Contoh Soal dan Pembahasan Tes Skolastik UTBK 2023 - [Paket 3 Literasi Dalam Bahasa Indonesia]
[SOAL NOMOR 13] - Submateri: Literasi dalam Bahasa Indonesia
Awal tahun 2020 pemimpin sebuah kota di ujung timur pulau Jawa menyatakan siap mengoperasionalkan sebuah Terminal Pariwisata Terpadu. Terminal pariwisata terpadu tersebut akan menjadi pusat aktivitas pariwisata kota tersebut. Di sini akan dilengkapi Tourist Information Centre (TIC), kios oleh-oleh, hotel, dan terminal pusat transportasi untuk menuju ke tempat-tempat pariwisata seantero kota. Terminal ini merupakan hasil revitalisasi bangunan pasar tradisional yang sudah ada sebelumnya. Rancangan tersebut sempat direalisasikan. Sayangnya hanya berumur kurang lebih dua bulan. Setelahnya, aktivitas terminal kembali sepi, kios-kios yang telah disediakan, ditinggalkan penggunanya. Alasan mereka relatif sama. Sepi. Tak ada pembeli.
Kini, bangunan yang relatif lengkap sarana prasarananya belum ada tanda-tanda difungsikan kembali. Terlihat hanya satu warung nasi yang berposisi di lantai dasar, menghadap ke barat, yang terlihat tetap buka. Bu Heni, pemilik warung bercerita, sejak terminal ini dibuka ia masih setia membuka warungnya. Meski tidak banyak, ia memiliki pelanggan yang membuatnya tetap bersemangat dan telaten membuka warung. Semangat Bu Heni, harus tertular pada yang lainnya. Tetapi bagaimana membangkitkannya.
Menurut saya pengalaman orang lain yang berguna perlu kita pertimbangkan dan pikirkan dengan serius, barangkali dapat diterima dan diterapkan. Kesungguhan dan ketelatenan Bu Heni sebagai pemilik warung, mengais rezeki dari pelanggan yang biasa datang perlu dicontoh. Nah, bagaimana kalau pembeli saja tidak ada. Sebagaimana para pemilik kios yang pernah menempati petak-petak dalam gedung terminal pariwisata ini. Mereka mengeluhkan tidak adanya pembeli. Apakah hal yang dapat menggiring pembeli datang ke tempat ini. Sepanjang tahun ini secara berkala, setiap Minggu, di hari sabtu malam secara bergilir disajikan pentas seni. Menurut Bu Heni, adanya acara malam minggu ini cukup membuat pembeli warungnya bertambah.
Perkara mendatangkan pembeli secara kontinu dan akhirnya ketagihan untuk menghabiskan malam di tempat nongkrong, semacam terminal pariwisata ini membuat saya teringat nama ‘pendopo lawas’ di salah satu kota budaya, di Indonesia. menurut saya konsepnya menarik, murah, elegan, dan dapat diadaptasi disini. Dua tahun lalu saya pergi ke tempat itu dan menikmati sajian musik yang dikemas dengan nama ngamen. Saya memesan makanan ringan dan minuman untuk menemani saya menikmati sajian musik tersebut. Kesan saya, pengalaman ini sangat menyenangkan. Duduk-duduk melepas penat, menikmati musik, lesehan, memesan makanan ala angkringan, dan ngobrol bersama teman.
Dari satu kios yang menyediakan sajian musik ala pengamen, sekarang kalau saya hitung ada enam kios yang menyajikan acara serupa. Musik yang disajikan sangat menjanjikan dan easy listening. Masing-masing kios menyediakan perangkat bermusik yang tidak terlalu rumit dengan mixer yang tidak terlalu besar. Intinya suara musik yang mereka perdengarkan tidak saling mengganggu satu-sama lain. Meskipun sudah ada enam kios yang menyajikan musik, pengunjungnya juga tidak terlihat mendominasi salah satu kios, melainkan menyebar dan seolah hanya mencari tempat duduk kosong saja. Pagelaran musik merakyat ini berlangsung setiap malam.
Saya melihat konsep pagelaran musik di Pendopo Lawas ini mendongkrak pengunjung yang memang ingin menikmati hiburan dan menghilangkan penat setelah kuliah, sekolah atau kerja seharian. Konsep ini yang perlu di-ATM di terminal pariwisata terpadu. Sekali lagi kalau ada sesuatu yang memiliki progress bagus di tempat lain dan dapat diupayakan penerapannya, mengapa tidak? Pemerintah kota perlu survei dan mengamati secara langsung agar mendapatkan gambaran detail gagasan menarik tersebut agar konsep dari kota budaya tersebut diusung dengan beberapa penyesuaian yang diperlukan.
Penulis dalam teks tersebut telah memberikan opini tentang revitalisasi Terminal Pariwisata Terpadu.
Pilihlah pernyataan disertai argumen yang tepat untuk mendukung opini pada teks tersebut!
A. Setuju, revitalisasi pasar tradisional harus dikembalikan seperti fungsi pasar sebelumnya.
B. Setuju, pemerintah daerah perlu menghidupkan kembali tempat tersebut dengan menentukan cara baru.
C. Setuju, pengunjung akan datang jika tempat tersebut didesain secara menarik dengan manajemen yang tertata.
D. Setuju, ide bagus dari daerah lain tidak ada salahnya di-ATM sesuai dengan kebutuhan revitalisasi terminal.
E. Setuju, dukungan semua pihak harus didapatkan agar pemerintah tidak sendirian dalam mengelola tempat tersebut.
Pembahasan
Jawaban A kurang tepat karena fungsi revitalisasi harus sesuai dengan kondisi sekarang. Jawaban B kurang tepat karena persetujuan dilihat dari opini penulis. Jawaban C kurang tepat karena alasan tersebut merupakan langkah selanjutnya. Jawaban D tepat karena alasan terfokus pada opini penulis. Jawaban E kurang tepat karena alasan tidak fokus pada opini penulis.
[SOAL NOMOR 14] - Submateri: Literasi dalam Bahasa Indonesia
Perhatikan teks sastra berikut ini dengan saksama!
Bulan besar identik dengan banyak orang punya gawe. Ada yang menikahkan anaknya, sunatan, atau hajatan lainnya. Semua pasti menginginkan acaranya berjalan lancar dan sukses. Semua dipersiapkan secara maksimal. Ubo rampe upacara pernikahan disediakan jauh-jauh hari. Demikianlah yang dilakukan keluarga Pak Salam. Ia akan menikahkan putri bungsunya, Rida. Dulu saat menikahkan kakaknya Rida, semua berjalan lancar dan sukses. Ketika beberapa orang yang punya hajat, acaranya agak terganggu karena hujan, tidak halnya dengan Pak Salam. Ia sudah meminta tolong Man Buang, seorang pawang hujan terkenal di desanya untuk menyarang hujan agar tidak turun di saat acara hajatannya berlangsung. Kali ini dia juga berencana meminta bantuan Man Buang kembali. Acara ini harus sukses. Masalahnya, Rida mencegah.
“Pak, ndak usah di sarang-sarang, biarkan toh hujan juga berkah.” Rida menegaskan ketidaksetujuan rencana bapaknya.
“Da, ini buat jaga-jaga saja. Gak lucu, pas dong-dongnya acara, tiba-tiba hujan.”
“Sebenarnya ya Pak, saya ndak sregnya itu, kalau hujannya ngambek gimana?” Muka Rida santai. “Pas kita butuh hujan, dianya ndak mau turun, karena ia sudah diusir-usir dulunya.”
“Kamu itu ada-ada saja.” Pak Salam tidak begitu menanggapi celoteh Rida. Ia lebih menekuni kertas yang dipegangnya karena berisi daftar persiapan pernikahan Rida.
Man Buang, seorang pawang hujan yang sering dipanggil dan dimintai tolong banyak warga untuk mengamankan acaranya dari hujan. Ia menuruni kemampuan ini dari ayahnya. Dulu waktu masih kanak-kanak ia sering diajak ayahnya untuk menyarang hujan di tempat orang yang akan punya hajatan. Ia yang menyiapkan sabut kelapa dan kemenyan. Lalu Sang Ayah membakar kemenyan di atas sabut kelapa. Sebentar kemudian asap mulai membumbung. Bersamaan dengan itu bibir Sang Ayah mulai komat-kamit membaca mantra. Bisa dipastikan setengah jam setelah itu akan ada angin berhembus, agak lama lalu menghilang. Langit pun akan cerah dan begitu terus sampai acara hajatan selesai. Ke mana perginya angin?
Kali ini ia mendapat order dari Pak Salam. Ia segera bersiap-siap. Sabut kelapa dan kemenyan sudah siap. Mulai awal bulan ini hujan datang tak menentu. Akhir Oktober biasanya sudah ramai dengan hujan yang datang dan berkala. Namun di sini, belum. Mudah-mudahan hanya belum, bukan tidak. Pernah terjadi, hujan pertama, dan ada histeria petrichor. Itu hanya terjadi hanya kurang lebih satu jam. Setelah itu bumi terasa lebih panas. Hujan berikutnya datang tak tentu. Itu juga pertimbangan Pak Salam untuk memanggil Man Buang.
Gelar profesional disandang karena tidak pernah Man Buang gagal dalam tugasnya. Pernah ia luput dari orderan menyarang hujan saat ada Festival Kuwung di kota. Waktu itu Festival diadakan pukul satu siang. Festival Kuwung itu semacam karnaval hasil kebudayaan daerah se-Jatim. Semua daerah datang dan berperan serta menyajikan kesenian dan hasil budayanya. Sepertinya penyelenggara acara lupa menggunakan jasa penyarang hujan. Walhasil di tengah atraksi para kafilah Festival Kuwung, hujan deras bagai dilepas dari langit. Derasnya membuat peserta Festival kalang kabut, antara menyingkir atau meneruskan langkah karena ditonton banyak orang di pinggir jalan. Make-up mereka hancur lebur. Man Buang menyesalkan dan sedikit maido.
“Tidak seperti biasanya sih. Biasanya meminta tolong, sekarang lupa.” Ada nada kesombongan sih di balik kata-katanya. Waktu itu akhirnya yang terjadi, panitia penyelenggara saling menyalahkan. Acara Festival Kuwung berakhir mengenaskan.
Pernyataan berikut ini yang merupakan tema teks cerita di atas adalah …
A. Festival Kuwung gagal karena panitia tidak meminta tolong penyarang hujan.
B. Penyarang hujan menjadi bukti masih berlangsungnya kearifan lokal.
C. Man Buang sesumbar belum pernah gagal dalam menjalankan misinya.
D. Pak Salam menginginkan acara pernikahan anaknya berlangsung tanpa hambatan.
E. Ada pertentangan antara Rida dan ayahnya tentang kedudukan penyarang hujan.
Pembahasan
Jawaban A salah karena berkesan tuduhan tanpa bukti. Jawaban B benar karena pernyataan ini mengatasi seluruh peristiwa dalam cerita. Jawaban C salah karena tidak ada kata sesumbar yang hanya berasal dari satu pihak. Jawaban D salah karena terlalu umum, belum mencakup aktivitas menyarang hujan. Jawaban E salah karena pertentangan bukan fokus cerita dan Rida tidak meneruskan pertentangan.
[SOAL NOMOR 15] - Submateri: Literasi dalam Bahasa Indonesia
Perhatikan teks sastra berikut ini dengan saksama!
Bulan besar identik dengan banyak orang punya gawe. Ada yang menikahkan anaknya, sunatan, atau hajatan lainnya. Semua pasti menginginkan acaranya berjalan lancar dan sukses. Semua dipersiapkan secara maksimal. Ubo rampe upacara pernikahan disediakan jauh-jauh hari. Demikianlah yang dilakukan keluarga Pak Salam. Ia akan menikahkan putri bungsunya, Rida. Dulu saat menikahkan kakaknya Rida, semua berjalan lancar dan sukses. Ketika beberapa orang yang punya hajat, acaranya agak terganggu karena hujan, tidak halnya dengan Pak Salam. Ia sudah meminta tolong Man Buang, seorang pawang hujan terkenal di desanya untuk menyarang hujan agar tidak turun di saat acara hajatannya berlangsung. Kali ini dia juga berencana meminta bantuan Man Buang kembali. Acara ini harus sukses. Masalahnya, Rida mencegah.
“Pak, ndak usah di sarang-sarang, biarkan toh hujan juga berkah.” Rida menegaskan ketidaksetujuan rencana bapaknya.
“Da, ini buat jaga-jaga saja. Gak lucu, pas dong-dongnya acara, tiba-tiba hujan.”
“Sebenarnya ya Pak, saya ndak sregnya itu, kalau hujannya ngambek gimana?” Muka Rida santai. “Pas kita butuh hujan, dianya ndak mau turun, karena ia sudah diusir-usir dulunya.”
“Kamu itu ada-ada saja.” Pak Salam tidak begitu menanggapi celoteh Rida. Ia lebih menekuni kertas yang dipegangnya karena berisi daftar persiapan pernikahan Rida.
Man Buang, seorang pawang hujan yang sering dipanggil dan dimintai tolong banyak warga untuk mengamankan acaranya dari hujan. Ia menuruni kemampuan ini dari ayahnya. Dulu waktu masih kanak-kanak ia sering diajak ayahnya untuk menyarang hujan di tempat orang yang akan punya hajatan. Ia yang menyiapkan sabut kelapa dan kemenyan. Lalu Sang Ayah membakar kemenyan di atas sabut kelapa. Sebentar kemudian asap mulai membumbung. Bersamaan dengan itu bibir Sang Ayah mulai komat-kamit membaca mantra. Bisa dipastikan setengah jam setelah itu akan ada angin berhembus, agak lama lalu menghilang. Langit pun akan cerah dan begitu terus sampai acara hajatan selesai. Ke mana perginya angin?
Kali ini ia mendapat order dari Pak Salam. Ia segera bersiap-siap. Sabut kelapa dan kemenyan sudah siap. Mulai awal bulan ini hujan datang tak menentu. Akhir Oktober biasanya sudah ramai dengan hujan yang datang dan berkala. Namun di sini, belum. Mudah-mudahan hanya belum, bukan tidak. Pernah terjadi, hujan pertama, dan ada histeria petrichor. Itu hanya terjadi hanya kurang lebih satu jam. Setelah itu bumi terasa lebih panas. Hujan berikutnya datang tak tentu. Itu juga pertimbangan Pak Salam untuk memanggil Man Buang.
Gelar profesional disandang karena tidak pernah Man Buang gagal dalam tugasnya. Pernah ia luput dari orderan menyarang hujan saat ada Festival Kuwung di kota. Waktu itu Festival diadakan pukul satu siang. Festival Kuwung itu semacam karnaval hasil kebudayaan daerah se-Jatim. Semua daerah datang dan berperan serta menyajikan kesenian dan hasil budayanya. Sepertinya penyelenggara acara lupa menggunakan jasa penyarang hujan. Walhasil di tengah atraksi para kafilah Festival Kuwung, hujan deras bagai dilepas dari langit. Derasnya membuat peserta Festival kalang kabut, antara menyingkir atau meneruskan langkah karena ditonton banyak orang di pinggir jalan. Make-up mereka hancur lebur. Man Buang menyesalkan dan sedikit maido.
“Tidak seperti biasanya sih. Biasanya meminta tolong, sekarang lupa.” Ada nada kesombongan sih di balik kata-katanya. Waktu itu akhirnya yang terjadi, panitia penyelenggara saling menyalahkan. Acara Festival Kuwung berakhir mengenaskan.
Rida telah memilih kata-kata untuk menunjukkan ketidaksepakatan terhadap rencana ayahnya menggunakan jasa penyarang hujan.
Bagaimana penilaianmu terhadap pilihan kata-kata Rida pada ayahnya?
Pernyataan Rida adalah bentuk kejengkelan yang sudah dipendam sejak lama karena ayah lebih percaya pada orang lain ketimbang anak sendiri.
Pernyataan Rida merupakan bentuk kepasrahan dan sikap acuh tak acuh terhadap semua keputusan ayahnya.
Rida memaklumi setiap keputusan ayahnya dan ia lebih baik mendukung saja agar tidak ada konflik yang memanas.
Rida mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan memilih kata-kata yang lembut agar ayahnya tidak tersinggung.
Menurut Rida diberi masukan atau tidak ayahnya sudah terlanjur merasa berhutang budi pada orang lain sehingga harus membalasnya.
Pembahasan
Jawaban A salah karena dalam cerita tidak ada kesan Rida terlalu jengkel. Jawaban B salah karena Rida juga masih menunjukkan protesnya. Jawaban C salah karena tidak ada pernyataan Rida memaklumi rencana ayahnya. Jawaban D benar karena titik beratnya adalah kemampuan Rida menunjukkan ketidaksepakatannya menggunakan pilihan kata yang santun. Jawaban E salah karena Rida tidak memberikan pernyataan semacam itu.
No comments:
Post a Comment