Menu

Wahdah Zaman

Salah satu yang dapat dijadikan contoh untuk wahdah zaman ini tedapat dalam kasus kausalitas yang tak mesti dalam proposisi menduga. Dengan demikian, kajian berikut mengupas soal contoh wahdah zaman sekaligus tentang sifat kausalitas yang sah untuk dijadikan sebagai premis dalam syllogisme. 

Contoh 1: 
  • Jika saya merasa gelisah, maka saya berdzikir
  • Jika saya berdzikir, maka hati saya merasa tenang

Jadi, jika saya merasa gelisah, maka saya merasa tenang

Apa yang salah dengan syllogisme di atas ? Syllogismenya tampak benar, syllogismenaya tak ada yang salah, tapi mengapa konklusinya tampak paradoks ? kontradiksi di dalam kalimat itu sendiri, antara saya gelisah dan saya tak gelisah. Absurd !

Tanpa memahami teori wahdah zaman, hal itu sulit dijelaskan. Tetapi, teori wahdah zaman menjelaskan bahwa kalimat tersebut bermakna : 
  • saya mulanya merasa gelisah
  • saya kemudian tidak merasa gelisah 

"mulanya" dan "kemudian" adalah dua hal yang membedakan zaman. masalahnya informasi mengenai zaman tersebut tidak tersurat, melainkan tersirat atau tak dieksplisitkan. 

A = saya merasa gelisah
B = saya berdzikir
C = saya mearsa tenang
  • JIka A, maka B
  • Jika B, maka C
Jadi, jika A, maka C

Syllogismenya benar, bukan ? 

Bagaimana bila kalimatnya seperti berikut : 
  • jika saya merasa gelisah, lalu saya berdzikir
  • jika saya berdzikir, lalu saya merasa tenang
  • jika saya merasa gelisah, lalu saya merasa tenang
Apakah masih terlihat paradoks ? tentu tidak. Problem paradoks telah terselesaikan dengan mengungkapkan keterangan waktu. Tapi problem lainnya yang belum terselesaikan adalah problem kausalitas yang tak sah. 

Dalam hukum kausalitas bahwa hubungan pengantar dan pengiring harus bersifat mesti, yakni kemestian sepihak atau kemestian timbal balik. Keterangan menduga yang tidak bersifat mesti, harus disingkirkan dari premis-premis logika. Jika hubungan "saya gelisah" dengan "saya berdzikir" dapat diterima sebagai kemestian, maka konklusinya pun mesti dapat diterima. Tetapi, bila konklusinya tidak dapat dterima, itu berarti premis-premisnya harus direvisi. 

Bandingkan dengan kaulitas yang terdapat pada kalimat "jika kambing, maka mamalia. dan jika mamalia, maka menyusui. dan manusia itu mamali. dengan demikian berarti manusia itu menyusui dan jika kambing, maka menyusui". Hubungan antara "kambing" dan "mamalia" merupakan keniscayaan, tanpa ada perbedaan zaman, tidak dipisahkan oleh kata "lalu", semisal, "jika kambing, lalu mamalia"

1) Jika saya gelisah, lalu saya berdzikir
2) saya gelisah, tapi lalu saya tidak berdzikir

Bila ada kondisi di mana proposisi kedua bernilai benar, itu berarti kausalitas pada proposisi pertama tidak bersifat niscaya. Bandingkan dengan dua kalimat berikut : 

1) jika kambing, maka mamalia
2) ada kambing, tapi bukan mamalia

Tidak ada kondisi di mana proposisi kedua bernilai benar, dengan demikian kausalitas pada proposisi pertama bersifat mesti. 

Mesti artinya pasti terjadi. 
  • Jika A, maka B, 
  • ternyata A, maka pasti B, mustahil tidak B. 
apabila masih "mungkin", berarti itulah kausalitasnya tidak bersifat mesti. 
  • Jika saya gelisah, maka lalu saya berdzikir
  • ternyata saya gelisah
  • mungkin saja lalu saya tidak berdzikir
terbukti kausalitasnya tidak bersifat mesti. proposisi yang demikian, harus dibuang dari syllogisme.

Contoh 2: 
  • Jika malam tiba, maka gelap
  • jika gelap, maka saya nyalakan lampu
  • jika saya nyalakan lampu, maka terang
jadi, jika malam tiba, maka terang

Contoh 3:
  • Jika saya tidak punya uang, maka saya pinjam
  • jika saya pinjam, maka saya bayar
  • jika saya bayar, berarti saya punya uang
jadi jika saya tidak punya uang, berarti saya punya uang

Contoh 4 : 
  • Jika kamu cantik, lalu aku suka pada mu
  • jika aku suka pada mu, lalu aku menikah dengan mu
Jadi, jika kamu cantik, lalu aku menikah dengan mu

kenyataannya, kamu cantik, tapi lalu aku tidak menikah dengan mu.

Di sini ada dua problem yang perlu diperhatikan :
  1. hilangnya keterangan waktu menimbulkan kalimat yang tampak paradoks. 
  2. kausalitas yang tak sah menimbulkan konklusi yang kebenaran isinya diragukan atau bahkan ditolak.

No comments: