Menu

Permendikbud No 23 Tahun 2017 Tentang Hari Sekolah


Permendikbud No. 23 Tahun 2017 Tentang Hari Sekolah
Produk Hukum : http://jdih.kemdikbud.go.id/new/public/produkhukum/1897/detail

Penjelasan :

Lima Hari Sekolah Tak Ubah Kurikulum yang Sudah Berjalan

Jakarta, Kemendikbud --- Kebijakan lima hari sekolah yang akan diterapkan mulai tahun pelajaran 2017/2018 tidak mengubah kurikulum yang sudah berjalan. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal  Pendidikan Dasar dan Menengah Hamid Muhammad, dalam jumpa pers di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Jakarta, Rabu (14/6/2017).

Hamid mengatakan, bagi sekolah yang telah menerapkan Kurikulum 2013 dengan benar, tidak sulit menerapkan pembelajaran delapan jam sehari. Karena ketentuan untuk mengisi kegiatan belajar mengajar selama satu hari yang mencakup intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, sudah dijalankan.

“Misalnya di SMP, kalau melaksanakan K13 dengan benar, (siswa) jam tiga baru pulang. Sesuai dengan kebijakan delapan jam sehari ini,” katanya.

Bagi sekolah yang masih menerapkan Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), penerapan delapan jam sehari disesuaikan dengan beban kurikulumnya. Namun bagi sekolah yang belum mampu untuk menerapkan lima hari seminggu, tetap dapat melaksanakan pembelajaran selama enam hari namun tidak delapan jam sehari, melainkan 6,5 jam/hari.

Sekolah yang belum siap menerapkan lima hari sekolah tidak dipaksakan untuk langsung melaksanakan di tahun ini. Kesiapan sekolah dinilai oleh dinas pendidikan setempat dan dilaporkan ke Kemendikbud. Penilaian yang dilakukan mencakup sumber daya, akses transportasi, sarana dan prasarana.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah, jika sumber daya, akses, sarana dan prasarana di sekolah belum memadai, maka pelaksanaan lima hari sekolah dilakukan secara bertahap.

Ada dua pola yang digunakan dalam menerapkan lima hari sekolah, yaitu pola tunggal dan pola kerja sama. Sekolah yang menggunakan pola tunggal, menyelenggarakan atau mendisain sendiri kegiatan bagi siswa terutama yang fokus pada pembinaan karakter. Sedangkan pada pola kerja sama, pembinaan karakter melibatkan pihak luar yang petunjuk teknis (juknis)nya sedang dirintis dan disusun. (Syafnelly)

Penerapan Lima Hari Sekolah Dilakukan Bertahap

Jakarta, Kemendikbud --- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memastikan kebijakan lima hari sekolah akan mulai diterapkan pada tahun pelajaran baru 2017/2018. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah. Hari sekolah yang dimaksud dalam Permendikbud ini adalah delapan jam dalam satu hari atau 40 jam selama lima hari dalam satu minggu.

Namun, Kemendikbud tidak memaksakan sekolah yang belum siap mengimplementasikan kebijakan tersebut. “Tidak benar bahwa ini berlaku langsung semua (sekolah) pukul rata, tanpa memperhatikan ini,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud, Hamid Muhammad dalam jumpa pers di kantor Kemendikbud, Jakarta, Rabu (14/6).

Ia menjelaskan, dalam hal kesiapan sumber daya sekolah, mulai dari tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana, serta akses transportasi belum memadai, maka pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. “Artinya (sekolah-sekolah ini) tidak harus (melaksanakan Permendikbud) pada tahun pelajaran baru ini,” tuturnya.

Hamid menambahkan, pihak yang menilai kesiapan sekolah adalah Kepala Dinas Pendidikan Provinsi dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Untuk itu, bagi sekolah yang belum siap, maka tugas pemerintah daerah dan yayasan penyelenggara pendidikan untuk bersama-sama melengkapi sumber daya yang diperlukan oleh sekolah.

“Sekolah yang karena kendala sarana prasarananya, sehingga tidak bisa dilaksanakan tahun ini, maka secara bertahap dengan dipenuhinya ini, tahun depan bisa bertambah dan bertambah. Tetapi untuk sekolah, karena kendala transportasi dan keamanan, kita tidak akan memaksakan, hingga anak-anak kita betul-betul aman untuk mengikuti ketentuan ini,” jelas Hamid.  

Dalam kesempatan itu, Hamid juga mengatakan, untuk tahun pelajaran baru ini, Kemendikbud telah menyiapkan sebanyak 9.830-an sekolah yang gurunya sudah dilatih dan memadai sumber daya sekolahnya untuk mulai menerapkan kebijakan tersebut. Jumlah tersebut diharapkan bertambah setelah Kemendikbud melakukan sosialisasi kepada para kepala dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota pada Juni Ini. (Ryka Hapsari Putri)

Tiga Kegiatan dalam Sekolah Lima Hari: Intrakurikuler, Kokurikuler, dan Ekstrakurikuler

Jakarta, Kemendikbud -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan kebijakan sekolah lima hari dalam seminggu dan delapan jam belajar dalam satu hari mulai tahun pelajaran 2017/2018. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor  23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah.

"Sekolah lima hari ini merupakan bagian dari program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang di dalamnya ada tiga kegiatan, yaitu intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler," kata Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad, dalam jumpa pers di kantor Kemendikbud, Jakarta, (14/6).

Dalam jumpa pers itu, Hamid mengatakan bahwa kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran seperti yang telah berjalan. Kemudian kokurikuler adalah kegiatan yang menguatkan kegiatan intrakurikuler, seperti kunjungan ke museum atau tempat edukasi lainnya. Terakhir, kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang lebih bersifat ke minat siswa dan pengembangan diri, misalnya olahraga, seni, atau kegiatan keagamaan.

Staf Ahli Mendikbud Bidang Pembangunan Karakter, Arie Budhiman mengatakan, banyak kegiatan yang dapat dilakukan sekolah dalam menerapkan pendidikan karakter melalui lima hari sekolah. Kegiatan tersebut dilakukan dengan tetap mengacu pada lima nilai utama karakter prioritas PPK, yaitu religius, nasionalis, gotong royong, mandiri dan integritas.

Menurutnya, salah satu contoh penerapan PPK secara sederhana dalam sekolah adalah dengan melibatkan siswa untuk menjaga kebersihan kelas dan lingkungan sekolah. "Siswa dilibatkan dengan cara membuat jadwal membersihkan kelas secara bergantian dan gotong royong. Dengan demikian, nilai karakter gotong royong sudah disisipkan dalam pembelajaran di sekolah," ujar Arie.

Penguatan pendidikan karakter diharapkan dapat menumbuhkan siswa dengan karakter berpikir kritis, kreatif, serta mampu berkomunikasi dan berkolaborasi, yang mampu bersaing di abad 21. (Prima Sari)  

Pendidikan Karakter Dorong Tumbuhnya Kompetensi Siswa Abad 21

Jakarta, Kemendikbud -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus menerus berupaya melaksanakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sebagai implementasi dari amanat Nawacita. Salah satu hal yang dilakukan untuk menerapkan PPK di sekolah adalah dengan mengeluarkan kebijakan lima hari sekolah dalam seminggu dan delapan jam belajar dalam satu hari atau 40 jam dalam lima hari selama satu minggu.

"Dalam lima hari sekolah dan delapan jam belajar, di dalamnya lebih banyak mengarah pada pendidikan karakter.  Proporsinya sebanyak 70 persen adalah pendidikan karakter, dan 30 persen pengetahuan umum," ujar Arie Budhiman, Staf Ahli Mendikbud Bidang Pembangunan Karakter, dalam jumpa pers di kantor Kemendikbud, Jakarta (14/6).

Penguatan pendidikan karakter di sekolah harus dapat menumbuhkan karakter siswa untuk dapat  berpikir kritis, kreatif, mampu berkomunikasi, dan berkolaborasi, yang mampu bersaing di abad 21. Hal itu sesuai dengan empat kompetensi yang harus dimiliki siswa di abad 21 yang disebut 4C, yaitu Critical Thinking and Problem Solving (berpikir kritis dan menyelesaikan masalah), Creativity (kreativitas), Communication Skills (kemampuan berkomunikasi), dan Ability to Work Collaboratively (kemampuan untuk bekerja sama).

Menurut Arie, banyak hal yang dapat dilakukan sekolah dalam menerapkan pendidikan karakter melalui lima hari sekolah. Pendidikan karakter yang diterapkan tersebut harus mengacu pada lima nilai utama karakter prioritas PPK, yaitu religius, nasionalis, gotong royong, mandiri dan integritas.

Arie mengatakan, salah satu contoh sederhana penerapan PPK dalam sekolah adalah dengan melibatkan siswa untuk menjaga kebersihan kelas dan lingkungan sekolah. "Siswa dilibatkan dengan membuat jadwal membersihkan kelas secara bergantian dan gotong-royong. Dengan demikian, nilai karakter gotong-royong sudah disisipkan dalam pembelajaran di sekolah," ujarnya.

Ia menambahkan, pendidikan karakter bukan diberikan dalam bentuk teori atau pelajaran satu arah, melainkan akumulasi praktik baik tentang karakter atau keteladanan yang ada di sekolah. (Prima Sari)


Produk Hukum :
Hari pertama masuk sekolah adalah peristiwa penting bagi para siswa baru, bahkan pengalaman itu terkadang masih tersimpan dengan baik dalam ingatan. Di hari itu, para siswa baru akan memulai langkahnya menyongsong masa depan melalui pendidikan formal yang akan dia tempuh selama bertahun-tahun ke depan. Para siswa akan mengingat suasana saat orang tua mereka mendampinginya masuk ke sekolah yang kemudian disambut hangat oleh kepala sekolah, guru-guru, dan warga sekolah lainnya

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan menyampaikan, setiap siswa akan memiliki reaksi psikologis yang berbeda-beda ketika masuk se- kolah di hari pertama. Ada siswa yang sudah merasa nyaman, tetapi ada pula siswa yang masih merasa khawatir dan kurang percaya diri, dan perasaan-perasaan lainnya.“Kehadiran orang tua menemani si anak mengirimkan pesan yang jelas bagi anaknya, bahwa orang tua mempercayakan pada sekolah itu untuk mendidik anak-anaknya setiap  hari  beberapa  jam  selama  bertahun-tahun ke depan,” katanya saat diwawancarai di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Jumat (3/7).

Mendikbud mengungkapkan, hari pertama siswa baru masuk sekolah merupakan kesempatan bagi orang tua untuk melihat dan mengenali lebih dekat rumah kedua anaknya dalam menuntut ilmu selama beberapa tahun ke depan. Penting bagi orang tua untuk menemani masa transisi ini karena orang tua harus mengenali siapa saja yang diberi kepercayaan dalam membantu mem- persiapkan masa depan si anak. “Bagi sekolah, hal ini adalah kesempatan untuk mengetahui lebih jelas dan lebih dekat tentang latar belakang orang tua siswa,” ujarnya.

Sumber : http://kemdikbud.go.id