Menu

Workshop Pembinaan Penyelenggaraan US di SMA dilaksanakan di Grand Savero Hotel Bogor


Salah satu pilar pokok dalam proses pembelajaran adalah penilaian. Oleh karena itu, pemerintah lewat Direktorat Pembinaan SMA Kemdikbud RI terus mengupayakan bentuk peningkatan   penilaian dalam pembelajaran. 

Salah satu upaya itu terlaksananya USBN  pada tahun pelajaran 2016-2017. Mengapa demikian? Sejak diterbitkannya Permendikbud Nomor 13 Tahun 2015 ttg Kelulusan peserta didik di bangku SMA tidak lagi ditentukan oleh nilai UN (Ujian Nasional). Sejak saat itu, maka kriteria kelulusan peserta didik hanya ditentukan oleh: (1) mengikuti seluruh proses pembelajaran; (2) memiliki sikap dan perilaku yang baik; (3) lulus USBN dan US; dan (4) mengikuti Ujian Nasional (UN).

Menurut Dr. Eko Warisdiono (Kasubdit P-SMA Kemdikbud RI),  bahwa saat ini pemerintah terus berupaya agar standar kelulusan peserta didik di bangku SMA terus diupayakan ada peningkatan. Upaya tersebut, utamanya difokuskan dalam menyusun standardisasi soal USBN dan US yang benar-benar akuntabel. 

"Pemerintah akan terus berupaya agar standar kelulusan peserta didik di SMA tetap berkualitas dan proporsional, meski tidak ditentukan oleh UN. Oleh karena itu, melalui Workshop Pembinaan Penyelenggaraan US di SMA ini,  pemerintah dalam hal ini Ditjen Pembinaan SMA Kemdikbud RI terus mengupayakan agar bentuk penilaian yang nantinya akan berimbas pada standardisasi kelulusan SMA lebih baik dan bermutu, "imbuhnya.

Narasumber lain dalam forum tersebut yang membicarakan tentang penilaian adalah Deni Hadiana, M.Si. dari Puslitbang Puspendik Kemdikbud RI. Beliau menyampaikan bahwa, "Kurikulum apapun namanya yang di-desain untuk mencapai tujuan pendidikan nasional harus mencakup tiga ranah penilaian yakni pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kaitannya dengan Standar Kompetensi Kelulusan (SKL), maka SKL SMA disusun untuk menstandardisasikan tiga aspek penilaian (pengetahuan, sikap, dan keterampilan). Setelah tiga tahun berinteraksi dengan dalam proses pembelajaran."

Sehingga dapat dikatakan, bahwa proses pembelajaran memiliki tiga hutang, yakni: SKL adalah hutang tiga tahunan, KI (Kompetensi Inti) adalah hutang tahunan, dan KD (Kompetensi Dasar) adalah hutang harian, tengah semester, dan akhir semester.

"Modal untuk melunasi hutang (SKL, KI, dan KD) adalah proses pembelajaran dan penilaian yang standar", imbuhnya.  

Harus disadari oleh setiap pendidik dan satuan pendidikan, bahwa IPK (Indikator Pencapaian Kompetensi) harus sejajar dan sejalan  dengan SKL, KI, dan KD serta harus sejalan dan sejajar dengan proses pembelajaran dan penilaian.

Dalam forum yg sama, juga dibicarakan tentang bagaimana sebuah penilaian dilakukan menggunakan soal memiliki akuntabilitas yang baik. Tentunya hal ini tidak lepas dari si penyusun soal. Penanggung jawab penyusun soal bisa dari pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan. Pertanyaannya, "Sudahkah penyusun soal memiliki kemampuan dalam menyusun setiap butir soal?". Soal yang baik bukan karena susah/sukar dijawab oleh peserta didik. Akan tetapi, soal yang memiliki validitas penilaian. Apa yang diukur, diuji, maupun yang diteskan sesuai dengan yang disampaikan dalam proses pembelajaran.

Selain itu, soal yang memiliki validitas dan akuntabilitas yang baik adalah yang memiliki standar HOTS  (Hight Order Thinking Skill), yakni soal yang mengukur kemampuan tingkat tinggi. Hal ini sejalan dengan salah satu hasil uji tes pembelajaran tingkat internasional (semacam PISA). Bahwa perwakilan siswa Indonesia dalam hasil tes PISA masih dalam tingkat yang memprihatinkan. Oleh karena itu, setiap pendidik harus mampu menyusun soal dalam bentuk HOTS yang busa mengukur proses kemampuan kognitif tingkat tinggi  (C4, C5, dan C6), yakni menganalisis, menyimpulkan, dan mengkreasikan. Baik dalam dimensi pengetahuan berupa faktual, konseptual, prosedural, maupun meta kognitif. 

Dalam kaitannya dengan penyusunan soal USBN dan US yang telah diatur dalam POS (Prosedur Operasional Standar) oleh Kemdikbud RI dan telah diadaptasikan oleh masing-masing satuan pendidikan dalam hal ini SMA, bahwa setiap sekolah baik negeri maupun swasta harus melaksanakan USBN dan US yang benar-benar akuntabel. Sebab USBN dan US menjadi salah satu syarat kelulusan peserta didik (SMA).

Dalam evaluasi program penyusunan POS USBN dan US, Negeri 1 Bojonegoro memiliki nilai 92% memenuhi standar. Di sisi lain, dalam penyusunan soal PG-US untuk mapel Bahasa Indonesia memiliki capaian hasil dalam dimensi kognitif sebagai berikut: C1=0%, C2=17%, C3=40%, C4=23%, C5=15%, dan C6=5%. Sedangkan hasil untuk dimensi tindak lanjutnya sebagai berikut: 75% digunakan, 25% diperbaiki, dan 0% ditolak. Untuk soal uraian dalam mapel yang sama, dimensi kognitif dicapai hasil sebagai berikut: C1=20%, C2=40%, C3=0%, C4=0%, C5=20%, dan C6=20%. Sedangkan untuk dimensi tindak lanjut capaian hasilnya sebagai berikut: 100% digunakan, 0% diperbaiki, dan 0% ditolak.

Workshop Pembinaan Penyelenggaraan US di SMA dilaksanakan di Grand Savero Hotel Bogor mulai tanggal 3 sampai dengan 6 Mei 2017 yang diikuti guru semua mapel USBN dan US se-Indonesia. Dalam forum ini juga dibicarakan tentang isu-isu yang menjadi trending topic, antara lain: e-rapor, penulisan ijazah, Dapodik, UN, dan beberapa topik pembicaraan lain seputaran dunia  pendidikan yang sedang hangat dibicarakan di publik.

(liputan: Abdul Jalil - guru mapel Bahasa Indonesia)