Aninda Restiyani S |
PROLOG
Sosok
itu mengingatkanku pada seseorang yang
tak asing bagiku, entah itu benar atau salah. Rambutnya yang kaku, hidungnya
yang tidak terlalu mancung, dan kulit sawo matangnya benar-benar
mengingatkankanku pada sosok yang tak mampu kuingat. Tatapanya yang seakan
menusuk relung jiwaku itu membuat aku tak berkedip sama sekali seolah-olah
jantungku ini berhenti berdetak. Sungguh entah apa yang aku rasa, tak sengaja
perasaanku seperti tertusuk durI yang amat tajam hingga terasa perih dan air mataku
tak sengaja menetes. Hembusan angin dan dinginya air hujan semakin membuat aku
merasa tak kuasa menahan perihnya perasaaku. Aku bingung kenapa aku seperti
ini, kenapa aku merasakan hal yang sebelumnya tak pernah kurasakan, kenapa?
Kenapa? Siapa dia? Siapa lelaki itu? Hingga bus yang aku tunggu pun sampai dan
tanpa menunggu lama aku langsung masuk kedalam bus dan menenangkan perasaan
yang tidak jelas ini. Tuhan kenapa aku merasa seolah-olah aku mengenal lelaki
itu? Dalam hatiku aku bertanya-tanya, sekian lama aku hidup di kota Bandung aku
tak pernah merasakan hal semacam ini. Disaat aku putus dengan kekasihku pun aku
tak seperti ini, sungguh ini perasaan yang asing bagiku. Lelaki itu, sungguh
aku seperti mengenalnya, aku berpikiran kalau dia orang yang sangat penting
dalam hidupku. Tapi kenapa? Kenapa perasaanku mengatakan hal yang tidak sinkron
dengan otakku sendiri. Ini aneh. Benar-benar aneh. Aku terlarut dalam bayangan
pikiranku, tebakan-tebakan aneh yang menggelayuti otakku, hingga seseorang
menyadarkanku. “ Neng bangun neng, sudah sampai dikampus eneng.” Oh tidak!! Aku tertidur di dalam bus, sungguh
ini hal memalukan. Malu karena pak kenek sendiri yang membangunkanku setelah
sampai dikampusku. Tersadar akan hal itu aku sentak langsung berdiri dan berlari
masuk kedalam kampus dan dari kejauhan terlihat
pak kenek geleng-gelang kepala melihat tingkahku yangseperti anak-anak.
Tak sadar aku mengingat apa yang aku mimpikan tadi, mimpi yang sangat aneh
hingga membuat aku sangat menikmati mimpi itu dan seolah-olah aku mengalaminya
secara langsung. Siapa lelaki yang aku mimpikan tadi? Aku tak mengenalnya, sama
sekali tak mengenalnya. Lalu kenapa aku tadi menangis? Kenapa hati dan
perasaanku seperti ditusuk duri yang sangat tajam? huuuhhh yasudahlah, aku tak
mau memikirkan mimpi yang sangat buruk itu, sekarang waktunya serius untuk
mempersiapkan ujian skripsi. Semangat!!
Gerimis
mengguyur kota Bandung pagi ini, entah kenapa aku menjadi malas untuk berangkat
bekerja, aku hanya ingin berdiam diri dirumah dan bersantai dengan anggota
keluargaku. Dengan suami tercintaku dan dengan putra-putriku. Aku adalah
pasangan yang belum lama menikah, dan setelah menikah aku memutuskan untuk
tinggal disebuah desa sepi namun mempunyai pemandangan yang elok dan sejuk.
Setiap orang yang mengenalku selalu beranggapan bahwa aku adalah seorang ibu
yang tidak baik untuk anaknya. mereka wajar saja beranggapan seperti itu. Aku
sendiri telah menyadarinya.
Banyak
orang memanggilku Sofia, sosok yang sangat ramah terhadap semua orang yang
ditemuinya. Aku bekerja disebuah perusahaan yang cukup terkenal di kota
kelahiranku ini. Suamiku bernama Rama, ia bekerja di perusahaan yang sama
sepertiku, hanya saja kita mendapat jabatan yang berbeda. Aku sebagai secretary
dan suamiku sebagai wakil manager. Sebab itulah yang mebuatku tak sering
melihatnya, hanya pada saat dirumah aku bisa melihatnya sepuas hatiku.
aku
juga bersyukur karena aku telah dikaruniai anak kembar, mereka bernama Rifka
dan Rifki. Sekarang mereka berumur 2 tahun, yang cukup membuat aku menyesal
hanya satu yaitu aku tidak mempunyai banyak waktu untuk mereka, aku dan suamiku
selalu pulang malam karena urusan kantor . Itulah mengapa kebanyakan tetanggaku
beranggapan kalau aku bukanlah seorang ibu yang baik untuk kedua anakku.
“
Pagi sayang, hari ini kamu nggak berangkat kerja?” tanya suamiku setelah
melihatku ditaman rumah.
“
nggak kok, aku lagi pengen libur kerja, pengen kumpul-kumpul sama kamu dan
anak-anak”.
Tanpa
diminta, suamiku langsung duduk disampingku dan merangkul pundakku. Rasanya
lama sekali aku tak merasakan rangkulannya, hangat tanganya yang selalu membuat
aku merasa tenang dan nyaman. Dulu waktu pertama kali kami menikah, suamiku
selalu menemaniku bercerita di sore hari, apalagi waktu aku hamil muda, suamiku
sangat memanjakanku. Tapi sekarang semua itu tidak lagi, karena kami sekarang
disibukkan oleh pekerjaan kami masing-masing. Tanpa aku sadari aku mulai
membicarakan hal-hal yang tidak pernah ingin didengar lagi oleh suamiku . Tapi
aku sangat menyukai hal itu.
“Pa. . ingat nggak yang dulu?” sambil menatapnya.
****
Kringg..
kringg.. kringg.!! Bel tanda istirahat berakhir menyadarkan aku dari tidur
siangku. Seperti biasa aku selalu menyempatkan diri untuk tidur siang meskipun
itu di sekolah maupun di rumah. Aku selalu menolak kalau teman-temanku
mengajakku pergi ke kantin atau kemanapun itu buat ngecengin kakak kelas.
“ aku males banget tau, ngapain juga ngecengin kakak kelas. Emang kakak kelas ada yang keren?” itulah
jawaban pertamaku yang selalu aku umpatkan ke teman-temanku.
aku
adalah siswi baru SMA Negeri 1 Bandung. Mamaku memilihkan sekolah ini karena
kata mama sekolah ini adalah sekolah paling begengsi di sini. Awalnya aku nggak
mau sekolah disini, menurutku sekolah disini membuat aku pusing karena setiap
aku melihat anak-anak ceweknya yang menurutku sok modis itu keluar dari gerbang
sekolahnya semasa aku masih duduk dibangku kelas sembilan SMP.
“
ma, aku nggak mau sekolah disana ma? Mama nggak tau kan anak-anak ceweknya SMA
itu sok modis, sok cantik, dan aku nggak suka ma”
“pokokya
mama pengen kamu sekolah disitu. Titik!”
Mengingat hal itu aku semakin sakit hati. Bagaimana
tidak? Aku memohon sama mamaku dan mamaku nggak mempedulikan aku sama sekali. You just doing noting! Akhirnya aku
menuruti apa yang menjadi mimpi mamaku, aku bersekolah disekolah yang menurut
mamaku ini paling bergengsi se antero kota Bandung.
Awalnya aku nggak mau masuk sekolah. boro-boro masuk sekolah, buat MOS(Masa Orientasi Siswa) aja aku
malas. Tapi setelah kupikir-pikir dengan matang, aku tak mau membuat hidupku
nantinya akan menderita hanya karena aku nggak mau sekolah disini. Dengan cuek
aku masuk sekolah, dan lama-lama aku merasa have
fun dengan keadaan disekolahku. Sekolah yang yah, menurutku cukup sejuk dan
nyaman. Ada benarnya juga kata mama, pantas saja kalau sekolah ini dikatakan
sekolah yang bergengsi. Bagamana tidak, sekolah ini tidak hanya terlihat megah
diluarnya saja, di dalamnya pun bangunanya sangat megah, semua fasilitas ada
disekolah ini, mulai dari fasilitas untuk pendidikan sampai untuk hal yang
menurutku kurang penting sih.
Dengan kesibukan yang begitu luar biasa dan tugas-tugas
yang tiada habisnya, mana mungkin ada watu buat nge gym? Karena disekolah ini
juga disediakan tempat untuk nge gym,
katanya sih buat murid-muridnya berolahraga. Padahal disini juga sudah ada
lapangan baket, lapagngan tenis dan kolam renang.
Terkadang aku juga merasa bersyukur karena aku terlahir
dari keluarga yang, yaahh, cukup
mampu. Hingga kedua orang tuaku mampu menyekolahkanku di sekolah ini, tapi satu
hal yang aku benci. Dengan sekolah disini aku jadi jarang malah tidak bisa sama
sekali bercengkerama dengan sahabat-sahabatku di SMP dulu. Bagaimana tidak, aku
sekarang sangat disibukkan dengan kegiatan-kegitan disekolah, sementara tak ada
satu pun teman-temanku dari SMP yang
bersekolah disini.
Satu kegiatan yang tak pernah aku tinggalkan. Tidur! Iya
tidur adalah hal yang sampai sekarang masih tertanam di dalam jiwaku. Seperti
sekarang ini, di jam istirahat aku selalu tidur, meskipun aku hanya 30 menit
beristirahat. Dan terkadang sampai guruku yang membangunkanku karena temanku
tak mampu membangunkanku, mungkin karena aku cukup terlelap.
“ Woy, Sofi. Bangun. Udah bel tuh” kata vika
menepun-menepuk pundakku.
“ Iya iya, ini juga udah bangun kok” jawabku.
Vika adalah satu-satunya teman yang care banget sama aku, cewek yang menurutku agak centil dan suka
banget sama yang namanya ngecengin
kakak kelas. Mungkin dia sekarang sudah punya pacar dan mungkin juga udah
berganti-ganti pacar. Vika mempunya keluarga yang nggak jauh-jauh amat dengan
keluargaku. Hanya saja orang tuanya sekarang udah bercerai dan ia tinggal
bersama mamanya. Aku sering banget ke rumahnya hanya untuk sekedar bermain-main
dan mungkin cukup untuk mengerjakan tugas sekolah. Meskipun begitu, aku tak
menganggapnya seperti cewek-cewek kakak kelasku yang sok modis itu, hanya saja
ia mempunyai kesamaan dengan mereka yaitu “ sama-sama kegenitan kalau liat
cowok cakep maupun biasa aja”
“ Emangnya habis ini pelajaranya apa Vik? Tanyaku
“ Biasalah, bahasa inggris.”
Temen-temenku banyak yang bilang kalau aku termasuk cewek
yang pinter. Tapi aku paling dodol kalau dihadapkan dengan pelajaran bahasa
inggris. Mungkin emang aku terlahir sebagai orang yang nggak bisa bahasa
inggris, bukanya nggak bisa sih, hanya saja aku malas dengan pelajaran bahasa
inggris. Tidak hanya susah tetapi gurunya yang selalu membuat mood ku down. aku sering dijukuli
ahli matematika, katanya sih aku paling jago sama yang namanya pelajaran itung-itungan. Mungkin keahlian itu
diturunkan dari mamaku yang emang benar-benar mahir dalam matematika dan
sejenisnya.
Seperti biasanya, pantang namanya aku mendengarkan ocehan
guruku bahasa inggris. Entah apa yang dibicarakan aku tak paham sama sekali.
Metode pembelajaran yang digunakan bu Eni ini sangat membingungkan. Bagaimana
tidak, ia selalu speaking english saat mengajar dan itu membuat aku semakin
pusing mendengarnya. Biasanya kalau mau ulangan atau kalau pelajaran udah usai,
Vika selalu menjelaskan ulang pelajaran beliau karena Vika adalah murid yang
paling jitu dalam hal English. Aku selalu paham ketika Vika
menjelaskan ulang kepadaku, entah karena ia teman ku atau karena aku tak
menyukai bu Eni, guruku yang paling menor
dalam hal berdandan.
“ Kamu nanti langsung pulang sof?” tanya Vika
“Iyalah, biasanya gimana”.
Hari ini kebetulan pelajaran terakhir adalah pelajaran
bahasa inggris, jadi dengan kepala yang sepanas ini aku akan segera pulang dan
mendinginkanya dengan melanjutkan tidurku dibawah pohon besar depan rumahku.
Sengaja aku menolak tawaranya Vika untuk dijelaskan ulang mengenai pelajaran
bahasa inggris tadi karena aku sudah merasa panas dan pusing. Aku hanya cukup
untuk tidur dan dengan sendirinya aku akan tenang. Entah kenapa, dari kecil hal
yang paling aku sukai adalah tidur. Disetiap aku menghadapi masalah aku harus
tidur, tidak hanya itu, setiap aku dimarahi orang tuaku aku juga tidur dan
disaat aku bersedih hingga menangis, pada akhirnya aku akan memutuskan untuk
tidur.
Hari ini terasa sangat panas, tapi aku tak terlalu
memkirkanya. Hal yang paling membuat aku tidak suka yaitu menunggu sopirku
menjemputku. Pak lukman adalah sopir kesukaan papaku karena ia telah lama
menjadi sopir pribadi papaku dan sekarang menjadi sopir pribadiku. Emang sih
pak lukman itu baik, sopan, dan jujur. Tapi satu hal yang tak ku suka, ia agak lemot saat menjempuku. Aku menyuruhya
untuk menjemputku jam 4 sore, eh sampai sekarang belum juga sampai di sekolah,
padahal aku udah lama banget nunggunya.
Meskipun cuaca hari ini sangat panas, tetap saja ada
anak-anak cowok yang main basket. Dari pada menunggu pak lukman yang belum
jelas datangnya jam berapa, aku memutuskan untuk menunggunya dan duduk dibawah
pohon besar di sekolahku. Pohon itu sangat rindang, di bawahnya ada tempat
duduk yang sengaja dibuat untuk bersantai dan melihat-lihat pemandangan
disekolah.
Tanpa sengaja mataku mengarah ke anak-anak cowok yang
lagi main basket, dan seperti biasanya mereka semua adalah kakak tingkatanku.
Wajah-wajah mereka tak asing bagiku karena aku sering melihat mereka bermain
basket se pulang sekolah. Mataku mengarah pada sesosok yang belum pernah aku
lihat sebelumnya. Terbersit tanya dalam benak ku.
“ Siapa ya? Kok wajahnya asing”. Tanyaku dalam hati.
Aku melihat cowok itu dan terus memandanginya, ia tak tau
kalau aku sedang memandanginya. Aku belum pernah melihat permainan basket se-keren
itu sebelumnya, tubunya yang jangkung, rambut yang menurutku kaku, entah itu
karena minyak rambut yang ia pakai atau asli. Aku terlarut dalam pandanganku,
sungguh permainan basket yang sangat keren. Dalam beberapa menit ia mampu
memasukkan bola ke ring nya.
“Non. . non sofia”. Panggil pak Lukman
“Oh,oh iya pak”. Terkaget karena terlalu memandangi kakak
kelas yang lagi main. “ kok lama banget sih pak, pasti lupa ya!”
“ Hehe, iya non. Saya ketiduran”. Jawab pak Lukman
“ Yasudah, jangan diulangi lagi ya pak”.
Aku masuk mobil dengan masih memandangi kakak kelas yang
asing tapi keren menurutku. Setelah duduk didalam mobil aku terus membayangkan
wajahnya, meskipun kurang jelas karena tadi aku liatnya dari jauh, tapi aku
cukup tau kalau dia mempunyai kulit sawo matang. Menurutku wajahnya sangat
oriental, nggak ngebosenin. Haduuhh,,, kok aku sok tau gini sih.
“Non, udah sampai non.” Ucap pak Lukman.
Karena sedang melamun dan memikirkan hal tadi, aku jadi
terkaget untuk kedua kalinya dengan ucapan pak Lukman. Dengan riang aku masuk
rumah dan langsung masuk ke kamarku. Semula aku berencana untuk tidur dibawah
pohon depan rumahku, tetapi setelah kejadian tadi aku jadi merasa malas untuk
tidur. Sungguh ini satu kejadian yang mampu membuat aku malas tidur.
Aku memandangi dinding-dinding atap kamarku, sengaja aku
menghiasinya denga awan-awan putih berkombinasi biru biar terlihat agak terang,
karena di kamarku hanya ada dua jendela kecil dan itu tidak cukup untuk membuat
kamarku menjadi terang di siang hari. Aku juga menghiasi dinding-dinding
kamarku dengan lukisan old traford. Tau kan old traford? Old traford itu
lapangan Manchester United atau familiar dengan MU. Selain itu juga ada lukisan
lambang MU. Aku sangat suka sepak bola dan satu tim sepak bola yang aku sukai
adalah Manchester United dari Inggris.
Tidak hanya kamarku yang aku penuhi dengan gambar-gambar
tentang Manchester, sprei ku pun
adalah Manchester, jadi semua yang ada di kamarku adalah penuh dengan
manik-manik Manchester United.
“ Sayang, sudah pulang?” terdengar suara dibalik pintu
kamarku.
“Loh, kok mama sudah dirumah? Nggak ke kantor?” tanyaku
“ Nggak kok, mama lagi kurang enak badan”. Jawab Mama
“Oh, gitu ya ma. Yaudah yuk sofia pijitin ma”. Tawarku.
Aku termasuk anak yang tomboi, katanya. Aku juga termasuk
anak pembangkang, katanya. Kata mama maksutku. Tapi meskipun begitu aku tak
pernah merasa tega jika melihat orang tuaku sakit, apalagi mamaku. Setiap mama
bilang kalau ia lagi pusing, atau pun lagi sakit apapun aku selalu menawarkan
diri untuk membelikan obat lah, membuatkan ia teh hangat dan yang pasti
menawarkan pijitan. Yah, meskipun katanya pijitanku adalah pijitan yang amat sangat
nggak enak.
Sebenarnya aku sangat lelah karena aku sampai dirumah
pukul 5 sore, tapi aku menawarkan diri untuk memijiti mamaku karena aku pun
juga punya satu alasan yang pasti selain aku tak tega melihat mamaku sakit.
Sebenarnya aku ingin menceritakan kejadian sore tadi kepada mama, tapi aku
bingung mau bercerita. Meskipun aku dekat dengan mama, tapi aku jarang sekali
bercerita dengan beliau apalagi mengenai cowok. Yang sering aku ceritakan
adalah Vika. Aku takut kalau mama memarahiku kalau aku bercerita denganya.
“Udahan ya ma, sofia belum mandi nih”. Tanyaku
“ Iya nak, mandi dulu sana anak mama, bau”. Jawab mamaku
sambil tersenyum.
Sebelum mandi aku kembali tidur diatas kamarku dan
memandangi dinding atap kamarku. Kembali aku mengingat kejadian tadi. Sungguh
aku membencinya, tapi aku menyukai kejadian tadi. Kejadian yang selama 6 bulan
di SMP itu belum pernah aku alami.
“Sungguh aku bisa gila mengingatmu”. Umpatku pada diriku
sendiri.
Aku memutuskan untuk segera mandi, karena masih banyak
tugas yang harus aku selesaikan buat besok. Aku tidak membutuhkan waktu lama
untuk mandi. Kenapa? Kata mama aku sukanya mandi bebek yaitu mandi super kilat
dan amat cepat.
“Untung kamu terlahir berkulitputih ya sayang. Kalau
nggak mama nggak tau kamu bakal seperti apa”. Kata mama dulu saat tau aku
mandinya Cuma butuh watu 5 menit dan paling lama 10 menit.
Malam ini seperti malam-malam sebelumnya, dihadapkan
dengan buku pelajaran yang membuat pikiran menjadi pusing tapi juga
menyenangkan. Banyaknya tugas-tugas yang diberikan oleh guruku hanya satu yang
membuat aku semangat untuk mengerjakanya, yaitu matematika. Selain itu yahh,
lumayan lah. Asalkan nggak ngerjakan bahasa inggris. Kalau tugas bahasa inggris
memang aku sengaja menyerahkanya kepada teman sejatiku, Vika.
Ditengah-tengah mengerjakan tugasku, kembali tersirat
dalam pikiranku tentang kejadian sore tadi. Sungguh, wajah itu membuat aku
gila, padahal dilihat secara nyata nggak seharusnya aku berpikiran berlebihan
seperti ini. Jelas-jelas aku belum pernah melihatnya, wajahnya begitu asing
bagiku, dan aku baru sekali melihatnya, masak iya aku langsung mengaguminya?
Masak iya aku menyukainya? It’s
impossible!
Seketika
itu aku melihat ponselku, dan aku berpikir. Kenapa aku melihat ponselku? Toh
selama ini aku nggak pernah SMS-an ataupun BBM-an. Meskipun aku mempunya handphone yang nggak kalah canggih
dengan handphonya temanku, tapi aku sama sekali tak pernah menggunakanya untuk
hal-hal semacam itu. Maksutku untuk SMS-an dan semacamnya. Alasanya cukup
sederhana, karena aku malas dan aku nggak punya waktu untuk hal yang kurang
penting seperti itu.
“Pliss, kamu jangan berpikiran yang aneh-aneh sofia,
sadarka dirimu”. Ucapku pada diriku sendiri.
Terngiang dalam pikiranku untuk mencari informasi tentang
kakak kelasku itu. Mungkin dengan cara seperti itu aku akan mengenalnya dan aku
akan tau siapa dia sebenarnya. Karenan memikirkan hal itu aku menjadi tidak
terfokus dalam mengerjakan tugasku. Kemuda]ian aku membiarkan tugasku belum
terselesaikan dan lebih memilih untuk mendengarkan lagu-lagu dalam laptopku.
Biasanya aku membuka laptop ketika aku mendapatkan tugas bahasa indonesia,
karena guru bahasa indonesiaku selalu memberi tugas untuk membuat sesuatu yang
berhubungan dengan ketikan. Entah itu surat resmi, surat dinas, lamaran
pekerjaan ataupun yang lainya. Karena tidak biasa mendengarkan lagu-lagu slow , jadi aku langsung mengantuk dan
tertidur pulas tanpa membereskan buku-buku yang berserakan di atas kamarku. Aku
tak mempedulikanya lagi.
“ Ya ampun sofia, kamar kamu berantakan sekali”. Teriak
mama
Mama tidak ada bosan-bosanya membangunkanku setiap pagi,
padahal aku sudah besar dan aku yakin aku bisa bangun tidur sendiri tanpa harus
dibangunkan mama lagi. Tapi mama selalu nggak percaya ketika aku berbicara
seperti itu, karena mama selalu beranggapan kalau aku adalah anak kecil dan
mungkin ini semua adalah efek dari aku adalah anak semata wayangnya mama.
Dulu kata tetanggaku, aku punya seorang kakak perempuan.
Keadaan mama yang dulu pun stidak jauh berbeda dengan keadaan mama yang
sekarang. Hanya saja mama yang sekarang mengurangi kegiatanya di kantor, yang
semula mama selalu pulang malam, sekarang mama selalu pulang sore. Karena
papaku sekarang dipindah tugaskan diluar kota, hal itu semakin membuat mama
merasa nggak tega untuk membiarkanku dirumah tanpa dirinya. Yah, meskipun
dirumah ada bi Imah, pembantuku yang sangat lembut dan medok.
Kakak
ku bernama Silfia,kata tetangga, dulu
kakak ku sangat cantik bahkan lebih dan lebih cantik dari aku meskipun dulu dia
masih kecil. Dulu kakak tinggal bersama nenek karena mama dan papa belum
mempunyai tempat tinggal baru. Karena mama sangat sibuk dengan pekerjaanya,
mama sampai tidak punya waktu yang lebih buat kakak.
Waktu itu kakak sedang bermain ditaman depan rumah bersama
nenek, tidak sengaja kakak terjatuh saat bermain di perosotan. Karena nenek
yang sudah tua, ia bingung dan ditaman kebetulan waktu itu lagi sepi. Akhirnya
nenek telephone mama dan kebetulan sekali mama waktu itu lagi rapat dan tidak
bisa mengangkat telephonya. Dengan langkat cepat nenek menelephon pamanku yang
bekerja dirumah sakit dan pama langsung mengirimkan ambulance ke taman.
Entah bagaimana kakak ku terjatuh hingga ia mengeluakan
banyak darah di bagian kepalanya. Mungkin karena sudah terlalu lama untuk
menunggu ambulance atau mungkin sudah takdir kakak ku, sesampainya di rumah
sakit kakak ku sudah tidak bernyawa lagi. Dan hal itulah yang membuat mama ku
sadar dan mungkin takut untuk kehilanggan anaknya lagi.
Mama selalu menjagaku dan memberikan apa yang aku minta,
apalagi papa. Papa akan membelikan sebuah kado yang tidak hanya harganya yang
mahal, tetapi juga dalam jumlah banyak ketika pulang dari luar kota, aku merasa
beruntung terlahir dari orang tua seperti
meraka, yang amat sangat mennyayangiku. Tapi terkadang aku juga sedih karena
aku seering melihat mama merasa sedih ketika aku dan papa lagi nggak ada
dirumah. Mungkin mama kangen sama kak Silfia.
Waktu itu aku sedang kerja kelompok untuk tugas kesenian
dan papa sudah berangkat ke luar kota. Aku mengira mama akan pergi ke rumah
temenya hanya sekedar untu mengobrol, tapi ketika aku sampai dirumah, mama
duduk di kersi taman dan melamun disana sambil menerawang jauh melihat bintang
yang berkerlap-kerlip. Tanpa sengaja aku melihat mama meneteskan air mata, aku
nggak tau apa yang sedang dipikirkan mama, entah itu karena ia kesepian atau
karena ia merasa sangat menyesal dulu karena telah mementingkan pekerjaanya
dari pada anaknya. Kakak ku.
Aku selalu berharap agar mama tak bersedih lagi, jadi aku
juga harus menjaga diriku sendiri dan aku tak mau membuat mama bersedih apalagi
menangis hanya karena aku.
“Jangan sedih lagi
****
“Hmmm. . siapa sih pagi-pagi begini ada yang telephone”.
Dering telephon pagi itu membuatku kaget dan terbangun
dari tidur lelapku. Mungkin aku sangat lelah karena sekarang aku telah duduk
dibangku kelas XII SMA. Bagaimana tidak, aku bersekolah di sekolah yang
termasuk sekolah favorite. Dulu waktu aku masih duduk dikelas X dan XI SMA
tugas aja udah numpuk dan emang dulu aku nggak peduli dengan semua tugas itu,
tapi sekarang apakah aku harus cuek lagi dengan segala tugas-tugas yang
membebani itu? Rasanya tidak.
“Hmm, halo . . oh iya gampang lah, nanti sepulang sekolah
ya”. Jawabku mengangkat telephonya.
Dengan malas aku bangun dari tidur dan menuju lemari es untuk
mengambil minuman. Tubuhku yang jangkung telah kujaga keseimbangannya agar
tubuhnya tetap terlihat jangkung tapi nggak krempeng
. setiap pagi setelah bangun tidur aku selalu meminum susu atau pun air
putih, dan aku tak pernah lupa untuk memakan buah sebelum aku mandi. Kebiasaan
yang aneh.
Tak lama setelah itu, aku melirik jam dindingnya yang ada
di dapur. Kulihat pukul 6 pagi, dan aku
dengan santai menuju kamar mandi untuk mandi dan bergegas untuk berangkat
sekolah. aku adalah typical cowok yang rajin banget sama yang namanya
mandi. aku akan berjam-jam di kamar mandi hanya untuk diam melamun atau entah
mandi yang sesungguhnya.
“ Angga, kalau mandi jangan lama-lama ya, ini bajumu udah
mama siapkan”.
“Iya ma, santai saja lah”. Jawabku
Seperti biasanya mamaku selalu menyiapkan baju seragamku.
karena aku termasuk anak yang dimanjakan
oleh mama. Wajar saja aku anak semata wayangnya. Mama selalu menyiapkan sarapan
yang super lezat untuk ku , karena menurut mama, aku adalah hal yang paling
diutamakan dalam hidupnya. Dan selain itu, tugasnya hanyalah menjagaku dan
tanpa melakukan sesuatu apapun karena papa menyuruhnya untuk tidak bekerja dan
tetap menjaga putra semata wayangnya.
Tepat pukul 7 aku baru selesai mandi dan segera
menggunakan seragam. Untung saja sekarang aku masuk siang jadi aku tak perlu
khawatir. Tanpa banyak tingkah aku langsung di depan cermin yang ada dikamarku,
dikamarku tak ada hal menarik dan cukup simple.
Hanya ada satu almari berkaca dan sebuah gambar dari pemain Manchester
United, yaitu Van Persie.
tak lupa aku menggunakan minyak rambut untuk membuat
rambutku menjadi kaku dan sampil memandangi wajah didepan cermin sambil
tersenyum cool. Dengan cepat aku memasukkan
buku-buku pelajaran yang entah benar atau tidak itu adalah pelajaran untuk hari
ini. Di tas merahku kumasukkan juga sepasang kaos.
“Pagi mama”. Sambil mengecup kening mama
“Kok kamu siang amat bangunya, udah tau kalau kamu
mandinya lama”. Tanya mama
“ Hehe, kan aku masuk siang ma” jawabku
Seperti biasa aku selalu sarapan dan tanpa pernah
meninggalkan itu meskipun dalam keadaan yang mendesak. Karena aku beranggapan
kalau makanan itu adalah hal yang paling utama, terutama sarapan. Tanpa sarapan
aku akan merasa loyo, apalagi aku sangat suka berolahraga. Makanan yang paling
aku suka adalah roti bakar, aku selalu sarapan dengan roti bakar dan tak pernah
bosan dengan itu. Selain itu, aku juga tidak akan melupakan minuman kebangsaanku.
Susu.
Aku lebih suka makan dirumah dari pada makan bersama
teman-temanku, karena menurutku makanan diluar rumah itu belum tentu sehat
untuk dirinku, selain itu juga mama ku adalah alasan utama untuk tidak makan
makanan diluar rumah. Menurutku masakan mama adalah the
best dan tak akan pernah tergantikan.
“Ma, aku udah selesai makanya. Berangkat dulu ya mama
sayang”.
“ Iya, nak. Hati-hati ya.” Ucap mama
aku berangkat sekolah menggunakan motor, terkadang aku
menggunakan mobil. Dibandingkan dengan mobil, aku lebih suka menggunakan motor ninja karena dengan itu aku merasa lebih
Pede dan merasa cool. Ninja warna merah yang ku gunakan itu membuat para
kaum hawa melihatku begitu keren, tidak hanya itu, penampilan selalu membuat
cewek-cewek disekolahku terkagum-kagum. Tubuh jangkungku, kulit sawo matangku
yang sangat oriental.
Tidak seperti kebanyakan cowok-cowok di sekolahku, aku bukanlah
typical cowok yang genit dan suka
nggodain cewek, aku termasuk cowok cuek dan stay cool. Itu mengapa banyak cewek yang ngejar-ngejaur ku dan kepengen
jadi pacarku ataupun cukup dengan gebetanku. Tapi hal itu tak membuat hatiku
tersentuh dan ingin membalas perasaan para cewek itu, malahan aku tetap cuek
dan nggak mau peduli sama yang namanya cewek genit.
“ Hai Angga. .” sapa cewek super imut
disekolahnya.Anisa.
“Hmm . .” respon ku dengan cuek
Hal utama yang kulakukan setiba disekolah adalah menuju
di taman belakang sekolah, bukan menuju kelas untuk meletakkan tas. Entah apa
yang membuatku sangat menyukai taman belakang sekolah ini, padahal taman ini
sangat sepi dan sangat jarang ada murid yang kesana. Padahal disana hanya ada
satu tempat duduk yang terbuat dari ukiran kay panjang yang hanya cukup
ditempati oleh dua orang saja, bunga-bunga yang cukup untuk hidup disana dan
tak ada satu bungga pun yang menarik.
“Hmm enak banget udara disini”. Gumamku dalam hati.
Sambil menerawang jauh aku memikirkan hal yang menurutku
penting, ebtah itu mengenai kelanjutan sekolahku atau entah untuk apa. aku ingat pesan ayahn
kalau dia ingin membahagiakan mama , aku harus menjadi orang yang sukses. Dan
satu hal yang sangat pentingm, dalam mencapai kesuksesan itu bukanlah hal yang
mudah, “jangan buat hidupmu sia-sia dengan kamu melakukan hal yang sia-sia
juga”. Kalimat itu selalu terngiang di dalam pikiranku disaat aku sedang
sendiri ataupun sedang dalam ada masalah. Aku selalu ingat ayah, , ayah yang
selalu menginginkan apa yang terbaik untuk dirinku.
Kring..kring..kring!
Bel tanda pelajaran kedua berbunyi, karena aku masuk
siang akhirnya aku segera bergegas menuju ke kelas. Dan tak menghilangkan ciri
khasku yaitu santai stay cool. Aku berjalan
menyusuri koridor yang sepi dan hanya terdengar suara hentakan sepatuku,
kemudian aku menaiki tangga karena kelasku
di lantai dua. Yaitu kelas XII IPA 5.
“Angga, kok kamu baru masuk?” tanya pak Pri, guru fisikku.
“Loh, katanya kan masuk siang pak”. Jawabku tanpa dosa
“ Kamu ini mimpi ya, kamu ini sudah kelas XII masih saja
mengharapkan masuk siang. Yang masuk siang itu kelas X”. Ucap pak Pri mengamuk
Tanpa disuruh Aku langsung menempati tempat dudukku, aku
tak merasa bersalah karena aku kemarin mendengar pengumuman kalau anak kelas
XII masuk siang. Disampingnku ada Rudi, teman sebangkuku sejak kelas X. Seperti
biasa, Rudi yang pemalu dan penakut emberi tahu ku kalau mungin dia salah
mendengar pengumuman, karena memang kelas X dan kalas XI lah yang masuk siang.
“Sial” ucapku
Aku adalah anak yang biasa-biasa saya, aku tidak termasuk anak yang pandai kecuali pada
pelajaran bahasa inggris. Menurutku bahasa inggris itu enak asyik, dan mudah
dimengerti. Aku suka mempelajari bahasa inggris karena aku suka main game, dan tanpa tau bahasa inggris aku akan susah untuk memainkan game itu. Selain itu, aku sangat suka
melihat film-film dari luar negeri sehingga aku dapat dengan mudah mempelajari bahasa
inggris itu.
“Heh, kamu jangan melamun dong”. Tegur Rudi
“Aku males tau pelajaran kayak ginian”. Bantahku
“Begitu ya, iya deh” jawab Rudi dengan wajahnya yang
melas
“Ya, nggak usah cerewet.” Tukasku
Pulang sekolah aku tidak langsung pulang, karena aku mempunyai
janji dengan temannku untuk bertanding main basket dengan sekolah yang lain. aku
sengaja membawa kaos basketnya bertujuan agar aku tak perlu pulang hanya untuk
mengambil kaos itu. Setelah keluar dari kelas ia menuju kelas Tom, teman basketku.
“Woy, jadi?” tanyaku
“Iyalah, jadi.” Jawab Tom
Tanpa banyak ngomong, ternyata Tom sudah menghubungi
teman-teman basket mereka yang lain untuk bermain basket melawan sekolah lain.
kali ini permainan akan dilakukakn di lapangan basket sekolah yang menantang.
Banyak sekali tim basket sekolah lain
yang ingin menantang tim basket sekolahnya Angga, karena timnya terkenal
sebagai tim juara Nasional. Jadi tak heran jika mereka sampai menolaknya untuk
bermain.
Anggota tim basket sekolahnya berkumpul di samping koridor
sekolah, disana hanya ada mereka dan tak ada yang lain. seperti biasa, aku sebagai
ketua tim basket sekolahku selalu
memberikan motivasi kepada teman-temanya agar melakukan yang terbaik disaat
bermain. Dan satu yang selalu kuingatkan..
“Teman-teman, meskipun kita juara Nasional, tapi satu
yang haru kalian pegang, jangan menrendahkan dan menyepelekan musuk. Ok!”
Aku dan teman-teman telah
menyiapkan semuanya, meskipun lawanku itu tim yang mungkin jauh dari merekam,
mereka tak pernah menyepelekan. Dengan langkah yang pasti aku melangkah keluar
dari koridor dan menuju ke tepat parkir. Kali ini mereka tidak menaiki motor
masing-masing, melainkan menggunakan mobilnya Tom, karena sekolahku tim
penantang lumayan jauh dari sekolah.
Kita memasuki
mobil dengan semangat untuk bermain, dan dengan penuh suka ria. Aku dan mereka
selalu berpikiran positif untuk menang dan juga yakin kalau mereka pasti akan
menang,
“ Yuk berangkat coy.” Ucap salah satu dari temanku.
Didalam mobil kita mendegarkan musik dari avenged sevenvold dengan keras, kita
sering melakukan itu untuk mengurangi mental kita yang down dan menyemangati
mental kita sendiri saat bertanding. Aku yang mengajarkan trik ini untuk
teman-temanku. Aku ingat kata mama, kalau aku akan menghadapi sesuatu yang
penting bagiku dan kalau akubakalan nggak percaya diri, aku harus menstimulus
otakku dengan hal-hal yang aku sukai. Berhubung aku sangat cinta dengan
lagu-lagu barat, so aku selalu dengerin lagu-lagu itu.
Di dalam mobil kita nyanyi keras-keras untuk
menghilangkan beban kita masing-masing, karena untuk bermain basket nggak boleh
menanggung beban. Apalagi beban hidup.
****
Embun pagi terasa amat indah seindah hatiku saat ini.
Entah kenapa setelah bangun tidur aku bergegas untuk mandi dan anehnya sekarang
aku tidak lagi mandi bebek tetapi mandi bidadari. Aku mandi 45 menit dan mulai
menggunakan bedak meskipun hanya sedikit. Di depan cermin, aku berbicara
sendiri seolah-olah aku nanti akan bertemu dengan seorang pangeran di hatinya. aku
sangat lama berada di depan cermin hingga mamaku memanggilku dan aku tersadar
dari lamunanku.
“Iya ma, aku akan turun”. Jawab ku
Hari ini tak seperti biasanya, biasanya aku selalu malas
untuk sarapan meskipun hanya dengan roti dan susu. Tap entah kenapa hari ini
aku sangat bersemangat untuk melakukan apapun, untuk berangkat ke sekolah
bahkan untuk sarapan pun aku sekarang tidak malas. Aku kenapa? Kok aku jadi
aneh begini sih. Nggak seperti biasanya aku seperti ini.
“ Tumben kamu semangat sarapanya.” Tanya mama
“ Nggak kok ma, biasa aja.” Jawabku
Aku berangkat sekolah dengan langkah yang luar biasa
semangatnya, entah kenapa perasaanku mengharapkan aku akan bertemu dengan cowok
yang kemarin yang membuat hidupku tak tenang. Di dalam mobil pakLukman terus
melirikku dari kaca spion depan, mungkin ia heran karena aku senyum-senyum
sendiri tidak seperti biasanya.
Dalam pikiranku aku membayangkan bagaimana nanti kalau
aku bertemu denganya lagi? Apa yang harus aku lakukan? Tersenym kepadanya atau
malah berlari untuk sembunyi? Entahlah, aku bingung dengan pertanyaanku
sendiri. Aku berencana untuk menceritakan hal ini kepada temanku Vika, karena
siapa tau ia tau tentang orang yang aku sebut, atau mungkin setidaknya ia akan
mencari tau siapa orang itu karena menurutku Vika tau semua tentang
seluk-beluknya kakak kelas , apalagi kakak kelas yang yah, menurutku keren
banget itu.
“Aku masuk sekolah dulu ya pak, makasih.” Ucapku kepada
sopirku sambil tersenyum.
“Iya, non. Sama-sama”. Jawabnya dan tersenyum aneh
Aku memasuki gerbang sekolah tidak seperti biasanya, aku
menikmati perjalananku dan menghembuskan napasku dengan dalam dan aku baru
menyadari kalau udara di sekolahku benar-benar sejuk. Bunga-bunga yang selama
ini tak pernah aku pedulikan karena menurutku nggak penting, sekarang mereka
menyapaku dan memberitau kalau hatiku pun sekarang lagi bahagia.
“Hai. . .” sapaku kepada teman se-angkatanku.
Hari ini hari yang aneh dalam sejarah hidupku, aku yang
selama ini tak peduli dengan apa yang ada disekelilingku, aku yang selama ini
tak pernah menyapa temanku kecuali Vika. Bisikan-bisikan aneh terdengar setelah
aku menyapa teman-temanku yang lain, mungkin mereka merasa aneh dengan
perubahanku dan aku pun merasakan hal yang sama.
Kaki ku terus melangkah menuju koridor yang itu berarti
akan segera sampai di kelasku, aku tak pernah berpikir kalau sesampainya di
kelas suasananya masih sangat sepi dan bisa dikatakan belum ada seorangpun dari
kelasku yang sudah masuk. Dengan langkah bimbang aku masuk ke kelas, dan
bertanya-tanya dalam hati. Emangnya sekarang jam berapa sih? Kok pada belum
berangkat?
“sekarang baru jam setengah 7, tumben banget kamu udah
dateng?” suara Vika mengagetkanku.
Tanpa banyak omong, aku langsung menarik Vika untuk
keluar kelas, susah sih emang menarik orang se gedhe Vika, tubuh betotnya
membuat aku sangat kesusahan menariknya keluar, tapi apa daya tak ada cara yang
lain. aku langsung mencertitakan kepada Vika tentang kejadia yang aku alami,
karena jarang-jarang banget aku bisa se-gila bertemu dengan seorang cowok.
Apalagi asing bagiku.
“Okay, nanti sepulang sekolah kita liat lagi disana.”
Kata Vika dengan wajah bersemangat. Begitu pun juga aku
Hari ku menjadi lebih berwarna daripada yang lain, entah
kenapa aku mau melupakan kegiatan rutinku hanya untuk pergi ke kantin yang
selama ini jarang banget aku lakukakan. Aku jadi bersemangat ketika Vika
mengajakku ke kantin dan aku langsung berpikiran kalau aku bakal ketemu kakak
kelas yang aku suka disana. Kantin cukup jauh dari kelasku, mungkin
membutuhkkan waktu 5 menit, karena yang aku tuju bukanlah kantin yang biasanya
tetapi kantin yang juga buat kakak kelas nongkrong. Jadi biasanya banyak cewek
pergi ke kantin itu hanya untuk ngecengin
cowok-cowok yang nongkrong disana.
Harapanku pupus setelah aku sampai disana dan melihat
disekelinling, hanya ada segerombolan anak-anak cowok yang sering aku lihat,
banyak anak berpacaran di pojok sana pojok sini dan hanya ada segelintir anak
yang benar-benar membeli makanan di kantin itu. Aku putar lagi pandanganku
karena aku nggak mau salah liat, dan ternyata emang benar-benar nggak ada.
“Ada nggak?” tanya Vika mengagetkantu
Setelah aku tau dan aku benar-benar sadar kalau dia nggak
ada disana, aku langsung mengajak Vika untuk kembali ke kelas. Aku merasa
malasku mulai muncul dan aku merasa kalau apa aku salah liat ya? Masak ia ada
orang asing san sebelumnya belum pernah aku liat llangsung bisa buat aku neh
kaya gini? Pikiranku terus bermain-main dan pikiran-pikiran negative pada otakku
mulai bermunculan.
Aku menjadi tak fokus untuk mengikuti pelajaran
selanjutnya, padahal pelajarn hari ini adalah pelajaran yang paling aku sukai,
pelajaran yang paling membuat aku bersemangat unuk sekolah. tapi entah kenapa,
pikiranku hanya tertuju pada satu hal dan itu aku ingin segera bel pulang dan
aku akan menunggu pak Lukman atau pura-pura menunggu jemputan di depan lapangan
basket. Tujuanya Cuma satu, aku bisa melihatnya.
Sengaja aku tadi menyuruh pak Lukman untuk menjemputku
pukul 5 sore, padahal aku pulang pukul 4 sore. Aku tahu pak Lukman nggak akan
pernah on time jadi aku siap-siap aja
bakalan puas liatin orang yang membuat hidupku merasa ada yang aneh. Aku
bersemangat ketika bel tanda jam pelajaran berakhir berbunyi.
Lalu lalang siswa-siswi yang akan pulang membuatku tak
ada masalah untuk hal ini, karena aku nggak langsung berniatan untuk pulang.
Aku langsung menarik Vika untuk menuju ke tempat dimana aku menemukan sosok
yang asing itu. Aku menuju ke pohon besar di sekolah di depan lapangan basket,
mumpung disana lagi nggak ada siapa pun aku dan Vika langsung duduk di kursi
kayu dibawah pohon itu.
“ Kamu yakin kamu liat dia disini?” tanya Vika
meyakinkan.
“ Iya lah, yakin banget malah.” Jawabku
Senja semakin memperlihatkan wujudnya, itu berarti
menunjukkan kalau hari sudah semakin sore. Suasana disekitar sekolah juga
semakin sepi, tak ada tanda0tanda ada kakak kelas yang ingin main basket. Yang
ada hanya ada kakak kelas yang berlatih basket dan itu bukan orang-orang yang
aku lihat kemarin.
Karena hari semakin sore dan Vika ada janji dengan
mamanya, jadi ia memutuskan untuk meninggalkanku. Aku jelas mengizinkanya,
karena aku merasa aku telah salah jika mengharapkan hal yang kemarin aku lihat
akan terulang kembali. Sekolah semakin sepi dan jam tanganku menunjukkan pukul
5 sore, dengan sadar aku berpikir kalau sebentar lagi pak Lukman akan
menjemputku.
Setengah jam telah berlalu dan pak Lukman belum juga
menjemputku, lapangan basket yang semula masih ada segelntir orang, sekarang
tak ada satu pun orang yang berdiri disana. Hanya ada pohon-pohon rindang yang
meniupkan angin sore yang membuat aku semakin merinding. Bagaimana tidak, di
sekolah sebesar itu tak ada seorang pun, hingga akhirnya aku memutuskan untuk
menuju gerbang sekolah yang itu berarti bersebelahan dengan parkir motornya
para siswa SMA ini.
“ pak Lukman kok lama amat sih”. Aku semakin panas karena
telah menunggu lama.
Aku terus berjalan menuju gerbang, tanpa sengaja aku
melirik parkiran motor dan ternyata disana masih ada segelintir sepeda motor
yang masih tersisa, satu yang aku ingat. Ninja
merah. Aku menunggu dengan perasaan campur aduk, entah perasaan kecewa
karena aku tak bertemu denganya atau entah gara-gara pak sopirku yang lemot itu.
Aku ingin menangis, sudah satu jam lebih aku menunggu pak
Lukman dan sampai sekarang beliau belum datang. Aku menyesal kenapa aku
memintanya untuk menjemputku terlalu sore, aku juga lupa nggak bawa handphone
dan ketika aku mau bertelephon lewat guru piketku, sialnya sudah tutup.
Sungguh, aku merasa sangat sedih, pasti mama sekarang juga belum pulang,
rasanya hawa pnas menyelubungi tubuhku, wajahku memanas dan aku yakin jika aku
berada di depan cermin aku akan melihat wajahku yang betapa merahnya ini.
Sekolah sudah tak ada seorang pun, hanya ada aku dan
motor-motor diparkiran yang entah milik siapa. Aku duduk di depan gerbang dan
aku memandang ke seluruh jalanan yang sepi, tak ada seorang pun yang aku kenal.
Aku ingin menangis, aku takut dan aku menyesal. Hanya karena orang asing yang
belum jelas aku sampai seperti ini. Aku menundukkan kepalaku dan menemperlkanya
diatas lututku, tanpa sengaja aku meneteskan air mata.
“Ya kan, aku tau kita itu pasti bakalan tetep menang.”
Mendengar suara itu sontak aku mengangkat kepalaku dan
melihat ke arah sumber suara. Aku sangat syok, entah itu tanda bahagia atau
tanda apa, yang pasti aku merasa hati ku ini lega karena aku melihatnya,
melihat orang yang selama ini aku kagumi dan yang aku nantikan.
“Angga, kamu memang is
the best.” Ucap dari seseorang
Aku langsung pura-pura tak mendengar mereka, sikap jaim
ku kembali muncul meskipun dalam hati aku sangat bahagia. Harapan yang aku
pendam tadi terpenuhi dan sakit hati yang aku rasakan sirna setelah aku
melihatnya.
Mereke mengambil motor-motor yang ada diparkiran sekolah,
dan hanya ada satu orang tersisa didalam mobil dan ia langsung menancap gas
mobilnya ketika teman-temanya turun. Aku dengan sengaja melirik mereka
mengambil motornya dengan masih dalam keadaan duduk. Tak lama kemudian dua
motor sudah keluar dan menancap gas nya dengan begitu kencang jeluar dari
gerbang sekolah. hanya tinggal satu motor lagi yaitu Ninja merah dan sampai sekarang belum keluar juga.
Sempat merasuk pikiran- pikiran penasaran tentang apa
yang dilakukanya didalam, hingga aku tak kuasa menahan diriku untuk melirik apa
yang dilakukan cowok asing itu, andaikan aku bisa mengajaknya berbicara, aku
pasti akan memintanya untuk menceritakan semua tentangnya. Ingat! Itu andaikan.
Dan hal semacam itu tak mungkin terjadi. Tanpa diminta aku kembali menengok ke
arah jalanan yang itu tandanya aku sudah lelah untuk menunggu sopirku itu.
Dalam hati aku mengumpatnya dan akan mengadukan kepada papa kalau pak Lukman
itu sudah tua, sudah pikun dan sudah seharusnya dicarikan penggantinya.Tapi itu
pun adalah hal yan mustahil, karena papa tak mudah untuk percaya kepada orang
lain sebelum papa benar-benar mengenal orang itu.
****
Sesampainya
disana aku di tempat ganti pakaian. Aku dan teman-teman melangkah dengan santai
dan stay cool tanpa memikirkan apa yang
ada di pikiran lawanku. Aku sudah mendengar kalau tim lwan sudah mempersiapkan
matang-matang untuk pertandingan ini, meskipun ini bukanlah pertandingan yang
begitu berguna, tapi pertandingan ini akan menunjukkan kekuatan dari
masing-masing tim.
Setelah
berganti pakaian, aku dan teman-teman akan memulai pertandingannya. Karena
hanya pertandingan biasa, jadi wasitnya adalah teman-temanku sendiri namun dari
sekolah yang berbeda pula agar tetap menunjukkan solidaritas dari masing-masing tim.
“
siap, mulai.” Aba-aba dari wasit.
Ronde
pertama dan bar beberapa menit Aku sudah menjebol ring lawan, aku bermain
dengan lincah dan timku saling mendukung. Semua menempati posisi masing-masing,
Tom posisi center, dua temanya guard, dan aku sendiri adalah penyerang.
Mereka bermain dengan lihai meskipun lawanya pun cukup sulit untuk dikalahkan.
“Hai
Tom, sini”. Teriakku menyuruh Tom agar melemparkan bola kearahku.
Permainan
tak membutuhkan waktu lama, dua ronde dilakukan dan menunjukkan hasil dan siapa
pemenangnya. Tanpa ditanya, sudah pasti timku yang menjadi pemenang. Meskipun
begitu tim lawan mempunya rasa sportivitas
yang tinggi, mereka semua berjabat tangan denganku dan teman-temanku , itu menunjukkan
kalau pertandingan telah usai dilakukan. Tanpa butuh waktu lama, aku dan mereka
berganti pakaian dan timku langsung berpatiman kepada tim lawan untuk segera
kembali ke sekolah, karena waktu sudah menunjukkan pukul 6 petang. Itu berarti
SMA N 1 Bandung itu sudah sepi dan gerbangnya sudah hampir ditutup.
“Thank’s ya bro”. Ucapku kepada tim
lawan,
Tom langsung menancap gas nya
kencang-kencang setelah semua temanya masuk kedalam mobilnya, mereka semua
tertawa puas karena lagi-lagi mereka yang hadir menjadi pemenang. Entah itu
mereka ditantang ataupun mereka yang menantang.
****
Aku melirik jam di tanganku dan waktu sudah menunjukkan
pukul 6 petang lebih, dalam kebahagiaanku akan pertemuan deng orang asing itu
lagi, dalam pikiranku terlintas bayangan dan pikiran.
“kapan aku bisa pulang?” tanya ku
dalam hati
Suara gaungan motor di parkiran membuat jantungku merasa deg-degan nggak keruan. Entah itu karena
aku nerveous atau apa. Semakin lama
suara itu semakin jelas terdengar ditelingaku, dan tak sengaja aku menolehkan
kepalaku untuk mencoba meliriknya dan aku terkaget ketika ternyata ia tepat di
belakangku dan tersenyum. Aneh. Sangat aneh. Apa dia mengenalku? Kenapa ia
tersenyum padaku? Apa ada yang aneh pada diriku? Sadar akan hal itu aku
langsung memalingkan kepala dan langsung menunduk malu. Mungkin saat ini wajahku
akan semerah tomat busuk.
“Kamu belum pulang?” tanyanya.
Aku kaget ketika ia bertanya padaku, jujur aku sangat
bahagia, tapi tentu saja aku tak mengekspresikan kebahagiaanku itu di depanya.
Aku hanya geleng-geleng kepala sewaktu ia bertanya seperti itu. Aku langsung
melihatnya, mataku tak berkedip begitu pun dengan dirinya. Sekian detik aku
meraskan hal yang sangat panas dalam diriku, aku canggung melihatnya.
“Aku angga, panggil aja kak Angga. Kamu pasti adik kelas
kan?” ucapnya.
Ia mengulurkan tangannya untuk mengajakku berkenalan,
sungguh aku tak menyangka hal ini bisa terjadi, aku dengan perlahan mengulurkan
tanganku dan menjabat tanganya dengan menyebutkan namaku. Ia tersenyum dan aku
pun juga tersenyum malu kepadanya. Entah kenapa ia tahu kalau aku adalah adik
kelasnya, mungkin karena tubuhku yang tak terlalu tinggi ini yang membuat ia
beranggapan kalau aku ini adik kelasnya.
“Kok pertanyaanku nggak di jawab?.” Tanyanya lagi.
“ Yang mana?” aku mulai merespon.
“Kenapa belum pulang?” tanyanya dengan masih berada
diatas motornya.
Entah kenapa aku langsung bercerita kepadanya, aku
menceritakan semuanya kalau aku pak sopirku itu pelupa dan seterusnya. Tanpa
aku sadari sifat asliku muncul dan aku mulai bercerita yang aneh-aneh dan
berkepanjangan. Anehnya ia tak bergegas untuk pulang atau munkin menunjukkan
tanda-tanda agar aku berhenti bercerita. Tanpa sadar aku menghabiskan waktu
kurang lebih satu jam becerita dengannya, hingga pak Lukman datang menjemptku
dan meminta maaf karena telah ia lupa menjemputku, ia mengira kalau aku sudah
dijemputnya jam 4 sore tadi, kalau tidak mama yang bertanya kepada pak Lukman,
mungkin sampai sekarang pun aku masih disekolah.
Hal pertama yang aku lakukan sesampainya dirumah yaitu
berguling-guling di kasur empukku, dan mengingat- ingat semua yang aku
bicarakan dengan kak Angga.aku memeluk guling ku dan memandangi dinding atapku
dengan menerawang jauh, akusenang sekali mengingat kejadian tadi, aku tak marah
sama sekali dengan oak Lukman, malahan aku berterima kasih padanya karena atas
kepikunanya aku bisa mengenal kak Angga.
“Kamu kok lucu sih katau cerita?”
Satu hal yang paling membuat wajahku merah merona, ketika
ia bilang kalau aku lucu. Serasa melayang ke surga dan aku tak mau kembali lagi
kedunia nyata, selain itu dia juga banyak bercerita denganku, kalau sebenarnya
dia telah mengenalku, dia tau kalau aku adik kelas yang sukanya tidur, entah
dari mana ia tahu akan hal itu dan otomatis aku merasa amat sangat malu. Ketika
bercerita aku merasa nyaman meskipun aku sama sekali tidak mengenalnya
sebelumnya. Hal ini aku rasa adalah efek karena sebelumnya ku sudah
menyukainya, dan satu ciri fisik yang aku temui lagi darinya. Hdungnya tak
terlalu mancung, tetapi juga tak terlalu pesek. Sebelas dua belas dengan diriku
sendiri.
Aku mengingat- ingat dan membayangkan kejadian tadi
sampai aku tertidur pulas, mama yang mengetahui itu ketika masuk ke kamarku
langsung geleng-geleng kepala dan memberskan semua yang berantakan dikamarku.
Mama sama sekali tak pernah marah kepadaku, karena itulah mama selalu
menganggapku seperti anak kecil yang belum bisa membenahi diri sendiri, karena
aku sering meninggalkan semua yang aku lakukan dan membiarkanya berantakan di
tempat itu juga.
“ Ya ampun anak mama, masih saja seperti ini.” Ucap mama sambil
membereskan dan menyelimutiku .
****
“Kok baru pulang?” tanya mama
Aku berjalan pelan masuk ke rumah, kulihat mama yang sedang menungguku. Aku langsung
mencium tangan mamadan menceritakan kejadian yang aku alami, mamaku sangat mengerti dan mama tersenyum manis padaku.
aku langsung masuk ke kamar dan melemparkan tasku diatas kasur Manchester
Unitedku. aku melangkah semangat menuju kamar mandi dan memulai aktivitas kesukaanku
itu. Yaitu mandi.
Kurang lebih 30 menit aku mandi, dan keluar dengan tubuh
yang segar dan bau yang harum. Aku berdiri diatas cermin dan berkaca, tanpa aku
sadari aku mengingat kejadian didepan gerbang sekolahku tadi, aku tersenyum mengingat tingkah lucu adik kelasku.
Sofia.
“Kok kamu lucu sih kalau cerita?”
Tanpa disengaja ingatanku mengarah pada kata-kata itu,
mendengar ocecah dari sofia, aku spontan langsung berkata seperti itu, menurutku
sofia adalah sosok yang asyi, yang sebenarnya adalah sosok cewek cuek yang
selama ini belum pernah aku temui. Sofia tidak ada maksud untuk mendekatiku,
atau bahkan untuk mencalonkan diri sebagai pacarku seperti cewe-cewek yang
lain. menurutku, sofia adalah cewek yang tepat dan pantas untuk kujdikan taman
dan kujadika tempat curhat disaat aku merasa sedih. Ya, meskipun itu nggak
mungkin karena aku termasuk orang yang tertutup.
“Sayang, kamu mnggak makan malam?”
Suara merdu mama mengingatkanku dari lamunanya, aku
kemudian bergegas untuk turun ke bawah dan menemani mamanku untuk makan malam. Aku tau kalau mamaku nggak akan pernah makan
tertebih dahulu tanpa dkutemani. mama selalu menungguku mskipun aku akan pulang
malam. Dan mama selalu sabar dan mengerti jika aku akan pulang malam karena
kegiatanku.yaitu basket.
“Yuk ma, makan”. Ucapku setelah sampai dimeja makan
“Iya, ini mama masakin nasakan kesukaan kamu.” Jawab mama
dengan menaruh sebuah mangkuk didepan Angga.
“ Setiap hari mama selalu masak masakan enak kok.” Aku tersenyum
****
Aku membuka mataku dengan berat, suhu tubuhku terasa
sangat panas dan aku juga merasa sedikit pusing. Apa aku sakit? Mungkin tidak
dan tidak mungkin aku sakit. Kenapa bisa sakit? Padahal kemarin aku baru saja
melakukan hal yang paling aku inginkan. Hal yang selama ini belum pernah aku
lakukan dan hal yang telah membuat jantung ini berdetak begitu kencang dan hati
ini berbunga-bunga.
Aku mencoba untuk bangun dari tidurku setelah beberapa
detik aku memejamkan mataku lagi untung menenangkan pikiranku sendiri agar aku
tidak pusing. Aku bangung dengan susahnya dan dngan berpegangan pada dinding
aku menuju ke kamar mandi. Seperti biasa aku tak lama berada dikamar mandi
apalagi aku masih mersa sedikit pening dikepalaku. Mungkin aku kecapekan
gara-gara kemarin aku terlalu lama menunggu pak Lukman.
Tak lama setelah keluar dari kamar mandi aku berdandan ala
kardarnya, dan tak tupa aku menggunakan jaket, karena aku nerasa tubuhku kurang
fit untuk saat ini. Aku keluar dengan
sedikit goyah tap aku merasa aku kuat untuk bersekolah, dan satu hal yang
membuat aku merasa semangat untuk bersekolah yaitu kak Angga. Siapa tau nanti
aku akan bertemu denganya lagi disengaja maupun tidak disengaja.
“Kamu kenapa? Sakit?” tanya mama
“Nggak kok ma.” Jawabku sedikit berbohong.
Seperti biasa aku jarang sarapan ketika ingin berangkat
sekolah, meskipun mama memaksaku akunlebih memilih untuk dibawakan sehelai atau
dua helai roti untuk ku makan sewaktu perjalanan ke sekolah. kali ini aku hanya
meminum sedikit susu buatan mama, entah mulutku yang merasakan pahit atau entah
susnya yang pahit. Tak ada alasan untuk aku tidak menghaiskan susunya karena
aku sudah mengatakan kalau aku tidak sakit dan kalau aku tak menghabiskan susu
ini, pastinya mama akan mengira kalau aku benar-benar sakit.
Setelah meminum susu yang kurasaakan pahit itu, aku
langsung berpamitan dan mencium tangan mama. Mama mengantarkanku hingga di
depan rumah, mama juga belum siap-siap untuk pergi ke kantor, biasanya setiap
aku sarapan mama sudah berdandan necis
dan bersiap diri untuk pergi ke kantor. Tapi entah kenapa dengan hari ini.
Aku turun dari mobilmu dengan langkah kaki yang agak
goyah, untung saja hari ini aku tak sengaja bertemu dengan Vika di gerbang,
jadi aku bisa msuk bersama denganya. Selama perjalanan menuju kelas, aku
menceritakan semua kejadian itu kepada Vika, ia yang bawaanya heboh langsung
tergopoh-gopoh tak percaya mendengar ceritaku. Hingga tepat di ujung koridor
ada suara yang aku kenal memanggilnya. Spontan aku menengok ke arah dimana
suara itu terdengar dan benar, pemilik suara itu adalah kak Angga.
“Wah wah berarti serius ini kamu critanya?” tanya Vika
penasaran
Dengan senyum lemah aku melihatnya dan aku tau kak Angga
merasakan hal yang aneh padaku. Mungkin ia merasa kalau aku sedang sakit atau
apalah itu karena terlihat dari raut wajahku yang agak pucat dan tingkahku yang
tak bersemangat seperti kemarin. Meskipun begitu ia hanya menyapaku saja dan
langsung naik tangga tanpa melihatku lagi, seketika itu juga vika mencubit
lenganku karena aku menatap kan Angga sampai ia berada diujung tangga dan aku
tak merespon pertanyaan Vika.
“Aw, sakit tau. Apaan sih.” Jawabku spontan karena kaget.
Dengan langkah menuju ke kelas aku melanjutkan ceritaku
pada Vika, ia tersenyum bahagia karena melihatku tak kecewa lagi karena tak
bertemu dengan sosok yang asing itu. Kak Angga. Setelah melihat keanehan
tingkah laku ku, Vika langsung menyentuh dahiku dengan telapak tanganya dan
merasakan ada hawa panas didalam tubuku. Ia bertanya dengan nada khawatir
apakah aku sakit? Kenapa masuk sekolah kalau sakit? Dan ia menwarkan diri untuk
mengantarku ke UKS. Dia adalah teman yang amat ssngat peduli padaku, karena aku
merasa sangat pusing dan tak kuat lagi menahanya, aku memutuskan untuk ke UKS.
“yasudah, aku tinggal dulu ya.” Ucap Vika setelah
mengantarku.
Disekolahku UKS hanya ada sedikit kamar untuk
beristirahat, meskipun sekolahku termasuk sekolah yang megah namun dalam hal
untuk memfasilitasi UKS kurang sebanding dengan bangunan gedungnya. Pihak
sekolah beranggapan kalau kama untuk istirahat di UKS tidak lah perlu banyak,
mengapa? Hal itu menghidari agar muridnya tidak nge-blong dan memilih untuk tidur di UKS. Aku sih setuju aja atas
pernyataan itu, karena itu semua juga untuk kebaikan anak-anak didiknya.
“Loh, kamu sakit?”
Sontak aku kaget mendengar suara itu, suara yang
akhir-akhir ini sering terdengar di kepalaku, dengan mata yang sedikit membuka
aku melihat dengan remang-remang wajah keren kak Angga. Aku langsung spontan
membuka lebar-lebar mataku setelah mengetahui hal itu. Setelah aku bertanya
kenapa dia ke UKS, ternyata ia hanya iseng-iseng aja soalnya ia malas dengan
jam pelajaranya sekarang.
“Aku temenin kamu ya? Mau?” tanyanya
Aku hanya terdiam setelah mendengar tawaranya, krena ia
menawarkan diri untuk menemanika akhirnya kami bercerita-cerita mulai dari hal
yang paling mendasar sampai ke hal yang secara umum. Ia memintaku untuk cukup
memanggilnya dengan nama Angga saja agar lebih terkesan bersahabat. Ternyata ia
mempunya sifat yang jauh berkebalikan dengan diriku, dia suka bahasa inggris dan
aku paling anti sama yang namanya bahasa inggris, aku suka sama matematika dan
dia juga paling amit-amit sama yang namanya matematika.
“Kalau sakit kenapa masuk sekolah?”
Aku bingung untuk menjelaskan kenapa aku memutuskan untuk
masuk sekolah dan tidak memilih untuk beristirahat saja dirumah. Alasannya
mungkin karena dirumah maupun disekolah sama saja, toh dirumah mama juga nggak
ada. Jadi nggak enak mau istirahat dan tidur sendiri dirumah dalam keadaan sepi
dan mungkin alasan uatamanya karena ingin bertemu dengan dirinya. Tapi tentu
saja aku tak menjelaskan panjang lebar seperti apa yang ada didalam benakku,
aku cukup mengeluarkan senyum termanisku saja mungkin dia sudah mengerti.
“Kamu nggak masuk ke kelas?” tanyaku
“Aku nemenin kamu aja, enak. Nggak ngebosenin.” Jawabnya
Sakit menjadi nggak sakit ya itulah yang saat ini aku
alami, meskipun aku sakit dan pusing disertai panas tapi aku tak merasakan rasa
sakit pun karena hatiku adem. Akhirnya
ia meminta nomer telephone ku dan aku tanpa berpikir pajang langsung
memberikannya. Aku tak berharap ia meng-SMS ku atau yang lainya. Hanya saja aku
sangat bahagia telah mengenalnya dan bisa lebih dekat denganya. Aku pun masih
belum tau pasti apa yang aku rasakan, apakah ini perasaan cinta atau hanya
sekedar mengagumi.
****
Aku memutuskan untuk pulang setelah Angga kembali ke
kelasnya, aku dijemput oleh mama yang ternyata ia tidak pergi ke kantor karena
kantornya lagi libur. Aku merasa sangat lemah dan tak berdaya karena tubuhku
merasa sangat panas dan kepalaku pusing. Mama menjemputku setelah aku
menelephonya melalui telephone sekolah, dan tanpa menuggu lama mama sampai dan
menghampiriku di ruang UKS.
“Ayok pulang sayang.” Kata mama
Aku dengan langkah gontai memegang tangan mamaku dan mama
berjalan dengan sangat pelan karena tak tega melihatku. Karena tubuhku sangat
panas mama langsung mengajak ku periksa ke Rumah sakit dimana om ku bekerja dan
aku langsung mendapatkan obatnya. Tak lama aku sampai dirumah dan aku langsung
makan dan meminum obat pemberian dokter. Karena mungkin efek dari obatnya, aku
langsung merasa ngantuk dan aku bergegas untuk pergi ke kamar.
Tidak seperti biasanya aku akan bisa tidur pulas, dengan
keadaan sakit seperti ini tidurpun menadi hal nggak enak. Tapi setelah aku
meminum obat itu aku merasa sedikit ringan dan badanku tak panas lagi. Selintas
aku memikirkan Angga. Aku tak pernah mengira kalau aku bisa mengenalnya dan
bisa deket denganya.hal yang sama sekali tak pernah ada di bayanganku. Sama
sekali nggak ada.
Dering SMS yang tak sering aku dengar mengagetkanku,
seketika aku langsung mengambilnya dan meliat siapa yang meng-SMS ku. Dengan
senyum yang mengembang dibibirku, aku membaca pesan dari Angga. Tak sadar
ternyata hari sudah sore dan ia sudah pulang sekolah. ia hanya memberitahuku kalau
ini adalah nomernya dan aku pun bingung untuk membalas pesanya. Akhirnya aku
memutuskan untuk tidak membalasnya.
“Kok nggak di balas? Masih sakit ya?” pesan dari Angga
Melihat pesan itu aku langsung tertawa girang dan aku
langsung membalasnya, kami larut dalam SMS yang semula hanya berbasa-basi
hingga bercerita tentang kesukaan kami masing-masing. Aku tak sadar kalau sudah
pukul 10 malam dan aku masih ber SMS-an denganya. Hingga akhirnya aku
mengakhiri pesanku karena aku sudah tak tahan lagi menahan kantuk ku.
****
Pukul 5 sore, seperti hari-hari sebelumnya aku bar sampai
dirumah. Tak ada perubahan kegiatan yang berarti dalam hidupku, jadi sepulang
sekolah aku hanya cukup mandi, makan, dan menemani mama dirumah. Belajar? Aku
malas belajar. Meskipun sdah kelas XII tapi sampai sekarang aku masih belum
mempersiapkan berbagai macam hal untuk ujian.
Tubuhku menjadi segar kembali setelah aku selesai mandi,
entah kenapa aku merasa sangat cerah dan bersemangat lagi setelah mandi. Tak
jarang setelah mandi aku bercermin layaknya cewek yang mampu bertahan
berjam-jam di depan cermin hanya untuk memandangi wajahnya. Aku tak se alay itu. Aku hanya bercermin ketika
selesai mandi, aku pun jarang menggunakan minyak rambut, karena memang rambutku
sudah kaku dari sejak aku lahir.
“Aku tadi mau apa ya?” tanyaku sendiri mengingat-ingat
dalam hati,
Aku lupa apa yang ingin aku lakukan, tadi sebelum pulang
sekolah aku mengingatnya tapi sekarang aku lupa. Aku mengingat-ingat itu sampai
aku berpikir keras hingga pada akhirnya aku mengingatnya. Meng –SMS Sofia.
Entah kenapa aku bersemangat mengingat nama itu, sebelumnya aku tak pernah sama
sekali serasakan hal semacam ini. Banyak yang ingin mendekatiku dan ingin
menjadi pacarku, tapi tak ada satupun dari cewek itu yang membuat aku tertarik.
Apa yang aku rasakan? Aku jadi bingung sendiri dengan perasaanku.
“Ini aku, Angga”
Aku bingung harus mengirimkan pesan apa kepadanya,
setelah kupikir dengan matang aku hanya cukup memberi tahu kalau ini nomor
telephoneku. Tak kusangka aku tak mendapat balasan dari dirinya, perasaan
khawatir mulai menyusuri pikiranku. Apa dia masih sakit? Atau kenapa? Kok
pesanku nggak di balas? Daripada berpikir yang macam-macam akhirnya aku
memutuskan untuk mengirim pesan lagi dan leganya pesanku di balas. Sungguh aku
merasa lega dan seneng gara-gara dia membalas pesanku. Ada apa sebenarnya
denganku? Apa yang aku rasakan? Aku aku mulai tertarik padanya?
“Hari ini aku akan memulai hal apa yang menjadi
keinginanku.” Ucapku dalam hati.
****
Aku membuka mataku dengan cerah dan aku merasakan
keindahan dalam hidupku. Setalah semalaman saling menceritakan satu sama lain
dengan Angga melauin SMS aku sangat bahagia, satu hal yang ada dipikiranku saat
ini yaitu menceritakan kejadian ini pada temanku, Vika.
Aku tak merasakan lemas sedikitpun sekarang, obat yang
dibelikan mama dari rumah sakit itu memang mujarab, atau mungkin gara-gara
Angga yang membuat aku sembuh? Entahlah aku tak peduli dengan hal itu. Yang
penting aku sekarang merasa tubuhku tak panas dan kepalaku sudah tak pusing,
yang tetap tinggal pada diriku adalah kebahagiaan.
“Pagi sayang , sudah baikan?” tanya mama ketika masuk ke
kamarku
“Sudah dong ma, hehe”. Jawabku dengan senyum nakalku.
Tak butuh waktu lama aku langsung begegas berangkat
kesekolah, aku sengaja buru-buru karena aku ingin bercerita panjang lebar pada
Vika. Pasti dia akan senang mendengar ini. Tak seperti yang aku bayangkan,
respon Vika negatif. Aku menceritakan semua kejadian yang aku alami, aku
memberi tahunya semua pesan-pesanya Angga kepadaku. Tapi respon negatif yang
diberikan oleh Vika membuat aku bingung dan merasa bimbang akan keputusanku
untuk mengenal Angga. Jalan pikiran Vika berbeda denganku.
“Pikirkan baik-baik omonganku ya.” Ucap vika dan kemudian
ia keluar kelas.
Sungguh aku merasa kacau, bimbang, dan gak keruan. Aku
takut kalau keputusan yang aku ambil untuk lebih membuka diri kepada Angga,
jujur perasaanku mengatakan kalau aku mulai tertarik padanya, aku merasa nyaman
padanya dan aku merasa tenang saat aku berbicara padanya. Tapi setellah
mendengar ucapan Vika aku menjadi ragu akan semua hal itu.
“ Tuhan, tolong yakinkanlah diriku ini.” Ungkapku dalam
hati.
Aku masih berpikir tentang apa yang dibicarakan Vika,
sampai pulang sekolah pun aku saih bergelut dengan pikiranku sendiri, entah aku
jadi bingung sendiri. Aku sangat membutuhkan teman untuk meringankan bebanku,
tapi siapa?
****
Sejak aku bercerita pada Vika tentang bagaimana
hubunganku dengan Angga yang semakin dekat masih saja dia mempunyai pikiran
yang sama. Dan dia melarangku untuk berhubungan dengan Angga lagi. Karena
selalu berbeda pendapat, sekarang Vita sudah jarang contact denganku. Tapi entah kenapa aku mendengarkan isi hatiku,
aku masih saja berhubungan dengan Angga, malahan hubunganku semakin dekat
denganya. Tidak hanya saling berbagi cerita dan berbagi pengalaman, tetapi kita
juga saling mengingatkan dan saling menyayangi.
13 Agustus, hari ini adalah hari ulang Angga. Aku sengaja
tidak membalas pesannya dan berniat untuk membuatnya marah kepadaku. Aku akan
melakukan hai yah, mungkin sedikit bodoh dan hal ini baru akan kulakukan untuk
yang pertama kalinya. Aku tertawa bahagia melihat pesan-pesan yang dikirimkanya
kepadaku, aku membayangkan bagaimana nantinya jika dia tau kalau aku akan
memberinya surprise.
“ Kamu kenapa ketawa sendiri?” tanya mama dengan heran.
“Nggak kok ma.” Jawabku masih dengan senyuman.
Har ini hari minggu, jadi aku bisa dengan leluasa
mempersiapkan hadiah untuk Angga, aku
sengaja memberi tahu teman-temannya Angga untuk ikut-ikutan menjaili Angga
karena hari ini ia berulang tahun. Mereka setuju banget dengan rencanaku,
mereka hanya akan membuat Angga jengkel dan aku pun juga akan melakukan hal
yang sama.
Dua hari sebelumnya, aku sedang berbelanja dengan mama.
Entah kenapa terlintas dalam ingatanku kalau dua hari yang akan datang adalah
ulang tahunnya calon pacarku. Oops!! Maksudku teman dekatku. Aku sengaja membelikan kado buat Angga, nggak mahal sih,
tapi mungkin bisa jadi kenang-kenangan kalau hadiah itu dari aku. Karena aku
mempunyai kesamaan yang sama denganya,kami sama-sama suka Manchester United.
Jadi aku membelikanya jam tangan MU.
“Kamu mau beli itu, fi?” tanya mama
Mama sama sekali nggak curiga kalau aku membelikan ini
buat Angga, soalnya aku sendiri pun menyukai Manchester United. Dan mama nggak
tau kalau aku lagi deket sama cowok.
Sepulang dari
shooping, aku meminta pak Lukman untuk mengantarku membeli kotak kado untuk
Angga, selintas aku mengingat kalau Angga menyukai warna hijau, jadi aku
memilihkan kotak kade berwarna hijau. Aku berkeliling ditempat-tempat pembelian
kado, aku tanya satu persatu hanya untuk membeli kotak kecil warna hijau dan
itu tak semudah yang aku bayangkan.
“ Kemana lagi non?” tanya sopirku
Setengah hari penuh aku mencari kotak kado warna hijau,
akhirnya aku menemukan kotak itu disebuah toko kecil ber cat biru. Begitu lega
aku menemukan kotak itu, tak tupa aku memberikan sebuah kartu ucapan yang juga
berwarna sama dengan kotak itu. Setelah itu, ada satu hal lagi yang menjadi surprise buat Angga.
“Kita pulang dulu ya pak, nanti jangan lupa tak tunggu di
depan gerbang.”
Aku sudah menyiapkan semuanya, sekedar mengingatkan
teman-teman Angga, aku mengirim pesan kepada mereka. Hatiku semakin
berdebar-debar ketika Tom memberti tahu kalau Angga lagi berlatih basket di
sekolah bersama dengan teman-teman yang lain dan Tom akan menungguku tepat
didepan gerbang sekolahku.
“Huuff. . . nggak usah nervous ya fi. Fighting!” aku
menyemangati diriku sendiri di depan cermin setelah berdandan ala kadarnya.
Sungguh aku sangat beruntung hari ini, mama ku sedang
keluar dengan papa yang tidak direncanakan ternyata hari ini pulang. Alasanku
tak ikut dengan mereka karena aku memberikan mereka kebebasan untuk berdua saja
tanpa adanya aku sebagai pengganggu. Padahal, aku pun mempunyai rencana lain
yang akan menjadi kenangan terindah di dalam hidupku. Aku akan memberikan
hadiah dan sekaligus kejutan kepada cowok satu-satunya yang telah mengisi
hatiku, membuat aku nyaman dan dapat merubah hidupku lebih baik.
Karena aku sudah meraca cukup cantik dengan celana jeans
abu-abu ku dan cardigan biru yang menempel di tubuhku yang kelihatan simple dan santai. Aku mengambil tas
kecilku dan memasukkan kado untuk Angga. Dengan kilat aku menuruni tangga
kamarku dan menuju gerbang untuk menemui pak Lukman.
“Yuk pak, jalan. Mampir ke toko kue tart samping lampu
merah ya pak.”
****
Lima menit kemudian aku sampai didepan gerbang sekolah,
disana sudah ada Tom yang sedang menungguku. Aku merasa sangat bahagia karena
kue tart yang aku pesen tadi sore setelah pulang membeli kotak kado hasilnya
sangat indah daan kelihatanya sangat lezat. Aku sengaja memesan kue full cokelat dengan kepingan-kepingan
cokelat diatasnya. Ditambah lagi ada hiasan buah chery diatas kepingan-kepingan itu. Hmm delicious!
“Sudah
sampai non.”
“Iya pak, tunggu disini saja ya pak.” Ucapku
Aku turun dari mobil dengan membawa kue tart yang aku
beli. Melihatnya, Tom mengerutkan dahinya dan terpancar dari matanya ia merasa
aneh dengan sikapku. Aku tau perubahan wajah Tom tapi aku tak mempedulikanya,
dia bakalan kaget kalau dia tau didalam tas kecilku pun ada hadiah buat
Angga.tanpa berpikir panjang aku mengajak Tom untuk masuk kedalam.
“Siap?” tanya Tom
(aku hanya mengangguk dan tersenyum)
Terlihat dari jauh, Angga menggunakan kaos bergambar
Manchester United berwarna hitam dan dengan levis
pendeknya. Ia berdiri dibawah ring dan men-dribble
bola basket kesayanganya dengan raut wajah bergembira. Sekilas aku
mendengar suara seorang cewek yang menurutku tidak asing, tapi aku tak
mempedulikanya karena aku sangat bersemangat untuk menemuinya dan ingin semakin
dekat melihat senyumanya.
Aku menoleh kebelakang dan masih terlihat Tom di
belakangku, ia tersenyum padaku. Entah kenapa perasaanku mengatakan kalau Tom
tersenyum aneh padaku. Senyum kasihan lebih tepatnya. Aku berhenti melangkah
dan berpikir sejenak. Kenapa Tom tersenyum seperti itu? Apa ada yang aneh
dengan penampilanku? Apa aku berdandan keterlaluan? Ah, tidak. Ini hanya
perasaanku saja yang terlalu negatve
thinking mungkin. Sejenak aku ragu untuk masuk ke dalam, entah perasaanku
menjadi aneh. Tapi mengingat senyumnya Angga tadi membuat kegauanku lenyap.
“Tom aku masuk duluan”
Aku melangkahkan kakiku untuk masuk kedalam, sebenarnya
Tom bergeleng-geleng dan aku tak paham apa maksudnya. Dengan langkah yang pasti
aku masuk ke lapangan basket sekolahku, suara cewek yang tadi aku dengar
semakin jelas dan aku tak asing dengan suara itu. Suara itu . . iya suara itu
suara Vika. Dalam hatiku bertanya-tanya, buat apa Vika disini? Ada
keperluankah? Sudahlah, aku tak mempedulikan hal itu.
“ Iya sayang, kamu jago banget sih main basketnya”.
Mendengar itu kaki ku mulai bergetar dan rasanya aku tak
kuat menopang tubuhku, hawa panas menyusupi tubuhku, terlihat dari kejauhan kedua
mata itu menatapku dengan tatapan tajam. Tubuhku pun bergetar seakan kue tart
yang aku pegang terasa akan jatuh, aku tak lagi mampu melanjutkan langkahku.
Tapi entah kenapa aku tetap melangkahkan kakiku dan aku semakin yakin kalau
orang yang ada didepanku itu adalah temanku, Vika.
“ kamuu. . ngapain disini?” aku bertanya dengan gemetar
Mata itu menatapku dengan tajam, orang yang selama ini
aku anggap sebagai sahabatku bersama dengan cowok yang aku sukai. Dengan
gemetar aku memberanikan diri bertanya kepadanya untuk apa dia disini? Apa
hubungannya dengan Angga?
“ Aku pacarnya Angga.” Ucap Vika
Semakin dekat aku melihat mereka berdua semakin aku
merasakan getaran yang dahsyat, bola basket yang semula ditangan Angga, dengan
cepat diambil oleh Vika. Angga tak kuasa menahan bola itu dan terlepas dari
tanganya. Tanpa diduga, aku berjalan semakin dekat dengan merekan dan tanpa aku
sadari bola basket melambung tinggi di depan mataku. Aku tak fokus dan aku tak
sadar kalau bola basket itu semakin mengarah padaku dan tepat mengenai kue tart
yang ada ditanganku.
Aku tak merasakan apa pun, yang aku rasakan hanya perih
dan amat sakit tepat dihatiku. Rasanya aku seperti tertimpa beban berat.
Tubuhku seperti tertiup angin yang sangat kuat hingga aku melangkah maju dengan
gontai meskipun aku merasa sakit, berjalan gontai dan sudah tak tau seperti apa
rupa wujudku sekarang, karena baju ku penuh dengan kue tart yang sudah hancur
terkena bola basket.
“Ini buat kamu.” Ucapku pada Angga
Angga terdiam dan tak berkedip sedikitpun ketika melihat
bola basket yang mengenaiku dan membuat kue tartku hancur. Aku terus melangkah
dan tak mempedulikan apapun meskipun tatapan tajam itu semakin melototiku. Aku
hanya menatap mata itu, mata yang entah bagaimana persaannya, satu hal yang
masih aku pertahankan, aku tak akan meneteskan air mataku didepan mereka
berdua. Aku semakin dekat dengan mata itu, mata yang membuatku tak kuasa
menahan air mataku, dengan cepat aku mengulurkan kado yang ada ditanganku.
Seketika itu juga setelah memberikan kado itu, aku
langsung membalikkan badanku dan berjalan perlahan. Sungguh aku tak kuat untuk
berjalan lagi, hingga setelah aku sedikit jauh dari tatapan mereka , aku
berlali dan langsung masuk kedalam mobil. Tom yang masih berada diluar lapangan
sontak mengejarku dan memanggilku, tapi aku tak mempedulikanya.
“Kita pulang sekarang pak.” Pintaku pada pak Lukman
Napasku terengah-engah karena berlari begitu kencang, aku
tak kuat lagi bertahan disana. Entah apa yang aku rasakan tadi, entah apa yang
mereka pikirkan tentang diriku. Aku menarik napas dalam-dalam begitu sampai di
mobil, aku mencoba menahan tangisku karena aku tak mau pak Lukman tau . aku
menutup mataku dan berdoa dalam hati agar aku tak menangis. Aku akan
menahannya.
Dalam bayanganku terngiang kejadian tadi, sungguh betapa
bodohnya aku. Aku terlalu bodoh hingga tak cukup satu orang yang membohongiku.
Aku tak paham apa maksud mereka, aku mengingat-ingat hal apa yang telah aku
perbuat pada mereka. Kenapa mereka begitu tega. Apa salahku?
“Aku turunkan disini saja ya pak, jangan bilang mama”
Aku meminta pak Lukman untuk menurunkanku di taman yang
agak sepi dan aku menyuruhnya pulang duluan.
Aku ingin menenagkan diriku, aku ingin ditempat yang sepi agar aku bisa
menghembus udara segar. Aku ingin melupakan semua ini.
“Tuhan, . .”
“Maafkan aku.”
****
Petir datang dengan tiba-tiba, hujan turun datang dengan
lebatnya. Aku mengurungkan niatku yang semula ingin menuju taman yang agak sepi
untuk menenangkan diri. Air hujan seketika itu juga membasahi seluruh tubuhku,
aku berjalan dengan gemetar. Hatiku seperti tertusuk oleh duru yang sangat tajam,
hingga hanya sedikit saja yang mengenaiku akan membuat hatiku berdarah.
Dengan berjalan perlahan,air mataku pun metetes dengan
pelan. Aku merasakan kehangatan dipipiku, tapi itu tak berlangsung lama air
hujan yang begitu deras mengguyurku. Hingga aku menemukan sebuah kursi kayu dan
aku duduk disana.aku menangis sejadi-jadinya, aku menangis tanpa menghiraukan
disekitarku karena aku yakin tepat ini sepi.
“Apa salahku?”
Terngiang bayangan-bayangan indah yang aku lalui bersama
dengan Angga, saat pertama kita bertemu, saat pertama kita saling berbagi
cerita, saat petama dia menemaniku dan meminta nomorku hingga kita saling
mengirim pesan. Memori itu dengan cepat hadir dalam ingatanku dan semakin
membuat aku merasakan panas dalam tubuhku.
Betapa bahagianya aku ketika mempersiapkan surprise untuk ulang tahunya yang
ternyata aku sendirilah yang mendapatkan surprise
darinya. Aku tak pernah menyangka kalau ternyata dia sudah mempunyai
seorang kekasih, mungkin aku tak akan pernah merasa sakit hati jika aku
mengetahui hal itu dari mulutnya sendiri, aku tidak sakit hati karena dia punya
pacar, hanya syok dan terlalu terkejut ketika tahu siapa kekasihnya. Temanku
sendiri.
Mungkin aku sudah merasakanya, entah kenapa aku
menuliskan kata terimakasih pada kartu ucapan yang aku berikan padanya. Mungkin
hati ini sudah merasakan akan terjadi hal semacam ini, tapi oatakku ini yang
terlalu bersemangat dan terlalu optimis untuk memberikan dia surprise yang tak pantas.
Air hujan yang semakin lama hanya menjadi gerimis membuat
aku tersadar akan kekhilafanku. Yang ada hanya sebuah penyesalan. Satu yang ada
dalam pikiranku “ aku tak tau apa yang kamu inginkan dan apa tujuanmu melakukan
ini, satu hal yang pasti. Aku menyesal telah mencintai orang yang salah.”
****
Aku terdiam ketika melihat sesosok cewek yang aku kenal
berada jauh dalam pandanganku, semakin ia mendekat aku semakin terkagum
olehnya. Tanpa aku sadari bola basket yang semula ada ditanganku lepas dari
genggamanku, aku tak menyadari itu karena aku terlalu fokus untuk melihat cewek
yang ada di depanku. Cewek itu berjalan dengan gemetar, itu terlihat pada
tanganya yang membawa sebuah kue tart berukuran sedang. Aku masih saja diam dan
memandanginya. Hingga aku tersadar bola basket itu melayang tepat mengenai kue
tart yang dibawanya.
Aku yang syok, sontak tak bisa berbuat apa-apa dan enah
kenapa langkah kakiku terasa berat saat aku ingin menghampirinya. Aku tak bisa
bmengucapkan satu kata pun mulutku ini seperti tertunci dan aku hanya bisa
melihatnya semakin dekat denganku.
Mataku bertatapan dengan matanya, mata yang memancarkan
sebuah kesedihan yang sedemikian hingga ia coba untuk tutupi. Aku tak kuasa
melihat mata itu, bajunya yang terkena oleh butiran-butiran cokelat membuatnya
tak berubah sedikitpun, dia semakin dekat denganku dan mengulurkan sebuah kotak
kecil berwarna hijau. Warna yang aku sukai. Dan dia hanya berkata kalau kotak
itu buat ku.
“Sofia. . Sofia. .”
Teriakan itu menyadarkan ku dari lamunanku, itu suara
Tom. Dan aku memandang kotak yang ada ditanganku, sontak aku sadar kalau hari
ini adalah hari ulang tahunku yang ke-18. Dengan cepat aku berlari dan keluar dari
lapangan. Diluar aku melihat Tom dan ia berkata kalau Sofia datang kesini untuk
memberikanku surprise . Tom
menjelaskan semuanya, dan seketika itu aku mengambil motorku dan dengan kencang
menancap gasku.
Hujan turun dengan derasnya, aku tak tau harus mencarinya
kemana lagi, aku sudah kerumahnya tetapi kata sopirnya ia minta diturunkan
untuk menenangkan diri. Aku sudah mencoba berputar-putar kota dan aku tak
mendapakan hasil apapun. Aku menyesal karena aku telah lupa dengan ulang
tahunku hingga aku tak menyadari kalau orang yang aku sayangi datang dan
memberikanku kejutan. Aku mencoba menelephonya, tapi nggak aktif. Lalu aku
mengirimkan pesanku padanya.
“ Maafkan aku, Sofia.”
****
Titik-titik air masih terasa dalam tubuhku, aku merasa
telah puas untuk melepaskan semua kesedihan yang aku rasakan, dengan hawa
dingin yang menyelubungi tubuhku, aku memutuskan untuk pulang. Untung saja
jalan ini tidaklah jauh dari rumahku, jadi cukup dengan jalan kaki.
“Ya ampun sayang, anak mama. Kok hujan-hujan sih? Memangnya
habis dari mana? Nggak sama ppak Lukman? Hmm?” pertanyaan berruntut dadi mama
ketika aku baru membuka pintu.
“Iya tuh, habis dari mana? Nanti kamu sakit lo?”
pertanyaan tanggapan dari papa.
“Ma, pa, aku pengen ikut papa ke Jakarta. Aku pengen
sekolah disana”.
Dengan langkah goyah aku menaiki tangga kamarku dan
membuka pintunya denga perlamahan, seketika itu juga aku membuang tubuhku
diatas kasur. Ku pejamkan mataku dan mengambil napas dalam-dalam. Aku merasakan
hangatnya air mataku yang mengalir di pipiku. Sontak aku berdiri karena
ternyata mama ada disampingku dan menghapus air mataku.
“Kamu kenapa sayang?Hmm?”
Aku langsung memeluk mamaku, aku menangis sejadi-jadinya,
aku semakin erat memeluk mamaku, mamaku menepuk-nepuk pundakku, sungguh aku merasakan
kehangatan dari diri mamaku. Mamaku membiarkanku manangis dengan puas, ia tak
menanyaiku tentang apapun. Dengan sendirinya mulutku menceritakan semua
kejadian yang aku alami.
Mama tak merespon apapun dari ceritaku, setelah aku puas
memeluk mamaku, aku perlahan melepaskanya. Terlihat mataku yang sembab dan
hidungku yang merah. Aku mengatakan pada mama kalau aku ingin melanjutkan
sekolah di Jakarta bersama dengan papa. Mama hanya dia saja dan perlahan
tanganya meraih tanganku dan mengizinkan aku untuk ikut dengan papaku.
Papa yang ternyata mendengarkan permintaanku pada mama,
akhirnya papa ikut masuk ke kamarku dan papa juga mengizinkan aku untuk ikut ke
Jakarta. tempat dimana ia bekerja.
****
Setelah kejadian yang membuat hatiku terasa hancur itu,
aku memutuskan untuk tidak masuk sekolah. dan aku langsung membuang handphoneku
agar aku nggak ingat lagi dengan orang itu. aku tak mau lagi melihat
wajah-wajah orang yang telah menyakitiku. Dan orang tau ku pun sangat mengerti
keadaanku, papaku datang ke sekolahku dan mengajukan surat pemindahan
sekolahku. Hingga aku satu minggu kemudian berangkat ke Jakarta bersama papaku. Karena tak ingin tinggal dirumah sendirian,
akhirnya mama memutuskan untuk merelakan pekerjaanya dan ikut dengan kami.
Aku kembali akif bersekolah di SMA negeri di Jakarta.
meskipun sekolahku ini tak semegah sekolahku yang dulu, tapi aku cukup puas
bersekolah disini. Di sekolah baru ku ini cukup ramai karena berada ditengah
kota, disamping sekolahku ada sebuah supermarket dan aku pergi ke sekolah tidak
membutuhkan waktu yang lama dan pemborosan uang. Karena sekolahku hanya
beberapa langkah dari rumahku. Papaku memilih sekolah itu dengan alasan karena
kalau aku bersekolah yang jauh dari rumah, tidak ada yang mengantar. Papa sudah
cukup sibuk dan tidak sempat untuk mengantar jemputku. Karena setelah aku pergi
dari Bandung, pak Lukman sudah tidak bekerja lagi.
“ Seneng?” tanya mama tiba-tiba
“Iya ma, suasana Baru.” Jawabku
Rumahku di Jakarta sangatlah berbeda dengan di Bandung,
dulu rumahku sangat rindang dan sejuk, tapi sekarang tidak. Di kota
metropolitan ini sangatlah panas dan jauh dari kesejukan. Meskipun begitu, aku
tak semudah itu melupakan kenangan-kenangan di kota kelahiranku itu. Dan
meskipun aku sudah jauh dari kota itu, masih terkenang kejadian-kejadian buruk
itu. Dengan menutup mata, aku menarik napas dalam-dalam dan memastikan aku akan
melupakan kejadian itu.
Aku yang dulu tidak jauh berbeda dengan aku yang
sekarang, hanya saja aku sekarang lebih mempunyai banyak teman dan aku sudah
sedikit mengurangi rasa cuek ku. Semua itu aku lakukan agar aku bisa melupakan
masa laluku yang kelam itu. Aku disini lebih bahagia karena berkumpul dengan
orang tuaku.
“ Selamat tinggal masa lalu”. Ucapku dalam diam.
****
Aku pulang dengan basah kuyub, dengan langkak kaki yang
tak berdaya dan membuka pintu rumahku dengan perlahan. Mamaku kaget melihat
keadaanku, ia paling tahu kalau aku tidak cocok dengan air hujan karena
setelahnya aku akan sakit. Mama bertanya terus-menerus dan aku tak sedikitpun
menjawab pertanyaan mama. Aku langsung manaiki tangga kamarku dan membukanya
dengan perlahan dan menutupnya dengan hentakan yang keras. Mungkin mama kaget
dengan tingkahku yang seperti ini. Karena hal ini tak pernah aku lakukan.
“Angga, kamu kenapa nak? Apakah ada maslah? Jawab mama
nak?”
“aku nggak papa kok ma, Cuma pengen tidur aja. Capek.”
Jawabku sekenanya
Aku melihat ponsel ku dan ternyata nothing! Tak ada satu pun pesanku yang dibalas oleh Sofia. Mungkin
dia sangat marah kepadaku dan sangat kecewa padaku. Aku benar-benar merasa
seperti orang bodoh. Aku merasa panas menyusur tubuhku, aku mulai menggigil
karena kedinginan, tapi aku tak mempedulikanya. Hanya satu yang aku pikirkan,
aku akan menemuinya besok disekolah dan aku akan menjelaskan semuanya.
Keesokan harinya aku masih merasa tubuhku panas, aku
memaksakan diri untuk tetap masuk sekolah karena aku akan melakukan apa yang
aku inginkan. Aku akan meminta maaf, kalau perlu aku akan memohon kepadanya
sekalian agar aku dimaafkan. Sungguh aku tak bermaksud menyakitinya.
“ Ma, aku berangkat dulu” ucap Angga sambil berjalan
mengambil motornya
Memang hal yang kita harapkan tu tak semudah itu akan
terwujud, aku mencari Sofia di kelasnya, bertanya pada anak kelas X yang
mengenalnya. Sungguh aku frustasi dengan ini, hingga aku mendengar dari seorang
teman sekelasnya kalau Sofia telah mengurus sura pindahnya. Ia ingin pindah
sekolah.
Dengan lemas aku menuju tempat dimana aku memperoleh
ketenangan, yaitu di taman belakang sekolah. aku menenangkan diri dengan
menghirup udara dengan pelan. Dan aku memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya ke
Jakarta. dengan tujuan mencari Sofia.
****
Empat
. . Lima. . Enam tahun kemudian.
Aku sekarang melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia.
Aku sekarang lebih dikenal dengan nama Sofi. Aku kuliah di jurusan Akuntansi
dan aku cukup terkenal di kuliahku meskipun aku adalah mahasiswa baru. Orang
tuaku sekarang mengizinkan aku menaiki bus saat aku ingin berangkat ke kampus.
Bus itu khusus untuk mahasiswa UI.
Sosok itu mengingatkanku pada seseorang yang tak asing bagiku, entah itu
benar atau salah. Rambutnya yang kaku, hidungnya yang tidak terlalu mancung,
dan kulit sawo matangnya benar-benar mengingatkankanku pada sosok yang tak
mampu kuingat. Tatapanya yang seakan menusuk relung jiwaku itu membuat aku tak
berkedip sama sekali seolah-olah jantungku ini berhenti berdetak. Sungguh entah
apa yang aku rasa, tak sengaja perasaanku seperti tertusuk durI yang amat tajam
hingga terasa perih dan air mataku tak sengaja menetes. Hembusan angin dan
dinginya air hujan semakin membuat aku merasa tak kuasa menahan perihnya
perasaaku. Aku bingung kenapa aku seperti ini, kenapa aku merasakan hal yang
sebelumnya tak pernah kurasakan, kenapa? Kenapa? Siapa dia? Siapa lelaki itu?
Hingga bus yang aku tunggu pun sampai dan tanpa menunggu lama aku langsung
masuk kedalam bus dan menenangkan perasaan yang tidak jelas ini. Tuhan kenapa
aku merasa seolah-olah aku mengenal lelaki itu?
Dalam
hatiku aku bertanya-tanya, sekian lama aku hidup di kota Bandung aku tak pernah
merasakan hal semacam ini. Disaat aku putus dengan kekasihku pun aku tak
seperti ini, sungguh ini perasaan yang asing bagiku. Lelaki itu, sungguh aku
seperti mengenalnya, aku berpikiran kalau dia orang yang sangat penting dalam
hidupku. Tapi kenapa? Kenapa perasaanku mengatakan hal yang tidak sinkron
dengan otakku sendiri. Ini aneh. Benar-benar aneh. Aku terlarut dalam bayangan
pikiranku, tebakan-tebakan aneh yang menggelayuti otakku, hingga seseorang
menyadarkanku. “ Neng bangun neng, sudah sampai dikampus eneng.” Oh tidak!!
Aku
tertidur di dalam bus, sungguh ini hal memalukan. Malu karena pak kenek sendiri
yang membangunkanku setelah sampai dikampusku. Tersadar akan hal itu aku sentak
langsung berdiri dan berlari masuk kedalam kampus dan dari kejauhan
terlihat pak kenek geleng-gelang kepala
melihat tingkahku yangseperti anak-anak. Tak sadar aku mengingat apa yang aku
mimpikan tadi, mimpi yang sangat aneh hingga membuat aku sangat menikmati mimpi
itu dan seolah-olah aku mengalaminya secara langsung. Siapa lelaki yang aku
mimpikan tadi? Aku tak mengenalnya, sama sekali tak mengenalnya. Lalu kenapa
aku tadi menangis? Kenapa hati dan perasaanku seperti ditusuk duri yang sangat
tajam?huuuhhh yasudahlah, aku tak mau memikirkan mimpi yang sangat buruk itu,
sekarang waktunya serius untuk mempersiapkan ujian skripsi. Semangat!!
Aku masuk ke kampus dengan santai, kampusku terlihat
sangat rindang meskipun tempatnya di ibu kota.aku selalu menggunakan celana
kain dan menggunakan jas kampusku. Aku menggunakan sepatu flat saat kuliah dan menggunakan tas bertali samping.
“Sof. . kok tumben udah berangkat?” tanya Ani
“Hehe. . iya dong. Kan aku sekarang anaknya rajin.”
Jawabku seadanya
Disini aku mempunyai banyak teman dan aku belum berniat
untuk mempunyai seorang kekasih atau pacar meskipun semua temanku sudah
menggandeng pasangan. Setiap libur aku tak pernah kemana-mana, aku hanya
menonton televition dirumah dengan
mama. Aku paling malas jika teman-temanku mengajakku shopping . mendingan aku tidur dirumah .
“Kamu nanti pulang sama siapa?” tanya Ani
Aku melihat sekeliling kampus dan menyapa mereka jika aku
mengenalnya. Hingga aku dicubit oleh Ani karena aku tak menanggapi
pertanyaanya. Aku tak pernah kemana pun setelah aku selesai kuliah, mama selalu
menungguku dirumah untuk makan malam bersama. Aku pulang juga dengan
menggunakan bus, terkadang aku juga di
boncengin teman kuliahku.
“Yuk, kita masuk kelas.”
“Okay”. Jawabku
Tak pernah terbayangkan sudah enam tahun aku ada di kota
ini, aku merasakan suasana yang berbeda dari kehidupanku sebelumnya dan tak ku
sangka aku sudah mencapai semester VIII dan siap menghadapi skripsi. Aku melihat keindahan kampusku
untuk yang terakhir kalinya karena tak lama lagi aku akan meninggalkan kampus
tercinta ku ini.
Tentu setelah aku
menjadi sarjana.
****
Awalnya aku bermimpi untuk menjadi seorang atlet basket. Namun karena aku mempunyai
misi dalam hidupku yang lebih utama ,aku memenuhi janjiku, aku meminta izin pada mama untuk
melanjutkan kuliah di Jakarta. Awalnya mama tak mengizinkanku, tapi akhirnya
mama merestui aku untuk pergi ke Ibu Kota. Dengan langkah yang mantap aku
berpamitan dengan mama, beliau meneteskan air matanya ketika aku berpamitan,
mungkin karena beliau tidak tega dan masih belum terbiasa untuk tidak
bersamaku.
Aku memandang semua sudut-sudut kota itu, kota-kota besar yang selama ini
hanya terlihat di televition sekarang
aku bisa melihatnya secara nyata. Sungguh kota yang besar, tapi berbeda sekali
dengan kota ku yang sejuk nan asri. Disini hawa menyusup tubuh dengan panas
yang tak merata.
“Hati-hati kalau kamu mau pegi ke Jakarta”
Pandanganku mengarah pada awan yang terihat indah seperti
laut, seketika itu aku mengingat apa yang dipesankan oleh mama. Aku tega
meninggalkan mama karena papa yang selama ini bekerja di luar kota sebangai
Angkatan Laut telah pensiun dan beliau sekarang menemani mama di kota lahirku
itu. Sekarang papa membangun sebuah usaha untuk menemainya dihari tua nanti.
Jadi aku tak perlu khawatir lagi dengan keadaan mama.
Aku berusaha semaksimal mungkin hingga aku bisa diterima
di Universitas Indonesia. Aku di terima di jurusan Management. Selama aku kuliah, aku juga tak lupa untuk menjalankan
misi ku yaitu untuk mencari Sofia. Setiap aku tak ada kegiatan aku selalu
menyempatkan diri untuk mencarinya entah itu di Jakarta kota maupun di Jakarta
pedesaanya.
Hingga empat tahun pun ku lalui, aku menjadi sarjana dan
aku langsung mendapat pekerjaan ketika aku lulus. Aku diterima disebuah
perusahaan dan sebagai pegawai biasa. Aku selau ingat apa kata orang tuaku “
kalau ingin sukses itu mulai dari nol” dengan hal itu aku menjadi lebih
semangat dan belajar untuk terus memperbaiki kwalitas pekerjaanku, hingga saat
ini aku menjadi seorang wakil manager.
****
Gerimis mengguyur kota Jakarta, aku menyusuri tepi jalan
untuk menuju ke halte bus, seperti biasa, kalau aku nggak menggunakan bus
kuning untuk pulang kuliah, aku pasti menunggu bus lain di halte. Mataku
menyusuri seluruh jangkauan mataku, Sosok itu mengingatkanku pada seseorang yang tak asing bagiku, entah itu
benar atau salah. Rambutnya yang kaku, hidungnya yang tidak terlalu mancung,
dan kulit sawo matangnya benar-benar mengingatkankanku pada sosok yang tak
mampu kuingat. Tatapanya yang seakan menusuk relung jiwaku itu membuat aku tak
berkedip sama sekali seolah-olah jantungku ini berhenti berdetak. Sungguh entah
apa yang aku rasa, tak sengaja perasaanku seperti tertusuk duri yang amat tajam
hingga terasa perih dan air mataku tak sengaja menetes.
Tak sengaja aku bertatapan dengan lelaki itu, sontak aku
langsung mengusap air mataku yang tak sengaja menetes. Mata itu sangat lembut
dan hatiku berdesir merasakan panas hawa dalam tubuhku. Tubuhku mulai bergetar
dan aku seperti pernah merasakan hal semacam ini, sungguh aku tak kuasa
memalingkan pandanganku darinya.
“Ayo naik. . ayo naik. . cepat”
Mendengar teriakan-teriakan itu aku kaget dan langsung
menaiki bus itu, aku lewat pintu depan bus, tak sengaja aku melihat lelaki itu
juga menaiki bus yang sama denganku, tapi melalui pintu yang berbeda. Hatiku timbul sebuak gejolak yang tak pernah
aku mengerti, aku menjadi tak nyaman dengan keadaan ini karena aku merasa
bingung apa yang sebenarnya aku rasakan.
Aku mencoba untuk menenangkan perasaanku, aku pejamkan
mataku dan aku mengambil napas dalam-dalam. Aku bergelayut dalam bayanganku,
aku mengingat hal – hal yang telah aku lalui, lelaki it tak asing bagiku. Sungguh
aku seperti telah melihatnya, tapi itu entah kapan. Mimpi itu . . iya mimpi itu
aku mengingatnya. Lelaki itu adalah lealaki yang sama persis dengan lekaki yang
hadir dalam mimpiku.
“Turun mana neng?”
Aku terkaget dan langsung terbangun dari bayanganku, aku
sengaja melirik ke bkursi belakang untuk memastikan apakah lelaki itu
benar-benar lelaki yang hadir dalam mimpiku atau bukan. Sialnya, lelaki itu
sudah turun dari bus.
****
Mobilku
hari ini sedang di bengkel karena yahh, memang sudah waktunya untuk di service. Aku sengaja tidak pulang dengan
temanku, Adnan. Karena aku ingin mencoba naik bus setelah hal itu lama tak ku
lakukaan lagi. Terakhir aku naik bus sebelum aku menjadi wakil manager, memang ada enaknya naik bus
karena bisa tau wilayah Jakarta. tapi banyak nggak enaknya karena pasti
berdesak-desakan dan harus menunggu di halte terlebih dulu.
Sial, hujan akan segera turun dan aku masih belum sampai
di halte. Aku sengaja berjalan menuju halte karena letaknya tak jauh dari
perusahaanku. Aku melangkah lebar-lebar dan sedikit berlari agar aku bisa cepat
sampai disana. Langkahku tiba-tiba terhenti setelah tak sengaja aku menatap
lurus dan mataku bertatapan dengan seorang yang nggak asing bagiku.
Dia berlari- lari karena dia mungkin juga takut kehujanan,
ia terlihat seperti seorang mahasiswi Universitas Indonesia karena aku sangat
hafal dengan jas yang digunakanya itu, jas itu sama dengan milikku. Matanya
mengingatkanku pada seseorang yang aku kenal, mungkin. Aku mengingat-ingat
semua memory ku entah yang terjadi di
Jakarta maupun yang terjadi di Bandung.
Aku tak berkedip melihatnya, dia pun menatapku dengan
saksama meskipun berjarak tidak terlalu dekat. Mata itu . . tatapan itu . .iya
aku ingat. Itu tataman mata seseorang yang aku cari. Itu tatapan Sofia, iya itu
Sofia. Aku yakin.
“Ayo naik. . ayo naik. . cepat”
Suara itu membuyarkan pikiranku, dia naik dengan
tergesa-gesa melaui pintu depan dan aku menuju pintu belakang bus. Aku selalu
memperhatikanya karena ia tampak dari belakang, aku merasa dia tak mengingatku
atau mungkin dia mengenaliku? Aku merasa dia bertingkah aneh, tubuhnya terlihat
bergetar dan matanya memancarkan kebingungan.
Aku turun dari bus terlebih dahulu karena aku telah
sampai di apartemenku. Aku sangat ingin menemuinya lagi, perasaan ini telah
lama tak kurasakan, perasaan yang hanya ada jika melihat cinta pertamaku itu.
Sofia.
“Akhirnya aku menemukanmu, Sofia.” Gumamku dalam hati
****
Setalah kejadian tadi sore, aku sama sekali tak tenang
dan tak bisa tidur. Perasaan itu adalah perasaan yang tak pernah aku rasakan
sebelumnya, aku memutar kedua bola mataku dan tepat saat aku menghadap keatas,
aku ingat. Iya aku ingat kapan aku terakhir kali merasakan perasaan seperti
ini, perasaan sakit yang tiada duanya, perasaan sakit yang melebihi apapun.
Sakit yang seperti tertusur duri. Iya, aku pernah sekali merasakan ini.
Aku mengingat-ingat kembali sosok lelaki itu, aku
membayangkan wajahnya dan ciri fisiknya. Ia tadi menggunakan jas, sepertinya ia
adalah seorang pekerja kantoran, tubuhnya jangkung, kulitnya sawo matang dan
rambutnya. . rambutnya kaku. Aku memutar – mutar memory ku. Dan seketika aku ingat akan seseorang yang mempunyai
ciri-ciri yang hampir mirip dengan lelaki itu. Aku segera bangun dari tempat
tidurku dan bergegas mengambil sebuah dalam laci kamarku.
“Bagaimana kalau kita foto bareng sof?” ajak Angga
“Okay deh, buat kenang-kenangan ya?” jawabku dengan
tersenyum
Waktu Angga mengajakku berjalan-jalan entah kemana,
karena aku nggak ada kerjaan dirumah, jadi aku menyetujuinya. Dengan kaos biru
nya dan sweeter abu-abunya, Angga
terlihat sangat keren. Dia tersenyum melihatku karena aku hanya menggunakan
celana jeans hitam dan kaos berwarna
biru juga. Setelah memutari kota Bandung, kami memutuskan untuk mampir di
taman. Kami hanya duduk-duduk disebuah kursi kayu yang diukir.
Kami terlihat seperti sepasang kekasih padahal kami hanya
berteman. Entah bagaimana Angga tau kalau ada foto langsung jadi disana. Ia
menawariku untuk foto bersama denganya. Akupun langsung menyetujuinya karena
aku pikir bisa digunakan sebagai kenang-kenangan. Kami berfoto dua kali, foto
pertama kami saling mencubit pipi masing-masing dan foto kedua aku dan dia
tersenyum gembira.
“Aku bawa fotonya satu, kamu juga bawa satu ya.” Pinta
Angga
“Oke deh, kamu mau bawa yang mana?” tanyaku
“ Aku bawa yang cubit pipi deh, kamu lucu kalau kayak
gini.” Jawab Angga sambil cengengesan.
****
Hari ini sengaja pergi ke kampus karena aku berniat
menemui dosenku, seperti biasa aku berangkat dengan naik bus. Kali ini aku lega
karena aku tak melihat lelaki itu, mungkin yang aku pikirkan kemarin adalah hal
yang salah, menganggap seseorang yang belum pasti itu seperti orang yang aku
pikirkan. Mana mungkin dia ke Jakarta? dia kan pengen jadi atlet basket. Aku masih ingat semua yang ia ceritakan kepadaku
meskipun aku terus mencoba untuk melupakan kenangan-kenangan itu.
Aku sampai di kampus pagi-pagi sekali, di kampus hanya
ada segelintir mahasiswa dan mahasiswi. Maklum saja, biasanya kampus akan mulai
ramai setelah pukul 07-08 pagi. Aku berjalan menuju kampus dengan langkah
cepat, karena aku berniat untuk menunggu dosenku di depan sebelum ia masuk ke ruangan.
Aku sedang asyik duduk di tempat duduk yang memang
sengaja dibuat untuk mahasiswa yang lagi nongkrong.
Karena masih sepi, jadi aku duduk sendirian sambil mendengarkan earphone ku. Aku menerawang jauh jalan
diseberang kampus, sungguh aku tak sengaja melihat laki-laki itu lagi. Aku kucek-kucek mataku berulang-ulang untuk
memastikan apakah ini hanya sekedar halusinasi atau realitas.
“Hei, Sofia . . .”
Aku menatap dengan saksama lelaki itu, kali ini dia
menggunakan celana kain dan jas yang berwarna cokelat. Dia turun dari mobil dan
tepat di depan gerbang kampusku. Ia menatapku dan seolah-olah dia memanggilku,
aku tak mendengarnya karena aku sedang menggunakan earphone. Aku melepas dengan segera earphone ku dan aku dapat mendengar dengan jelas kalau dia
memanggilku. Iya dia memanggilku. . wajah itu, suara itu, meskipun agak berbeda
tapi aku masih mengenali suara itu.
“Hei, Sofia jangan lari” teriak lelaki itu
Aku berkutat pada pikiranku, kali ini aku tak salah, aku
benar. Lelaki itu. . lelaki itu adalah Angga. Tepat. Dia adalah Angga. Seketika
itu entah kenapa aku tak bisa menahan air mataku dan merasakan panas pada
wajahku. Sakit itu. . kembali muncul. Duri
selama ini aku mencoba melupakanya kembali muncul, dan sontak aku
berlari masuk ke dalam kampus, dia berteriak dan mengejarku.
Tubuhnya yang tidak terlalu tinggi jelas tidak terlalu
cepat dalam berlari, Angga mengejarku dengan langkahnya yang panjang dan tak
lama kemudia aku merasakan tekanan pada
pergelangan tangaan kananku, tekanan itu semakin terasa hangat dan
membuat aku menyeringai kesakitan. Jelas aku langsung berhenti dan membiarkan
tanganku merasakan tekanan itu. Angga memegang pergelangan tanganku dengan erat
dan tidak membiarkan aku untuk berlari.
“Maafkan aku”
Suara itu terdengar lembut ditelingaku,tapi seketika itu
juga mataku semakin mengalirkan air mata. Hatiku terasa perih mendengar suara
itu lagi, suara yang entah beberapa tahun silam, yang aku kagumi. Suara yang
dulu selalu ingin aku dengarkan, suara yang membuat jantungku berdetak lebih
kencang saat aku mendengarnya dan suara yang mampu membuat aku menangis
histeris.
Aku masih berdiri mematung tanpa berniat untuk menoleh ke
balakang dan melihatnya, rasanya dengan mendengar suaranya saja aku sudah tak
cukup mampu untuk menahan desiran hatiku. Dia masih tetap memegang tanganku,
semakin erat.
“ aku ingin menjelaskan semua kesalahpahaman ini”
Aku tak sedikitpun bergerak, hingga akhirnya dia
melepaskan peganganya, dan dengan cepat memegang pundakku. Tak sedikitpun ia
memberi celah untukku agar aku bisa berlari meninggalkanya. Dengan lembut ia
menarikku agar aku menghadap ke arahnya. Aku tak kuasa mencegahnya, aku menutup
erat mataku agar aku tak melihatnya. Kurasakan kehangatan menyentuh pipi
kananku, mengusap air mataku yang telah menetes. Aku tak bisa menahanya lagi
dan akhirnya aku membuka mataku.
Mata itu, mata yang terakhir aku melihatnya. Mata yang
penuh dengan ketenangan. Ia menatapku dengan lembut, masih sama seperti
terakhir aku melihatnya. Aku mencoba untuk melepaskan pegangannya dari
lenganku. Aku mencoba untuk tenang dan mengusap air mataku sendiri.
“Aku ingin berbicara denganmu.”
Aku tak merespon permintaanya, aku tak cukup tenaga untuk
menjawab permintaanya. Akhirnya aku mengikuti langkah kakinya dan masuk kedalam
mobilnya.
Aku masih terdiam didalam mobilnya, hingga mobilnya
berhenti di suatu jalan yang sepi. 5 menit. . 10 menit. Kami masih diam dan
bergelut dengan pikiran masing-masing. Hingga aku angkat bicara dan menanyakan
apakah ada sesuatu yang harus dibicarakan? Dia masih terdiam, Angga yang aku
kenal masih tetap sama. Selalu diam ketika aku tak memulai untuk bicara. Aku
menarik napas dalam-dalam.
“Kenapa? Ada sesuatu yang penting? Kurasa kita sudah
tidak ada hubungan apa-apa lagi, dulu dan sekarang sama. Kita berteman. Dan
sekarang aku minta kamu anterin aku ke kampus.” Aku mulai buka mulut agar angga
tidak diam lagi
Angga masih menatap lurus jalan itu, matnya tak berkedip
dan tanganya memegang erat setir mobilnya. Aku memilih untuk diam. Dalam hati
aku marah. Sangat marah. Kenapa harus dia yang diam? Kenapa dia yang tidak mau
bicara? Aku memandangi jalan dengan mengarah pada kaca samping mobil.
Dia menarik daguku dengan lembut, seolah meminta agar aku
menatapnya. Ia menatapku dengan tatapan yang hangat dan akhirnya dia membuka
mulutnya untuk berbicara.
“Kamu salah paham”
Dengan panjang lebar ia menjelaskan semua kejadian dulu,
yang membuat aku salah paham. Dengan tenang dia melepaskan tanyanganya dan diam
lagi. Sungguh aku merasa senang, bahagia , karena selama ini aku telah salah
menilainya. Perlahan dia memegang tanganku dengan matanya masih menatap depan
jalanan itu. Aku pun juga membiarkan pegangan tanganya.
Tangan hangat itu, menghangatkan seluruh jiwaku. Kami
masih saling diam tanpa bicara, hanya melihat seisi jalan yang juga sepi.
“Kamu mau menikah denganku?” matanya menatapku dengan serius
(aku mengangguk dan tersenyum)
Kami saling senym satu sama lain, hal yang dulu pernah
aku alami bersamanya terulang kembali. Aku menyadari kalau cinta itu seberapa
kuat kita untuk mempertahankan cinta itu, dengan begitu kamu akan dicintai oleh
orang yang juga kamu cintai.
****
“Ingat nggak masa muda kita?” aku menatap suamiku sambil
tersenyum geli melihat wajahnya yang cemberut.
Suamiku mempunyai nama lengkap Angga Ramadhan, dulu waktu
kami masih muda banyak teman-temanya dan termasuk aku memangginya Angga. Karena
aku sering mengulang-ulang kisah cinta kami, akhirnya suamiku memintaku untuk
memanggilnya Rama. Suamiku selalu cemberut ketika aku menceritakan hal-hal
mengenai masa lalu kami.
“Masih marah? Ih pemarah ya ternyata”. Godaku pada
suamiku
“ Hmm. . .” responya
Sebagai istri aku sangat tau sifat suamiku, sejak SMA
sampai sekarang sifatnya nggak berubah sama sekali. Dia selalu cuek dan nggak
peduli terhadap apa yang dianggapnya nggak penting. Terkadang aku sampai marah
karena dia terlalu cuek. Dulu sewaktu aku hamil muda, ia memang selalu
menemaniku, tapi ia kadang tak mau membelikanku sesuatu yang aku inginkan.
“Nggak usah aja ya, aku capek”.
Aku kadang harus ngambeg
dulu supaya dia mau melakukan apa yang aku inginkan. Tapi jangan salah, suamiku
itu sangat penyayang, dan sangat mengerti keadaanku. Dulu waktu Rifka dan Rifki
masih bayi, ia selalu bangun malam dan membuatkan mereka susu ketika mereka
menangis. Ia tau kalau aku sudah lelah mengurus anak-anakku di siang hari.
“Aku nggak suka kalau kamu ngungkit-ungkit masa lalu
kita” sambil menatapku dan nyengir.
“ Cie. . marah. Aku nggak kuat dengan tatapan matamu”
jawabku sambil tertawa
Aku dan suamiku selalu seperti ini ketika bersama, kami
tak pernah satu pendapat. Mulai dari kesukaan dan apapun itu. Tapi kami selalu
memahami dan saling mengerti satu sama lain. sesuatu yang penting selalu kami
bicarakan bersama-sama.
“Mama. . Papa “ teriak anak-anak menghampiri kami
EPILOG
Waktu itu aku sedang asyik bermain basket dengan Tom di
lapangan basket sekolah. Seperti biasa aku dan Tom sering melakukan basket
entah itu ada tugas sekolah ataupun nggak. Sebenarnya aku ingin bercerita
dengan Tom mengenai cewek yang pertama kali bisa membuat jantungku berdebar.
Sebelumnya aku berbasa-basi dulu dengan Tom. Kalau ia berhasil memasukkan bola
pertama ke ring ku, aku akan menceritakan seseorang yang penting itu. Aku
sedang asyik-asyiknya bermain dan men-dribble
bola ku tiba-tiba terdengar suara seorang cewek dan itu ternyata Vika. Aku
nggak tau kenapa dia menghampiriku, dan aku sangat syok ketika ia memelukku.
Sontak aku langsung melepaskanya, aku bingung dengan apa
yang dia lakukan. Hingga dia mengatakan kalau sebenarnya dia menyukaiku, dia
sudah lama suka denganku, tapi karena aku cuek dan tak mempedulikan siapapun
yang mendekatiku. Dia bilang kalau dia nggak pernah rela kalau aku bisa jadian
sama kamu.Sofia. Dia tau kalau aku sebenarnya menyukaimu sejak pertama kita
kenal, dan kamu pun katanya juga menyukaiku.
Sengaja dia membuatmu untuk meragukanku, menjelek-jelekkan
ku di depanmu supaya kamu bimbang dan ragu pada perasaanku ini. Kamu tau kenapa
aku diem aja waktu kamu ngasih kue
tart? Jujur aku lupa dengan ulang tahunku sendiri. Biasanya mama selalu ngucapin pagi hari, tapi mungkin mama
sengaja ngucapin di malam hari
sekalian ngasih aku kejutan. Makanya aku kayak orang blo’on waktu itu.
Aku baru sadar setelah kamu lari dan aku langsung
mengejarmu, setelah di luar lapangan Tom memanggilku dan menceritakan semua hal
yang kamu rencanakan. Dengan cepat aku mengendarai motor dan mencari ke
rumahmu, tapi sopirmu bilang kalau kamu minta diturunkan disuatu tempat untuk
menenangkan diri. Aku muter-muter nencarimu
dan hasilnya nohing!
Aku kehujanan dan malamnya aku sakit, aku pengen banget
ketemu kamu dan menjelaskan semuanya ke kamu. Tapi watku aku ke kelasmu, aku
dikasih tau temenmu kalau kamu pindah sekolah. seketika itu aku frustasi dan
memutuskan untuk tidak menjadi atlet basket
dan berganti menjadi jurusan Management Universitas Indonesia.