter menghampiri Leon dengan wajah panik.
“Jalan-jalan!” kata Leon.“Leon…” kata dokter itu.
“Aku tahu tidak seharus nya aku kabur!” kata Leon. “Tapi aku bosan sama sekali! Maafkan aku, Pa!”
Sang dokter yang ternyata ayah Leon mendesah. “Tidak apa-apa! Lain kali kalau mau jalan-jalan bilang Papa dulu! Sudah makan belum?”
Leon menggeleng.Papa tersenyum. “Ayo, kita cari makan!”
Leon mengikuti langkah papa nya. Dia tahu dari teman-teman sekelas nya bahwa si Rambut Merah itu bernama Sandra.
“Apa yang membuatmu tersenyum-senyum seperti itu?” suara papa nya memasuki pikiran Leon. Aku bertemu seseorang yang istimewa hari ini!” kata Leon. apa?” Papa bertanya.
“Teman sekolah!” jawab Leon. “Dia anak baru!”
“Kau mau membicarakan nya dengan Papa?”
“Tidak! Nanti saja, bukankah sekarang waktu nya pemeriksaan?”
Papa mengangguk. “Ayo!”
Leon sudah mengenal rumah sakit ini sejak kecil. Sejak kecil ia sudah keluar masuk rumah sakit.
Bunga mawar merah di taman rumah sakit meningatkan nya pada rambut Sandra. Leon tertawa kecil. Entah mengapa ingatan akan Sandra membuat nya lebih rileks dalam menjalani pemeriksaan.
-ENAM
Suasana kelab di malam hari tampak ramai. Alasan satu-satu nya dia berada di sini adalah karena dia tidak ingin pulang ke rumah dan berhadapan dengan ibu nya. Dinyalakan sebatang rokok untuk melepas ketegangan. Sandra mencoba segala jenis merek rokok yang ditemui nya, tetapi tidak ada satu pun yang bisa mengobati rasa sakit nya.
Hati nya nyeri luar biasa. Dia tidak menyangka ayah nya akan setega itu meninggalkan nya dengan Mama. Mulai saat itu, Sandra tidak pernah percaya pada siapa pun.
Tiba-tiba pikiran nya melayang pada kejadian siang tadi di toko musik. Ada seseutu yang aneh pada diri Leon yang tidak dimengerti oleh Sandra. Dilangkahkan kaki nya menuju lantai sanda. Selama satu jam dia bergoyang tanpa henti. Setelah puas, Sandra kembali ke tempat duduk nya.
Seorang pria menghampiri nya.
“Hai!” kata nya. “Goyanganmu boleh juga.”
Si pria duduk di sebelah Sandra. “Mau ikut jalan-jalan denganku?”
“Tidak!” jawab Sandra ketus.
Si pria tersenyum menggoda. “Ayolah!” kata nya. Tangan pria itu memegang tangan Sandra. “Kau pasti tidak akan menyesal!”
Sandra menatap pria itu dengan tatapan tajam. “Lepaskan tanganmu!”
Pria tersebut malah menggenggam tangan Sandra semakit erat. “Oh! Kau mau sok jual mahal! Tidak apa-apa, aku suka kok cewek yang tidak gampang menyerah!”
“Aku bilang jangan sentuh tanganku!!!!” teriak nya pada pria itu.Sandra menarik tangan nya dari genggaman pria itu lalu berdiri. Sandra keluar dari kelab itu. Ketika melihat jam tangan nya, waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari.
Ketika sampai di rumah, orang yang tidak ingin ia temui sedang menunggu nya di ruang tamu.
“Dari mana saja kau?” teriak Mama.Sandra tidak menjawab.
“Apa itu?” tanya Mama. “Kau menindik hidungmu?!”
“Ya!” kata Sandra. “Keren, kan?”
“Mama mau kau melepaskan anting-anting itu sekarang juga!” Ibu nya histeris.Sandra tertawa sinis. “Yeah! Aku juga mau Papa berada di sini! Tapi kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan, bukan?”
Sandra berlari ke lantai atas, ke kamar nya.
“Sandra!” teriak Mama sambil menyusul Sandra.
Sandra masuk ke kemar nya dan mengunci nya.
“Sandra! Buka pintu nya! Mama belum selesai berbicara!” Ibu nya menggedor-gedor pintu kamar Sandra.
“Tapi aku sudah selesai bicara!” balas Sandra.
Ia melihat foto keluarga nya di depan nya.Dibanting nya foto tersebut ke arah pintu sampai pecah berantakan. “Pergi!!” teriak nya. “Jangan ganggu aku lagi!”
Seketika itu juga suara gedoran berhenti.
Sandra naik ke tempat tidur dan tertidur tak berapa lama kemudian.
-TUJUH
Sandra membuka mata nya perlahan. Mentari sudah terang menyilaukan. Dilihat nya jam dinding. Jam sepuluh lebih lima belas menit. Sekolah sudah mulai beberapa jam yang lalu.Sandra bangkit dari tempat tidur nya. Selesai mandi ia mengenakan baju seragam nya. Ketika Sandra tiba di sekolah nya, gerbang sekolah sudah ditutup. Dia memanjat gerbang tersebut.Setelah kaki Sandra menyentuh lapangan sekolah, seorang satpam menghampiri nya.
“Selamat pagi!” kata si satpam. “Apakah kau tidak tahu jika gerbang sudah ditutup, para siswa dilarang memasuki sekolah tanpa seizin guru?”
“Saya tahu kok!” kata Sandra. “Pertama-tama Bapak akan menanyakan nama saya, lalu melaporkan saya pada guru piket hari ini, kemudian guru tersebut akan menentukan hukuman untuk saya.”
Si bapak satpam mengerutkan kening.
“Tunggu dulu!” kata Pak Satpam mengenali. “Kau murid baru itu, bukan? Baru masuk kemarin?”
Sandra mengangguk. “Begini saja, Pak, bagaimana kalau Bapak pura-pura tidak tahu tentang pelanggaran saya ini? Sebetul nya saya tidak keberatan kalau saya dihukum. Malah itu lebih baik. Tapi perut saya sangat lapar saat ini, jadi saya tidak punya waktu untuk berbasa-basi lagi.”
“Baiklah!” kata nya menyerah. “Karena kau masih murid baru di sekolah ini, Bapak akan mengabaikan pelanggaranmu kali ini. Tapi lain waktu kau tidak boleh melakukan nya lagi.”
Sandra tersenyum. “Saya yakin akan melakukan hal ini lagi kapan-kapan. Saat itu Bapak boleh melaporkan saya pada para guru. Saya tidak keberatan sama sekali!”
Sandra berlari meninggalkan pak satpam.
Sandra berlari ke arah kantin. Dia duduk di bangku kantin sambil menikmati makanan nya. Setelah selesai, dia berjalan-jalan mengelilingi sekolah. Langkah nya terhenti saat melihat Leon yang duduk di bangku taman sekolah. Dilihat nya teman-teman sekelas cowok itu sedang berolahraga.Sandra berjalan mendekati lalu duduk di sebelah nya. “Wah! Rupa nya si anak teladan bisa bolos pelajaran juga!”
Leon menoleg ke arah Sandra.
“Kau memang anak aneh! Tidak mau bicara lagi?” tanya Sandra. “Bagaimana kalau aku beritahu Pak Guru kau bolos pelajaran olahraga?”
Kali ini Leon menatap mata Sandra. “Bukankah kau juga bolos?”
Sandra tertawa. “Ya! Itu maksudku! Apakah sebaik nya kita memberitahu Pak Guru kalu kita berdua membolos? Aku jadi penasaran hukuman apa yang akan diberikan oleh mereka!”
“Aku tidak tahu!” kata Leon. “Aku belum pernah dihukum!”Sandra menggeleng-geleng. “Ya! Aku yakin begitu!
Kau tidak pernah melakukan kesalahan maka nya tidak pernah dihukum. Apakah kau tidak bosan menjadi anak teladan terus-menerus? Cobalah sekali-sekali menjadi anak nakal dan melihat betapa kreatif nya para guru membuat hukuman!”
“Kreatif?” tanya Leon bingung.
“Dari lari keliling lapangan, mengecat meja sekolah, menulis „aku tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi‟ di atas seratus lembar kertas, membereskan buku perpustakaan, sampai membersihkan WC!”Leon tertawa. “Dan kau merasakan semua nya?”
Sandra menggeleng. “Tidak! Aku bilang melihat, bukan merasakan! Aku sudah keburu drop out sebelum hukuman itu dilaksanakan!”
“Kenapa aku tidak terkejut mendengar nya?” bisik Leon perlahan.Tangan Sandra mengeluarkan sebatang rokok dan pemantik api. Sandra menyelipkan rokok di bibir nya. Leon menatap nya. “Tolong jangan merokok!”
Sandra tertawa pendek. “Kenapa? Mau menasihatiku kalau merokok tidak bagus buat kesehatanku?”
Leon menggeleng. “Tidak! Sebenar nya justru tidak bagus buat kesehatanku!”
“Apa maksudmu?” tanya Sandra bingung.
“Aku sakit!” jelas Leon.
“Sakit?” tanya Sandra lagi.
Leon mengangguk. “Aku tidak membolos pelajaran olahraga. Aku memang tidak bisa mengikuti nya.”
“Memang nya kau sakit apa?” tanya Sandra. “Flu, sakit perut, demam, atau apa?”
Leon menatap Sandra dengan serius. “Aku punya kelainan jantung sejak lahir!”
Untuk sesaat Sandra tidak sanggup berkata-kata
.“Mengapa kau memerhatikanku kemarin sewaktu aku berolahraga?” tanya Sandra tiba-tiba.
Leon menatap Sandra.
“Asal kau tahu saja, aku benar-benar tidak suka kalau ada orang yang memerhatikanku tanpa sepengetahuanku.” Lanjut Sandra. “Apa karena kau ingin melihat si anak baru yang berandalan, dan berpikir betapa beruntung nya kau jadi murid teladan?”
“Tidak.” Jawab Leon.
“Lalu kenapa?” tanya Sandra.
“Karena aku iri.”
“Iri?” Sandra bingung.
“Ya! Aku iri padamu! Kau bisa bermain voli dengan senang. Aku tidak pernah bisa bermain seperti itu. Hidupku hanya berkisar di sekolah dan rumah sakit! Tidak boleh berolahraga sekali pun karena itu bisa membahayakan jantung.”
Baru pertama kali ada orang yang iri pada nya hanya karena ia bermain voli. Sesaat Sandra merasa kasihan pada pemuda ini.
Tiba-tiba saja Pak Donny muncul di hadapan mereka. “Di sini kau rupa nya! Sandra, kenapa kau membolos? Dan apa itu?! Rokok! Kau merokok juga? Apa yang kau lakukan bersama Leon di sini? Sekarang juga kalian ikut ke ruangan Bapak!”
Sandra dan Leon mengikuti Pak Donny ke ruangan nya.
“Sandra!” kata nya. “Ini hari keduamu di sekolah, dan kau sudah membolos. Bapak tidak tahu apa yang kau lakukan di sekolah terakhir sampai kau dikeluarkan dari sana! Pihak sekolah sana tidak mau memberitahukan hal tersebut kepada Bapak!”
Sandra tersenyum perlahan. “Saya menyebabkan ruang olahraga mereka rusak terbakar!”
“Benarkah?” tanya Pak Donny terkejut.
“Kalau Bapak mau mengunjungi sekolah tersebut pasti nya Bapak masih bisa melihat hasil pengecatan kembali ruang olahraga nya!”
“Menurutmu itu sesuatu yang membanggakan?” tanya Pak Donny.Sandra tidak menjawab.
“Baiklah!” desah Pak Donny. “Kira-kira apa hukuman yang layak untuku, Sandra?”
Sandra tertawa. “Saya tidak tahu, Pak. Saya rasa Bapak lebih ahli soal hukuman daripada saya!”
“Kalau begitu mulai besok kamu Bapak hukum untuk membersihkan toilet selama dua minggu.” Kata Pak Donny.
“Baiklah!” kata Sandra. “Tapi Bapak tahu kalau saya tidak akan melakukan nya!”
“Kalau kau tidak mau melaksanakan nya.” kata Pak Donny. “Hukuman nya bertambah menjadi tiga minggu!”
“Kenapa tidak dikeluarkan saja sekalian?” tanya Sandra.
“Karena mengeluarkanmu adalah perkara yang terlalu mudah dan itu justru sesuai dengan keinginanmu, bukan? Sayang sekali, Sandra, kau tidak akan semudah itu dikeluarkan!”
“Kita lihat saja nanti!” kata Sandra.“Bapak tidak sabar untuk melihat nya!” tatapan‟y beralih pada Leon. “Sekarang kau, Leon, apa yang kau lakukan bersama Sandra?”
“Tidak ada, Pak!”
“Benarkah tidak ada apa-apa?” tanya Pak Donny.Leon mengangguk.
“Bapak percaya padamu!” kata Pak Donny.Sandra memandang Leon dan Pak Donny dengan sinis.
Pak Donny melirik Sandra lagi. “Cobalah untuk bersikap baik, Sandra. Masa muda hanya terjadi sekali seumur hidup. Kau akan menyesal kalau menyia-nyiakan nya!”
Kenapa sih guru-guru selalu berpetuah panjang lebar? Tanya Sandra dalam hati. “Nikmati masa mudamu! Bertemanlah sebanyak-banyak nya!” kata Pak Donny.
“Bapak pasti bercanda!” kata Sandra. “Tidak ada seorang pun yang mau berteman dengan saya!”
Leon tiba-tiba berkata. “Aku mau berteman denganmu!”
“Sayang sekali.” Balas Sandra. “Aku yang tidak mau berteman denganmu.”
“Bapak harus menghentikan perdebatan kalian karena harus masuk kelas untuk mengajar dan sebaik nya kau juga berada di sana, Sandra!”
Sandra dan Leon keluar dari ruangan Pak Donny.
“Benarkah semua data tentang dirimu tadi?” tanya Leon penasaran.Sandra tersenyum. “Sebetul nya ada yang tidak akurat! Aku tidak membolos lima kali, aku membolos setiap hari!”
Leon tertawa. “Tiap hari?”
“Ya!” kata Sandra. “Kau yakin kau mau jadi temanku, anak teladan?”
“Perkataan terakhir tadi membuatku yakin untuk menjadi temanmu!” Leon berkata tulus.
“Oh! Perkataan yang manis!” ejek Sandra. “Tapi sayang sekali, aku tidak mau jadi temanmu. Tidak sekarang, tidak juga nanti!”
“Aku hanya ingin menjadi temanmu. Kalau kau tidak mau jadi temanku, tidak apa-apa! Aku mengerti! Aku akan tunggu sampai kau mau jadi temanku!”
“Itu tidak akan terjadi!” kata Sandra.
“Aku orang yang optimis, Sandra! Aku punya keyakinan hal itu akan terjadi!” kata Leon yakin sambil berlalu dari hadapan Sandra.
***
Sandra memainkan makanan di piring nya. Dia memandang mama nya dengan kesal.
“Jadi kau membuat masalah lagi di sekolah!” kata Mama.Sandra tertawa. “Wow! Aku kira Mama datang mau makan malam bersamaku, ternyata Mama hanya mau menegurku lagi! Jadi apa yang terjadi? Wali kelasku menelepon Mama?”
“Sandra!”
“Merokok dan bolos pelajaran?” tanya mama nya marah. “Apakah kau tidak kapok juga? Apa ini caramu menarik perhatian Mama?”
“Aku rasa Mama salah!” kata Sandra. “Aku tidak bermaksud menarik perhatian Mama!” kata Sandra. “Aku hanya bermaksud membuat Mama marah! Dan tampak nya itu berhasil!”
Mama Sandra langsung menggebrak meja. “Mama tidak mau melihat kelakuanmu seperti ini lagi, Sandra! Hentikan sifat kekanak-kanakan ini! Mau sampai kapan kau begini?”
Sandra tertawa lebar.
“Kenapa kau tertawa?”
“Aku merasa lucu sekali!” kata Sandra. “Mama toh tidak akan sempat melihat kenakalanku karena Mama tidak akan berada di sini saat aku melakukan nya! Bukankah Mama mau pergi ke luar kota lagi?”
“Sandra!!!” teriak mama nya.
Sandra bangkit dari tempat duduk nya dan dengan sengaja menjatuhkan vas bunga kesayangan mama nya.Setelah itu Sandra bergegas ke kamar nya.Tak berapa lama kemudian, telepon berdering. Mama Sandra mengangkat nya.
“Halo!”
“Ini aku!” kata suara di telepon. “Bagaimana keadaanmu, Widia?”
Mama Sandra, yang bernama Widia, mendesah. Dia tidak siap untuk menerima telepon mantan suami nya saat ini.
“Seperti biasa!” keluh Widia. “Anak kita masih tidak bisa menerima perceraian kita!”
Suara di ujung telepon mendesah. “Aku akan mencoba bicara pada nya, Widia!”
“Sebaik nya begitu. Dia tidak mau bicara denganku sama sekali!”
“Aku akan coba, Widia. Oh iya, aku sudah mengirimkan undangan pertunanganku seminggu yang lalu!” kata mantan suami nya.
“Aku belum sempat mengucapkan selamat padamu!” kata mama Sandra. “Aku harap kau berbahagia dengan calon istri barumu!”
“Terima kasih!” balas papa Sandra. “Semoga kau juga cepat menemukan kebahagiaamu!”
“Lebih baik kau tidak membicarakan pertunangan ini pada Sandra!” kata mantan istri nya. “Dia sedang benar-benar marah saat ini. Aku rasa sebaik nya kita menunggu sampai dia tenang dahulu baru memberitahu nya.”
“Setuju!” kata papa Sandra. “Aku akan menelepon nya sekarang. Selamat malam, Widia!”
“Selamat malam!” balas mama Sandra.
Di benak mama Sandra tergambar kembali perpisahan mereka satu tahun yang lalu.
“Aku ingin Sandra ikut denganku, Widia!” kata suami nya waktu itu.
“Aku tahu!” kata Widia. “Tapi aku ingin memohon satu hal padamu.”
“Apa itu?” tanya papa Sandra.
“Biarkan Sandra tinggal di sini bersamaku!” kata Widia.
“Tapi…”
“Aku ingin kau memberiku kesempatan supaya aku bisa dekat dengan Sandra. Aku tahu selama ini aku selalu sibuk, sehingga kaulah yang lebih dekat dengan nya.”
“Aku ingin permintaanku ini dirahasiakan dari Sandra. Aku ingin Sandra memberi kesempatan untuk membuka hati nya padaku. Aku ingin Sandra tinggal denganku. Sampai dia lulus SMA.”
“Baiklah!” kata papa Sandra.
Sandra sangat terpukul saat papa nya lebih memilih bekerja di luar negeri daripada tinggal bersama nya. Dia menutup diri dan berkurung di kamar nya selama dua minggu. Satu hari sebelum keberangkatan papa Sandra ke luar negeri, ia menunggu Sandra di luar kamar nya. Sandra malah tidak keluar sama sekali.
Keesokan pagi nya, suami nya berkata dari balik pintu. Air mata tergenang di mata nya. “Sandra.. Papa harus pergi sekarang. Jaga dirimu baik! Papa pasti akan meneleponmu setiap hari!”  
-DELAPAN
Di kamar nya, Sandra juga menangis. Satu-satu nya orang yang dia percayai telah membuat nya kecewa dan terluka.Sejak saat itu, mantan suami nya selalu menelepon putrid nya setiap hari. Tetapi Sandra tidak mau mengangkat telepon nya. Untuk melupakan masalah orangtua nya, Sandra mulai membolos.
Widia merasa cemas. Ia langsung menelepon mantan suami nya. Keesokan hari nya papa Sandra langsung datang.Sandra tidak membukakan pintu untuk Leon, Pak Budi beralih ke kursi pemudi dan menjalankan mobil.Di tengah perjalanan, Leon melihat Sandra memasuki tempat biliar.“Pak! Berhenti dulu!” kata Leon pada Pak Budi.Pak Budi menghentikan mobil nya.“Ada apa, Leon?” tanya Pak Budi panik.“Tolong Pak Budi tunggu di sini sebentar!” kata Leon sambil keluar dari mobil.Leon berjalan menuju tempat biliar dan masuk ke dalam nya. Ketika merasa seseorang melangkah mendekati nya, Sandra langsung menoleh.“Apa yang kau lakukan di sini?” bentak Sandra. “Keluar! Aku tidak mau melihatmu!”“Mengapa kau bolos hari ini?”“Aku sudah bilang jangan pernah campuri urusanku!” kata Sandra dingin.Leon memandang nya tajam tanpa berkata apa-apa.“Kau bisa main biliar?” tantang Sandra.“Tidak.” Jawab Leon.“Kalau begitu apa yang kau lakukan di sini?” teriak Sandra.“Menemuimu.” Kata Leon.“Kau memang penguntit.” Gerutu Sandra.Leon tidak menjawab.“Baik!” kata Sandra ketus. “Kalau kau tidak mau keluar, terserah.” Lalu tatapan Sandra beralih pada orang di sebelah nya. “Ayo, kita lanjutkan!”“Kita mau bertaruh apa?” tanya orang di sebelah nya.Sandra melirik jam tangan emas mama nya yang diambil nya kemarin, lalu melemparkan kepada orang itu. “Kalau kau menang, kau boleh memiliki jam tangan emas ini!”“Kalau aku kalah?” tanya orang itu.“Kau boleh memiliki jam tangan emas ini juga! Bukankah itu tawaran yang menarik?” jelas Sandra.“Menang atau kalah aku tetap dapat jam tangan emas ini!” kata orang itu sambil mengangguk. “Setuju!” kata nya.“Apakah kau tidak lelah menyakiti dirimu sendiri?” kata Leon.“Cukup! Aku sudah tidak tahan lagi denganmu! Apa kau berpikir bertemu satu-dua kali kau sudah mengenalku? Jangan kau kira karena kau penyakitan maka aku tidak bisa memukulmu! Aku tidak peduli!” kata Sandra. “Apa mungkin itu
yang harus kulakukan? Memukulmu supaya kau dikeluarkan dari sekolah?”Leon hanya terdiam mengamati Sandra.Tiba-tiba Sandra mengeluarkan sebatang rokok.“Kau mau coba?” tanya Sandra sinis. “Toh jantungmu sudah sakit, jadi apa salah nya mengisap satu saja?”“Tampak nya hari ini suasana hatimu sedang buruk!” kata Leon.“Bukankah kau ingin menjadi temanku?” tanya Sandra. “Kalau begitu temani aku main biliar hari ini!”Leon tergoda untuk menyanggupi nya tetapi dia teringat Pak Budi. “Maaf, hari ini aku tidak bisa! Aku ada janji lain!”Sandra tertawa terbahak-bahak. “Aku sudah menyangka nya. Pasti kau mau kabur ke Pak Donny dan memberitahu dia kalau aku ada di sini sedang main biliar.”Leon menatap Sandra dengan sedih. “Kau salah. Aku tidak akan mengadu pada siapa pun!”“Ha ha ha!” tawa Sandra singkat. “Aku tidak percaya padamu! Jadi pergi saja dari hadapanku!”“Aku harap bertemu denganmu di sekolah besok!” dia lalu berjalan ke arah pintu.Sandra tersenyum pendek. “Jangan terlalu berharap banyak, anak teladan. Kalau aku pergi ke sekolah besok, pasti aku akan berbuat onar. Nanti kau akan kecewa dan jantungmu tidak kuat menahan nya!”Leon menoleh menatap Sandra. “Lalu kenapa kau tidak datang ke sekolah besok dan melihat nya sendiri?” setelah itu Leon pergi dari hadapan Sandra.Leon masuk ke mobil.“Ayo, jalan, Pak!” kata Leon lemah.Pak Budi belum pernah melihat Leon seaneh itu.“Kau tidak apa-apa?” tanya Pak Budi khawatir.“Tidak apa-apa.” Jawab Leon. “Mari kita ke rumah sakit! Papa pasti sudah menunggu!”Pak Budi segera menjalankan mobil nya.Melihat kepergian Leon, Sandra tidak punya keinginan untuk meneruskan permainan nya.“Aku tidak mau main lagi!” kata Sandra.Sekeluar nya dari tempat biliar, Sandra mendesah. Dia tahu dia telah bersikap keterlaluan terhadap Leon.Baiklah, anak teladan. Besok aku akan membuat Sandra duduk di hadapan mama nya. Kali ini Sandra benar-benar merasa canggung.
“Ada masalah, Sandra?” tanya Widia.
“Begini… Ma… temanku mau berulang tahun dan aku… aku tidak punya baju untuk pergi ke sana!”
Widia tersenyum mengerti. “Kau mau minta bantuan Mama untuk membelikan baju pesta untukmu?”
Sandra mengangguk. “Aku belum pernah membeli baju pesta sebelum nya. Tapi kalau Mama sibuk, tidak apa-apa! Aku bisa…”
“Sandra!” sela Widia. “Mama akan dengan senang hati membantumu mendapatkan baju pesta yang cocok untukmu!”
“Apakah aku tidak menganggu pekerjaan Mama?” tanya Sandra perlahan.
“Saat ini tidak ada yang lebih penting daripada mencarikan baju pesta untuk putriku!” kata Widia. “Ayo!” kata nya sambil mengambil dompet nya. “Kita berburu baju!”
Mereka keluar masuk dari satu toko ke toko yang lain. Sampai akhir nya, Sandra berhenti di sebuah toko dan memandang baju yang ada di etalase. Mama Sandra tertawa pelan. Mereka sudah menemukan baju yang tepat.
“Ayo, kita masuk!” kata‟y pada Sandra. Saat Sandra mengenakan baju yang dilihat nya setengah jam kemudian, gaun berwarna merah dengan kedua tali tipis di bahu nya.
“Mama rasa kita sudah menemukan gaun yang cocok!” kata Widia senang.
“Ma, warna nya tidak terlalu terang, kan?” tanya Sandra.
Widia menggeleng. “Tidak! Sangat cocok untukmu!”
Sandra tiba di rumah dan cepat-cepat mandi untuk mengenakan baju tersebut. Terdengar ketukan di pintu kamar nya.
“Ya!” kata Sandra sambil melihat bayangan nya di cermin.
Mama masuk dan memandang putrid nya. Lalu dia mendudukkan Sandra di kursi rias. “Sekarang! Duduk dan tutup matamu! Mama akan mendadanimu!”
Widia mendandani putrid nya dengan perasaan senang.
“Kau boleh membuka matamu sekarang!” kata nya.
Sandra membuka mata nya dan menatap muka nya di cermin. Wajah yang memandang nya benar-benar cantik.
“Ah, Mama hampir saja lupa!” kata nya. Dia memasangkan anting-anting perak ke telinga Sandra. “Cantik!”
Tatapan Sandra jatuh pada jam dinding di kamar nya. Sudah jam setengah delapan.
“Aku telat!” teriak Sandra. “Pesta nya dimulai jam tujuh! Aku harus pergi!” Widia menenangkan anak nya. “Sudah ada taksi yang menunggu di depan rumah!”
Sandra berlari mengambil sepatu nya dan memakai nya. Lalu dia mengambil kado yang sudah terbungkus di atas tempat tidur nya. Sandra menoleh ke mama nya.
“Terima kasih, Ma!” kata nya canggung. Lalu dia bergegas naik taksi. Dari atas jendela kamar anak nya, Widia memandang putrid nya yang berlari ke arah taksi. Putriku sudah besar, desah nya dalam hati.
“Selamat bersenang-senang, Sandra.” Kata nya kemudian.
***
Leon memandang kerumunan orang di depan nya. Dia sudah meniup lilin dan memotong kue, tetapi tamu yang dia harapkan belum datang juga. Apakah dia tidak akan datang? Tanya nya dalam hati. Tentu saja Leon akan kecewa jika Sandra tidak datang.
Sandra keluar dari taksi sambil mengeluh. Sepatu hak tinggi nya telah membuat nya harus berjalan perlahan-lahan. Rumah Leon lebih besar dari rumah nya. Para tamu terlihat sudah berdatangan.
Sandra merapikan gaun nya dan berjalan sambil mengernyit. Sepatu nya benar-benar membuat nya sengsara.
Ketika Sandra memasuki rumah Leon semua mata memandang ke arah nya. Sandra berjalan sangat cepat melewati mereka.
Mata nya mencari-cari Leon di antara kerumunan orang di depan nya.
“Kau seperti nya tidak menikmati pesta ini!”
Leon menoleh ke belakang dan mendapati papa nya sedang mendekati nya.
“Bukan seperti itu, Pa!” kata Leon. “Pesta nya meriah. Mama telah mempersiapkan nya dengan sempurna. Aku harus berterima kasih pada Mama nanti!”
“Lalu kenapa kau melamun di sini?” Tanya nya lagi.
“Aku sedang menunggu seseorang!” kata Leon.
“Sandra bukan?” tanya papa nya sambil tersenyum mengerti.
Leon mengangguk.
Tiba-tiba mama nya menghampiri. “Leon, kenapa kau tidak bergabung dengan teman-temanmu di taman?”
Leon menatap mama nya sambil tersenyum. “Nanti Leon ke sana!” kata nya lembut. “Saat ini aku masih ingin berada di sini!”
“Kenapa? Ada yang kurang dengan pesta nya?” tanya mama nya.
Leon mencium lembut pipi mama nya. “Pesta nya sempurna, Ma! Terima kasih sudah repot-repot menyiapkan pesta ini untuk Leon!”
Mama nya tersenyum senang. Lalu menarik tangan anak nya ke depan beranda. “Kau tidak mau menyapa mereka?” Tanya nya sambil menunjuk teman-teman Leon di bawah beranda. “Mereka mengatakan pada Mama kalau mereka ingin mengucapkan selamat padamu!”
Leon melihat kerumunan orang dibawah nya dengan tatapan malas. Namun, tiba-tiba pandangan nya jatuh pada gadis yang mengenakan baju merah. Leon tersenyum melihat nya.

“Mama benar!” kata Leon senang. “Sudah saat nya Leon ke bawah!”
Mama bingung melihat Leon secepat kilat turun ke bawah. “Kenapa dia?” Tanya nya pada suami nya. “Tadi dia tidak mau turun ke bawah, kenapa sekarang tiba-tiba dia antusias sekali?”
Suami nya hanya tersenyum, ia menunjuk Leon yang berlari ke arah gadis bergaun merah. “Teman yang ditunggu‟y sudah datang!” Mama Leon mengikuti pandangan suami nya ke arah bawah.
Sandra menarik napas sambil menutup mata nya.
“Akhir nya kau datang juga!” kata suara yang dikenal nya.
Sandra menatap Leon dengan kagum. Leon tampak sangat tampan dengan kameja biru dan jas hitam. “Kau cantik sekali! Benar-benar berbeda dari Sandra yang kukenal!”
Sandra tersenyum sambil tersipu malu. “Terima kasih!”
Leon meraih tangan Sandra dan mengajak nya masuk ke rumah. “Ayo masuk!‟
Sandra tertatih-tatih mengikuti langkah cepat Leon. Ketika sampai di ruang tamu, Leon menyuruh Sandra duduk.
“Kau mau minum apa?”
Sandra menggeleng. “Aku belum haus. Nanti saja! Ini hadiah untukmu!” kata nya sambil memberikan kado berwarna biru.
“Terima kasih!” kata Leon, seraya mengambil hadiah tersebut.
“Mungkin hadiah nya tidak sebagus hadiahmu untukku minggu lalu!” kata Sandra pelan.
Leon tersenyum. “Aku tidak peduli! Apa pun yang kau berikan untukku, aku pasti menyukai nya! Sandra ikut tersenyum.
Leon menggoyangkan hadiah yang diberikan Sandra. “Lumayan berat untuk kado sekecil ini!”
“Isi nya kotak musik!” kata Sandra.
Leon cemberut mendengar nya. “Sandra! Alasan orang membungkus kado adalah supaya yang ulang tahun bisa membuka nya dan merasa pensaran pada isi nya. Jadi sewaktu bungkus nya sudah terbuka, dia akan merasa surprised. Kau baru saja menghentikan kesenanganku untuk sebuah kejutan!”
Sandra menatap Leon tanpa merasa bersalah. “Ops! Aku kelepasan ngomong kalau begitu. Toh kau akan mengetahui nya cepat atau lambat! Jadi lebih baik aku memberitahumu secepat nya!”
“Sudahlah!” kata Leon menghentikan perdebatan mereka. “Kau mau melihat-lihat rumahku?”
“Bukankah seharus nya kau bersiap-siap untuk potong kue dan tiup lilin?” tanya Sandra.
Leon memandang Sandra sambil menggeleng. “Hei, Non, lihat jam tanganmu. Ini sudah jam berapa? Aku sudah melakukan kedua hal itu setengah jam yang lalu!”
Sandra melihat jam tangan nya. “Aku baru sadar bahwa aku sangat terlambat!” kata nya. “Kau khawatir aku tidak datang, ya?”
“Aku takut kau kenapa-napa di jalan!” Leon bersungut kesal.
Kepedulian Leon membuat hati Sandra tersentuhg. “Maaf deh!” kata Sandra sambil tersenyum. “Habis aku juga kelupaan waktu! Leon, pestamu meriah sekali! Belum pernah melihat pesta ulang tahun sehebat ini!”
“Pestaku keenam belas lebih hebat daripada ini!” Leon memberitahu.
“Oya? Tapi kenapa umur enam belas, bukan tujuh belas?”
Leon menatap mata Sandra dengan tenang. “Karena para dokter memperkirakan aku tidak akan bertahan sampai umur enam belas tahun.”
Sandra langsung terdiam. “Jadi sewaktu aku masih bisa merayakan ulang tahunku yang keenam belas…” lanjut Leon. “Mama benar-benar mempersiapkan nya sehebat mungkin! Kalau di piker-pikir tiap tahun juga Mama selalu merayakan ulang tahunku semeriah mungkin!”
Itu karena mamamu tidak tahu kapan kau akan berhenti merayakan nya! kata Sandra dalam hati. “Aku suka musik ini!” kata Sandra.
Leon mendengar grup band membawakan lagu lembut. “Aku juga menyukai nya!”
Leon berdiri dan mengulurkan tangan nya pada Sandra. “Kau mau dansa denganku?”
Sandra tersenyum dan menyambut uluran tangan Leon.
Mereka berjalan ke tengah ruang tamu. Leon memeluk pinggang Sandra dan mereka mulai berdansa. Sandra mengernyit kesakitan. Dia baru ingat kalau sepatu hak tinggi nya membuat kaki nya sakit.
Leon menghentikan dansa nya. “Ada apa?”
“Sepatu ini!” kata Sandra kesal. “Aku benar-benar menderita dibuat nya. Kakiku sakit semua!”
Leon tersenyum. “Kalau begitu lepas saja.”
Sandra memandang Leon dengan bingung.
“Tidak ada guna nya kita berdansa kalau tidak menikmati nya. Jadi lepas saja sepatumu kalau itu membuat kakimu sakit!”
“Tapi…”
“Sandra!” tegas Leon. “Lepas saja!”
Sandra membungkuk untuk melepas sepatu nya. Setelah itu dia merasa lega. Leon tersenyum, lalu dia juga melakukan hal yang sama, membuat Sandra menatap pemuda itu bingung.
“Kau melepas sepatumu, aku juga melepas sepatuku!” kata Leon. “Ini baru adil, bukan?”
Sandra terbahak senang.
“Nah, sekarang bisakah kita berdansa?” tanya Leon.
Sandra mengambil tangan Leon dan meletakkan di pinggang nya. “Ayo, dansa!”
Sesekali mereka bertubrukan satu sama lain dan menginjak kaki lawan nya.
“Auwww!” teriak Leon. “Kenapa kau menginjak kakiku?”
“Karena kau menghalangi jalanku!” kata Sandra.
“Kau seharus nya mundur.” Kata Leon. “Bukan nya maju!”
“Kau yang seharus nya mundur!” balas Sandra. “Lagi pula kau belajar dansa dari mana sih? Payah sekali!”
“Biar kau tahu, ini dansa pertamaku!” kata Leon.
“Pantas!” kata Sandra.
“Memang nya kau pernah belajar dansa sebelum nya?” tanya Leon.
“Tentu saja…” kata Sandra. “Belum. Hehehe… ini juga dansa pertamaku!”
Kedua nya pun terbahak berbarengan.
“Kita benar-benar payah!” kata Sandra.
“Ya!” kata Leon setuju.
Saat itu musik sudah berhenti.
“Seperti nya musik sudah berhenti!” kata Sandra.
Leon memeluk pinggang Sandra lagi dengan lembut. “Jangan bergerak! Kita berdansa seperi ini saja!”
Sandra merebahkan kepala nya di bahu Leon dan tersenyum.
Ya! Begini jauh lebih nyaman, kata Sandra dalam hati.
Setelah nya, Leon mengantar Sandra melihat-lihat rumah nya. Ketika malam sudah semakin larut dan Sandra ingin pulang, Leon mengatakan dia ingin mengantar nya.
“Lalu bagaimana dengan tamumu yang lain?” tanya Sandra.
“Kaulah tamuku!” kata Leon. “Tunggu sebentar!”
Leon bergegas ke lantai atas mencari-cari sesuatu. Ketika menemukan nya, dia mengambi nya dan kembali ke hadapan Sandra.
“Ini!” kata Leon sambil menyodorkan nya pada Sandra. “Pakailah!”
Sandra melihat sandal berbulu bergambar beruang di hadapan nya. “Aku tidak mau memakai nya!”
“Daripada kau mengenakan sepatu hak tinggi itu bukankah lebih baik pakai sandal ini?”
Sandra menatap Leon putus asa. “Apa tdak ada sandal lain?”
Leon tertawa. “Sebenar nya sih ada, tapi aku ingin kau mengenakan yang ini! Pasti cocok!”
“Kau mau mengerjaiku, ya?”
“Ayolah, Sandra!” kata Leon. “Anggap saja ini permintaan dari orang yang berulang tahun!”
Sandra memelototi Leon. “Baiklah!”
Leon melihat penampilan Sandra dari atas sampai bawah. Sandra jadi aneh dan lucu. Dan itu membuat Leon tertawa terbahak-bahak.
“Kalau kau berani tertawa lagi…” ancam Sandra lalu berjalan ke arah pintu depan.
“Ayo, pergi!” kata Leon
Sesampai nya di rumah, Sandra buru-buru membuka pintu penumpang. “Terima kasih ya, Leon.” Dia ingin cepat-cepat mengganti sandal konnyol itu.
“Sama-sama!” kata Leon. “Hari ini adalah pesta terbaik sepanjang hidupku!”
Sandra melangkah masuk ke rumah.
“Sandra!” teriak Leon. “Kau lupa sepatumu!”
Sandra berbalik dan mengambil sepatu hal tinggi nya dari Leon sambil menahan malu. “Bye!” kata nya.
Saat Sandra sudah masuk, tawa Leon tidak terbendung lagi.
“Malam ini kau kelihatan nya senang sekali, Leon!” kata Pak Budi.
“Ya!” jawab Leon sambil tersenyum.
“Syukurlah kau bisa bergembira!” Pak Budi merasa senang.
“Pak Budi!” kata Leon. “Aku tidak akan melupakan kejadian malam ini seumur hidupku!” 
-SEMBILAN
Sandra menguap lebar di kamar nya. Rumus-rumus fisika bertebaran di pikiran nya. Bagaimana aku menghafal semua nya? batin Sandra putus asa. Besok adalah ujiam terakhir semester ini.“Sandra!” teriak mama nya dari lantai bawah. “Telepon untukmu!”Sandra mengambil telepon yang ada di samping tempat tidur nya. “Halo!” kata nya sambil menguap.“Wah, kau kedengaran mengantuk!” kata suara di ujung telinga nya.“Leon!” kata nya tanpa semangat. “Ada apa menelepon?”“Aku hanya ingin menanyakan kabarmu!” kata nya. “Bagaimana hasil belajar nya?”“Payah!” jawab Sandra.“Kau mau aku membantumu ke sana?” tanya Leon.“Tidak-tidak!” bantah Sandra. “Aku kapok diajari olehmu. berada di rumah sakit.”Sandra tertawa.“Kenapa tertawa?” tanya Leon.“Aku hanya merasa lucu, karena untuk pertama kali nya aku liburan di rumah sakit. Pengalaman unik, lain daripada yang lain!”Leon ikut tertawa. “Aku selalu liburan di rumah sakit! Tapi rumah sakit tidak terlalu jelek kok, kau bisa makan di kantin yang tidak aka dua nya. Menggoda suster malam-malam dengan berkeliaran di lorong-lorong rumah sakit sambil membungkus tubuhmu dengan seprai putih.”“Wah, kelihatan nya menarik!” kata Sandra tertawa terbahak-bahak.“Percayalah! Aku pernah melakukan semua itu!” kata Leon tertawa jail.“Ternyata kau nakal juga ya!” kata Sandra. “Kau bisa melakukan apa pun yang kau inginkan di rumah sakit tanpa diomeli karena kau sedang sakit!”Leon terdiam lagi.“Ada apa?” tanya Sandra.“Hanya satu hal yang tidak bisa aku lakukan di rumah sakit!” kata Leon mengakui.“Apa?” Sandra penasaran.“Aku tidak bisa merasakan kehidupan normal seperti orang lain!” kata Leon jujur.Sandra menatap Leon dengan sedih dan menggenggam tangan nya. Hari ini Sandra berada di rumah Leon untuk bersama-sama kerumah sakit. Leon akan dioperasi minggu depan. Sandra menemui kedua orangtuapemuda itu.
“Terima kasih kau mau menemani nya di rumah sakit!” kata mamaLeon. “Leon terlihat gembira setiap bersamamu!”
“Oom, Tante.” Kata Sandra. “Saya ingin memohon satu hal!”
“Apa, Sandra?” “Sebelum saya membawa Leon ke rumah sakit, saya inginmembawa nya ke suatu tempat!”
Papa dan mama Leon terdiam.Sandra menunduk. “Saya mohon. Satu jam saja!”
“Baiklah, Sandra!” kata nya. “Kau boleh melakukan nya.”
“Terima kasih, Oom!” kata Sandra lega.
“Seharus nya Oom yang berterima kasih karena kau telah memberi kebahagiaan pada putra kami!” papa dan mama Leon tersenyum.
Sandra menggeleng. “Oom salah! Leonlah yang telah memberi saya sebuah kehidupan dan kebahagiaan! Putra Oom dan Tante adalah manusia yangistimewa. Saya permisi dahulu!”
Sandra meninggalkan kedua orangtua Leon yang sedang berpelukan. Lalu dia mengatakan keinginan nya pada Pak Budi yang akan mengantar mereka ke rumah sakit. Setelah itu Sandra menunggu Leon di ruang tamu.
“Kau sudah siap?” tanya Sandra ketika melihat Leon yang turun dari tangga.
Leon mengangguk.
Setengah jam kemudian, Leon menatap Sandra kebingungan.
Mereka berhenti di sebuah taman rekreasi.
“Kenapa kau membawaku kemari?” tanya Leon. “Bukankah kita harus ke rumah sakit?”
Sandra malah balik bertanya. “Pernahkah kau kemari?”
Leon menggeleng.
Sandra mengulurkan tangan nya. “Kemarin kau mengatakan bahwa ada satu hal yang tidak bisa dilakukan di rumah sakit. Kehidupan normal. Nah,Leon aku akan memberimu kesempatan untuk merasakan kehidupan normal selama 3600 detik di taman rekreasi ini.”
“Percayalah padaku!”
Leon melihat mata Sandta yang bersinar, lalu dia menyambutuluran tangan gadis itu.Ketika memasuki arena taman rerkreasi, Leon melihat sekeliling nya dengan senang.
Leon gembira Sandra mengajak nya kemari.Sandra menggenggam tangan nya dan langsung menuju sebuahkomidi putar. “Ayo, kita naik!”
Leon melihat keadaan sekeliling nya dan memprotes. “Tapi kebanyakanyang naik anak kecil!”
“Jadi kenapa?” Sandra mengangkat bahu nya. “Kalau kita mau main, sebaik nya kita main bersama. Aku tahu kau tidak bisa naik atraksi yang lain, tetapi aku bisa menemanimu main komidi putar ini!”
Leon tertawa dan akhir nya mereka bermain komidi putar sampai dua kali. Setelah itu mereka berfoto bersama di depan komidi putar. Sesaat sebelum mereka mengambil foto mereka, Sandra menjulurkan lidah nya dan menarik pipi Leon dengan kedua tangan nya. Kedua nya tertawa melihat tampang Leon ketika foto nya jadi sesaat kemudian.
“Kau benar-benar usil!” kata Leon. Tatapan Leon jatuh pada sekerumunan orang yang sedang mengantre di sebuah stand makanan. Mereka membawa kapas besar berwarna dadu dan memakan nya.
“Apa itu?” tanya Leon.
“Oh, itu gula kapas! Kau belum pernah mencoba nya?”
"Belum!” kata Leon. “Enak tidak?”
“Rasa nya manis. Mau?” tanya Sandra.Leon mengangguk.Sandra mengantar Leon ke sebuah bangku di bawah sebatang pohon yang rindang. “Kau tunggu di sini saja. Istirahat dulu. Aku akan antre disana!”
Leon memandang Sandra yang sedang mengantre. Lalu dia mengeluarkan kartu pos yang biru yang ada di tas nya dan mulai menulis sesuatu. Sandra, temanku yang paling baik…
Tak berapa lama kemudian, Sandra menghampiri Leon sambil membawa gula kapas berwarna pink.
“Coba rasakan!” kata nya pada Leon.
Leon mengambil sebagian gula kapas itu. “Enak! Manis!”
“Sekarang kita main apa lagi ya?” tanya Sandra. “Naik kincirsaja ya?”
Leon tertawa melihat antusiasme Sandra.
“Apa kau sudah mulai menikmati kehidupan normalmu?” Tanya Sandra.
“Ya!” “Kalau begitu rencanaku berhasil!” kata Sandra.Sandra membawa Leon berkeliling taman rekreasi. Ketika satujam berlalu, mereka kembali ke pintu keluar. Sebelum kembali ke mobil, Sandraberkata dengan serius.
“Leon, ada yang ingin kukatakan!” kata Sandra.
“Apa itu?”
Sandra menggenggam tangan Leon. “Saat kau dioperasi nanti,aku tidak mau kau takut pada apa pun. Kau tidak usah takut kehilanganku, Leon.Aku akan selalu menemanimu. Aku berjanji tidak akan kenapa-napa walaupun kautidak berhasil dioperasi! Aku mungkin akan sangat sedih, tapi aku yakin akubisa melalui nya! Jadi jangan khawatir dan lakukan saja operasimu dengan tenang.”
Leon tersenyum. “Aku tahu.”
Leon melepaskan pegangan tangan Sandra. “Aku juga tidak ingin kau takut kehilanganku. Sandra, apa pun yang terjadi aku akan selaluberada di sampingmu!”
Leon menujuk hati Sandra. “Aku akan selalu berada di sana!”
“Aku tahu!” kata Sandra berkaca-kaca.
“Terima kasih untuk rekreasi nya!” kata Leon sungguh-sungguh. “Ayo,kita ke rumah sakit sekarang!”
Sandra mengangguk. ***
Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, mereka tertawa riang.Leon tertawa mendengar lelucon Sandra. Lalu tiba-tiba dia merasa sesak napas.
Sandra sangat panik.
“Leon, kau kenapa?” Tanya nya gelisah.
“Sandra…” kata Leon lemah.
“Jangan berbicara, Leon!” kata Sandra. “Istirahatlah!”
Leon menggeleng. “Aku ingin kau tahu bahwa hari ini aku benar-benar sangat bahagia!”
Melihat muka Leon yang pucat, Sandra benar-benar ketakutan.
“Leon jangan berbicara lagi!” kata Sandra. “Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit! Bertahanlah!”
Leon menggenggam tangan Sandra. “Sandra, aku rasa waktuku telah tiba. Jangan sedih. Aku yakin kau akan baik-baik saja karena kaulah satu-satu nyateman terbaikku.”
Setelah itu Leon tidak sadarkan diri. “Leonnnn!!!!” Sandra menjerit keras.“Pak, cepat ke rumah sakit!” teriak Sandra pada Pak Budi.
Sepuluh menit kemudian mereka sampai di rumah sakit dan Leonlangsung dibawa ke ruang operasi. Orangtua Leon sudah menunggu di sana.Setelah satu jam, dokter keluar dari ruang
tersebut.Melihat ekspresi dokter tersebut, Sandra tahu bahwa Leontelah pergi. Mama Leon menjerit sambil menangis, sementara papa Leon memeluk istri nya dan ikut menangis.Sandra tidak percaya Leon sudah tiada. Satu jam yang lalu mereka berdua masih tertawa gembira. Kini Sandra tidak bisa mendengar tawa pemuda itu lagi. Para suster membawa tubuh Leon keluar dari ruang operasi,Sandra langsung menghampiri nya. Leon terlihat seperti sedang tidur.
Sandra meraih tangan Leon dan menangis keras-keras.
***
Tiga hari kemudian Sandra menghadiri upacara pemakaman Leon. Dia mengecat rambut nya kembali kewarna asli nya dan membersihkan kuku nya. Sebelum upacara pemakaman dimulai, papaLeon menghampiri nya.“Ada sesuatu untukmu!” Papa Leon memberikan kartu pos berwarna biru kepada Sandra. Sandra mengambil nya dan membaca nya.
Sandra, temanku yang paling baik…
Saat ini aku sedang mengingat pertemuan pertama kita di ruang musik. Saat kau masuk dengan rambut merahmu itu, aku tahu bahwa hidupku tidak akan sama lagi. Banyak sekali hal yang aku alami bersamamu. Menemanimu menjalani hukuman. Taruhan denganmu. Dansa pertama yang payah di hari ulang tahunku. Menjadi tertawaan orang-orang ketika aku mengenakan jaket merahmu yang konyol. Aku menyukai setiap detik nya.Dan aku juga menyadari satu hal lagi. Bukan perjalanan ke taman rekreasi ini yang membuatku hidupku normal, tetapi kaulah yang membuatku diriku menjadi normal. Aku bisa tertawa bersamamu setiap waktu.Terima kasih, Sandra,karena telah menjadi temanku dan telah menyediakan 3600 detik waktumu ini untukku. Aku tidak akan melupakan nya seumur hidupku.Berjanjilah kau akanselalu kuat walaupun aku tidak berada di sampingmu lagi. Kali ini aku meminta agar kau percaya padaku bahwa apa pun yang terjadi, aku selalu akan berada disampingmu.Aku sayang padamu,Sandra… 
Leon
Seusai membaca surat itu, air mata Sandra jatuh tak tertahankan. Tiba-tiba bahu nya disentuh oleh seseorang. Sandra melihat ibu nya berdiridi sisi nya. “Mama juga ke sini?”
“Mama ingin menghadiri pemakaman teman baikmu!”
Sandra terkejut sekaligus senang mendengar nya.
“Mama menyayangimu, Sandra!” lanjut Widia. “Kau tentu sangat sedih saat ini. Mama hanya ingin kau tahu, kapan pun kau membutuhkan Mama, Mama akan berada di sampingmu.”
“Terima kasih, Ma!” kata Sandra.
“Ada satu hal lagi!” kata Widia. “Papamu ada di sini.”
“Papa ada di sini?” tanya Sandra terkejut.
Mama nya mengangguk.Papa menyentuh pundak Sandra. Sandra menatap papa nya dan memeluk nya. Dia menangis tersedu-sedu.
“Papa ikut sedih, Sandra!”
“Dia teman terbaikku, Pa!” kata Sandra terisak-isak.
“Menangislah sepuas nya!” kata Papa.
Setelah beberapa saat, tangisan Sandra mereda. Papa tersenyum. “Bagaimana kalau kau tinggal bersama Papa?” Sandra melihat pusaran Leon di depan nya. Foto Leon yang sedang tersenyum memandang nya. Sandra tersenyum kembali.
“Aku tidak bisa pergi bersama Papa saat ini.” Kata Sandra.
Papa menatap Sandra dengan bingung.Sandra tersenyum lagi. “Ada hal yang harus aku lakukan.”
Sandra menjauhi kedua orangtua nya, ia melangkah mendekati papa Leon. “Oom, bisakah saya minta bantuan Oom?”
***
Setahum kemudian…
Sandra berdiri di depan makam Leon. “Hai!” kata nya. “Lama kita tidak berjumpa. Hari ini aku merindukanmu, jadi aku datang ke sini!”
Sandra meletakkan karangan bunga yang dibawa nya di atas makamLeon. “Kau pernah mengatakan bahwa suatu saat nanti aku akan tahu apa yang harus kulakukan dengan hidupku. Aku mengetahui nya di hari pemakamanmu! Aku ingin kau tahu bahwa kau telah memberiku dua hal penting. Seorang teman dan sebuah harapan.”
“Oleh karena itu aku bertekad ingin membagi apa yang telahkau berikan padaku kepada orang lain.”
Sandra melihat foto Leon lagi dan tertawa pelan.
“Oh ya, liburan kemarin aku pergi mengunjungi papaku di luar negeri. Papa tampak bahagia dengan kehidupan baru nya.menawarku untuk tinggal bersama nya lagi, tapi aku sudah memutuskan untuk tinggal di sini.”
Sandra melirik arloji nya. “Wah, gawat, aku terlambat masuk kuliah! Seperti nya kebiasaan burukku masih belum sembuh juga! Saat ini aku menjadi mahasiswa kedokteran. Aku ingin menjadi dokter. Aku ingin menyembuhkan orang-orang sepertimu. Di hari pemakaman aku meminta tolong pada papamu untuk memilihkan universitas kedokteran untukku. Dan di sanalah aku kuliah sekarang.
“Aku harus pergi. Aku akan menemuimu lagi, Leon.“Satu hal lagi!” kata Sandra. “Tahukah kau, betapa sulit nya kuliah kedokteran? Aku harus belajar siang malam. Untung sekali kau tidak perlu merasakan nya.” 
Sandra tertawa. “Kau mendengar semua yang kukatakan, bukan?” dalam hati Sandra merasa Leon telah mendengarkan nya.Sandra berbalik dan melangkah meninggalkan makam Leon. Tiba-tiba semilir angin menyentuh wajah nya. Sekuntum bunga melati melekat pada tangan nya.Sandra memandang nya dengan teliti.Tanpa sadar dia menghitung kelopak bunga nya.Genap. Ya.Leon mendengar semua ucapan nya. Sandra memejamkan mata nya, lalumendongakkan kepala nya ke langit.
“Aku tahu kau bersamaku di mana pun kau berada, Leon!”
                          Perlahan-lahan Sandra meninggalkan pemakaman itu sambil tersenyum.