Menu

Pesan Anies Baswedan Dalam Rakor Persiapan UN 2016


UN Bukan Sekedar Tanggungjawab Konstitusional Tapi Juga Tanggungjawab Moral

BSNP Jakarta–Dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tanggungjawab kita sebagai pelaksana UN bukan sekedar tanggungjawab konstitusional tetapi juga tanggungjawab moral. Tanggungjawab moral ini justru lebih berat daripada tanggungjawab konstitusional. Oleh karena itu pelaksanaan UN harus memberikan kontribusi dalam pembentukan karakter dan moral bagi bangsa Indonesia. Jika UN tidak memberikan kontribusi dalam pembentukan moral, maka apa yang kita laksanakan akan sia-sia, sementara sudah banyak pikiran, tenaga, dan biaya yang kita keluarkan.
Demikian pesan Anies Baswedan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam acara Rapat Koordinasi Persiapan Pelaksanaan UN Tahun Pelajaran 2015/2016, di Jakarta, Senin (2/11/2015). Acara ini dilaksanakan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud bekerjasama dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Turut hadir dalam acara ini adalah para pejabat eselon satu dan dua di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, anggota BSNP, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, Kepala LPMP, dan Bendahara UN di tingkat provinsi.
Sementara itu, Ketua BSNP Zainal A. Hasibuan dalam paparannya mengajak semua pihak untuk berkontribusi dalam meningkatkan mutu pendidikan bagi anak bangsa kita melalui penguatan sistem penilaian, mulai dari  penilaian oleh pendidik, penilaian oleh sekolah, sempai ke penilaian oleh pemerintah dalam bentuk UN.
“Salah satu indikator negara maju adalah adanya sistem penilaian yang mapan sehingga bisa didapatkan potret kompetensi yang benar. Jika sistem penilaian kita memberikan potret yang palsu, maka bentuk intervensi dan program pembinaan yang kita berikan juga semu”, ucap Ucok panggilan akrab Zainal A. Hasibuan.
Dalam konteks pemanfaatan hasil UN,  Zainal mengingatkan bahwa fungsi UN bukan untuk memberikan sanksi atau penaltykepada peserta didik dan satuan pendidikan, tetapi difungsikan sebagai diagnostik sehingga program pembinaan dan intervensi menjadi tepat guna dan sasaran. Lebih lanjut Ketua BSNP juga menekankan pentingnya intervensi teknologi dalam pelaksanaan UN melalui UN Berbasis Komputer atau Computer Based Test.
UN Sebagai Barometer
Kepala Balitbang Totok Suprayitno dalam pengarahannya mengatakan bahwa UN berfungsi sebagai barometer bagi pengguna terhadap keragaman nilai sekolah.
“Terdapat banyak variasi nilai sekolah berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan pendidik dan satuan pendidikan. Variasi nilai ini perlu disikapi dengan memberikan acuan baku yang bisa dijadikan barometer. Barometer itu adalah nilai UN”, ucap Totok.
Jika ada sekolah, tambah Totok, yang memberikan nilai delapan kepada peserta didik, apa arti nilai delapan tersebut? Apakah nilai delapan tersebut bisa dibandingkan dengan nilai delapan di sekolah lain? Bagi pengguna, seperti perguruan tinggi, bagaimana menyikapi nilai delapan tersebut?
Demikian beberapa pertanyaan kritis yang disampaikan Kepala Balitbang kepada peserta rapat koordinasi. Menurut Totok, variasi dan keragaman nilai ini bisa diatasi jika ada barometer,yaitu nilai UN. Oleh sebab itu, peserta didik yang mendapat nilai delapan untuk mata pelajaran matematika misalnya, setelah dilakukan penyetaraan dengan nilai UN, bisa jadi nilai delapan tersebut setara dengan nilai tujuh dalam UN.
Dengan demikian, meskipun nilai UN tidak lagi berfungsi untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, eksistensi UN masih sangat penting dalam pengendalian mutu pendidikan.
Terkait dengan peran guru sebagai pendidik dalam melakukan penilaian, Totok mengingatkan agar guru tidak hanya menjadikan peserta didik sebagai obyek yang dinilai dengan  skor tertentu, tetapi juga menjadikan mereka senantiasa siap melakukan perbaikan  melalui umpan balik yang diberikan guru dalam proses pembelajaran. Melalui cara seperti ini para guru diharapkan mampu menjadikan penilaian sebagai cara untuk memperbaiki proses pembelajaran (assessment as learning).
MoU Dengan Kemenristek DIKTI
Kepala Balitbang dalam pengarahannya juga mengatakan bahwa untuk pelaksanaan UN tahun 2016, Kemendikbud dan Kemenristek DIKTI telah sepakat untuk melakukan penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding(MoU). Diantara lingkup atau aspek yang dituangkan dalam MoU ini adalah peran perguruan tinggi dalam pelaksanaan UN.
“Peran perguruan tinggi sangat penting untuk meningkatkan kredibilitas pelaksanaan UN karena perguruan tinggi akan menggunakan nilai UN sebagai salah satu pertimbangan seleksi penerimaan mahasiswa baru”, ucap Totok seraya menambahkan Kemenristek DIKTI siap memfasilitasi perguruan tinggi yang menggunakan nilai UN untuk dijadikan pertimbangan seleksi, tidak hanya untuk seleksi ke perguruan tinggi negeri, tetapi  juga ke perguruan tinggi swasta.
Dengan adanya MoU ini, penetapan perguruan tinggi negeri koordinator pemindaian Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN) akan dilakukan Kemenristek DIKTI. Tahun lalu penetapannya dilakukan BSNP berdasarkan rekomendasi dari Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri. MoU ini juga menunjukkan keseriusan dalam pelaksanaan UN sehingga hasilnya menjadi kredibel, akseptabel, dan akuntabel.
Peningkatan  Indeks Intergritas
Kepala Balitbang juga mengingatkan peserta rakor untuk selalu meningkatkan indeks integritas sebagai cerminan dari pelaksanaan UN yang jujur, transparan, profesional, dan akuntabel.
“Jika nilai UN masih belum bersih dari gangguan-gangguan akibat dari absennya integritas, maka kepercayaan publik terhadap pemanfaatan hasil UN juga akan melemah”, ucap  Totok seraya menegaskan perlunya diberlakukan disinsentif bagi satuan pendidikan yang memiliki indeks integritas rendah dan diberikan insentif bagi satuan pendidikan yang memiliki indek integritas tinggi.
Salah satu cara meningkatkan indeks integritas dalam pelaksanaan UN adalah melalui intervensi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yaitu UN berbasis komputer atau Compter Based Test (CBT). Dalam hal ini Puspendik telah melakukan rintisan UN CBT pada tahun 2015 dan akan diperluas dalam pelaksanaan UN tahun 2016.
“Indeks integritas sekolah yang melaksanakan UN CBT cenderung lebih tinggi dibanding dengan indeks integritas sekolah yang melaksanakan UN berbasis kertas. Oleh karena itu, mari kita tingkatkan indeks integritas melalui UN CBT”, ucap Nizam memotivasi peserta rakor dengan slogan reward achievers and support low performers. Artinya, berikan penghargaan kepada mereka yang memiliki prestasi tinggi dan beri dukungan kepada mereka yang memiliki prestasi rendah.
Menurut Nizam Kepala Puspendik, pelaksanaan UN CBT tahun 2015 mendapat respon positif dari berbagai pihak. UN CBT dirasakan lebih efektif, efisien, dan kredibel dibanding dengan UN berbasis kertas. Respon positif ini dapat dilihat dari meningkatnya peserta UN CBT dari 554 pada tahun 2015 menjadi 2.500 hingga hari ini (saat rakor ini dilaksanakan) dan akan bertambah lagi sampai batas akhir pendataran yang diperpanjang sampai tanggal 15 November 2015.
Lebih lanjut Nizam memberikan ilustrasi kompleksitas dan kesibukan yang dirasakan para pelaksana UN berbasis kertas. Banyak kepala sekolah yang berangkat dari rumah sebelum shalat subuh untuk mengambil soal dari titik simpan yang ditetapkan panitia UN tingkat kabupaten/kota. Mereka menunaikan shalat subuh di tempat penyimpanan naskah soal, karena jarak dari rumah ke tempat tersebut sangat jauh. Sekurang-kurangnya mereka memerlukan waktu dua jam untuk mengambil soal. Berbeda dengan sekolah yang menyelenggarakan UN CBT. Kesibukan hanya terlihat di ruang komputer. Kepala sekolah dan guru bisa memanfaatkan waktunya untuk keperluan lain, sebelum UN dimulai.
Namun tidak dinafikan, kondisi di lapangan, sebagaimana diungkapkan Nizam, masih terdapat pihak tertentu yang bersikap resisten terhadap UN CBT. Bahkan ada sekolah yang semula sudah bersedia melaksanakan UN CBT, tetapi akhirnya mengundurkan diri dan memilih melaksanakan UN berbasis kertas. Dalam hal ini, Nizam menegaskan bahwa peserta yang sekarang menggunakan UN CBT, hasilnya tidak berbeda dengan mereka yang mengikuti UN PBT. Jika ada peserta UN PBT yang hasilnya berbeda dengan hasil UN CBT, dipastikan kejujuran peserta terjamin.  Artinya, mereka memiliki indeks integritas yang tinggi.
Oleh karena itu, Nizam mengajak peserta rakor untuk meyakinkan calon peserta UN, orang tua siswa, dan guru bahwa tidak ada pihak yang dirugikan dengan UN CBT. Sebab sistem aplikasinya dibuat seramah mungkin bagi pengguna (friendly user) dan prinsip keadilan sangat dipegang teguh.
“Generasi kita saat ini sangat berbeda dengan generasi kita atau orang tua kita. Dahulu kala kita belajar masih menggunakan asbak, papan tulis dan kapur, sekarang mereka sudah menggunakan gadget dan teknologi. Justru menjadi tidak adil bagi kita jika memperlakukan anak didik kita dengan cara-cara yang tradisional atau kovensional”, ungkap Nizam yang menerima penghargaan dari Lembaga Administrasi Negara (LAN) atas jasanya melakukan perubahan dalam pelaksanaan UN dari yang berbasis kertas ke UN  berbasis komputer.

Sumber : http://bsnp-indonesia.org/?p=2456