Menu

[Webinar] Amanat Undang-Undang Guru dan Dosen dalam Organisasi Profesi Guru dan Tata kelola Organisasi Profesi Guru


Materi : Amanat Undang-Undang Guru dan Dosen dalam Organisasi Profesi Guru dan Tata kelola Organisasi Profesi Guru
Narasumber : Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D (Rektor Universitas YARSI)

Mencermati terjadinya faksi-faksi dalam organisasi profesional khususnya guru setidaknya ada tiga alasan penting yang saling terkait melatarbelakanginya. Pertama, demokratisasi, reformasi, dan keterbukaan di bidang pendidikan yang memberikan kebebasan kepada guru untuk berserikat dan berpartisipasi aktif dalam setiap pengambilan kebijakan pendidikan melalui organisasi profesional yang ditandai oleh lahirnya Undang Undang Guru dan Dosen. Fenomena ini dapat dilihat di antaranya dari pembentukan Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) tahun 2022. Forum interaksi Guru Banyumas (Figurmas) Purwokerto tahun 2000, dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Rasional yang melatarbelakangi ketiga organisasi tersebut adalah untuk mendorong demokrasi, reformasi, partisipasi aktif guru meningkatkan posisi tawar organisasi guru dalam setiap pengambilan kebijakan pendidikan di Indonesia. Kedua, perubahan paradigma berorganisasi dari komunitas profesi didasari oleh idealisme untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi profesioanl para anggotanya, seperti tercermin di dalam visi, misi, dan tujuan, fungsi, dan/atau motto organisasi profesional. Fenomena ini dapat dilihat di antaranya dari pembentukan Indonesian English Teachers Association (IETA) tahun 2008, dan Asosiasi Guru ICT (AG-ICT) Banten tahun 2010. Kedua organisasi profesi tersebut mengusung visi dan misi untuk mewujudkan guru yang kompeten, profesional, dan berdedikasi tinggi, bermartabat, dan sejahtera (IETA), dan ICT challenge to creative school. Ketiga, sebagai sikap protes dan kritis para guru terutama guru honorer, independen, tidak tetap, wiyata bakti, atau swasta atas eksistensi PGRI yang dipandang tidak lagi "independen" dan tidak mampu mewahani dan memperjuangkan kepentingan dan kebutuhan profesi dan ekonomip para guru. Fenomena ini merupakan terbesar bagi kemunculan faksi-faksi pada organisasi profesional guru.

Dalam sejumlah aturan yuridis-formal, setiap organisasi profesional di Indonesia memiliki tiga fungsi, kewenangan, tugas yaitu:
  1. pengembangan profesi (UU no.14/2005); PP no.37/2009, dan PP no.74/2008
  2. regulasi (merujuk semangat reformasi UU no.20/2003; UU no.14/2005; UU no.19/2005; UU no.12/2012); dan
  3. advokasi (merujuk semangat reformasi PP no.42/2004; UU no.14/2005; PP no.74/2008; UU no.20/2005).

Hasil analisis terhadap AD/ART, agenda atau aktivitas organisasi-organisasi profesional kependidikan di Indonesia, sejauh yang bisa dilacak menunjukan bahwa ketiga kewenangan, tugas dan fungsi organisasi belum seluruhnya terlaksana, kecuali fungsi pengembangan profesionalisme dan advokasi.

Sementara kewenangan, tugas dan fungsi regulasi (standarisasi dan akreditasi, sertifikasi, dan/atau lisensi) hanya dilakukan oleh beberapa organisasi profesional. Sampai saat ini fungsi-fungsi sertifikasi, akreditasi, dan/atau lisensi masih dikendalikan dan dikoordinasikan oleh lembaga-lembaga yang dibentuk oleh Kementerian Pendidikan dan kebudayaan dan/atau Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK).

Fungsi-fungsi regulasi yang sampai kini belum pernah ditunaikan oleh organisasi-organisasi kependidikan di Indonesia yaitu pengawasan atas pelaksanaan dan sanksi atas pelanggaran kode etik profesi, seperti:
  1. tindakan bullying (fisik, verbal, atau mental/psikis), plagiarisme menjadi agen penerbit dalam pemasaran buku-buku pelajaran, dan lain lain yang dilakukan oleh guru atau tenaga kependidikan
  2. ketidakjujuran/kecurangan dalam UN/UASBN yang melibatkan guru
  3. plagiarisme di kalangan guru dan dosen terhadap berbagai bentuk pelanggaran etika profesi tersebut hingga kini baru sebatas wacana.
Untuk lebih meningkatkan kinerja pelaksanaan fungsi-fungsi organisasi, setiap organisasi profesional kependidikan secara berkelanjutan perlu lebih menguatkan kepemimpinan organisasi, profesionalisme dan komitmen berorganisasi

Kerja sama dengan institusi/lembaga pemerintah dan nonpemerintah. Penguatan kesadaran kolektif melalui intensifikasi kerja sama antar anggota. Pengembangan "socioeconomic regimes frameworks" sebagai model stabilisasi organisasi dalam mengantisipasi kontestasi kekuatan sosial dan politik eksternal.

Optimalisasi peran organisasi profesi guru bahasa Indonesia sebagai wahana pengembangan keprofesian berkelanjutan. Terdapat lima atribut atau dimensi yang menjadi ciri organisasi profesi sebagai profesional learning commuity yaitu :

1. supportive and shared leadership. Kolegalitas dan partisipasi pimpinan yang memfasilitasi pembagian kepemimpinan, kekuasaan, dan otoritas dengan melibatkan anggota dalam pengambilan keputusan.

2. shared values and vision. Visi bersama yang dikembangkan dari komitmen anggota yang teguh dan konsisten diartikulasi dan direfensikan dalam tugas anggota organisasi profesi pendidik Bahasa Indonesia

3. colective learning and application of learning. Belajar kolektif antar anggota dan melaksanakan pembelajaran Bahasa indoensia yang dapat mengatasi kebutuhan siswa 
 
4. supportive conditions. Kondisi fisik dan kemampuan sumber daya manusia yang terus mendukung pelaksanaan profesional learnign community

5. shared practice. Kunjungan dan telaah dari masing-masing pelaku dan rekans sesama anggota profesi sebagai umpan balik dan aktivitas bantuan untuk secara aktif mendukung pengembangan individu dan organisasi profesi.

Organisasi profesional kependidikan di Indonesia baru melaksanakan fungsi pengembangan profesional dan advokasi. Sementara fungsi regulasi (standarisasi dan akreditasi), sertifikasi, dan/atau lisensi) hanya dilakukan oleh beberapa organisasi profesional dan masih sebatas pada perumusan kode etik profesi, sementara pengawasan atas pelaksanaan dan sanksi atas pelanggaran kode etik profesi belum efektif dilakukan. Secara umum fungsi-fungsi regulasi juga dibawah kendali dan koordinasi lembaga-lembaga yang dibentuk oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan/atau Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK).

Optimalisasi pelaksanaan tugas, wewenang, dan fungsi regulasi, organisasi-organisasi profesional kependidikan perlu membangun dan meningkatkan jaringan kerja sama atau kolaborasi keprofesian antar organisasi profesional, dan/atau dengan pemerintah , perguruan tinggi/LPTK sebagaimana diamanatkan oleh berbagai peraturan perundang-undangan tentang profesi dan organisasi profesional.

Oleh karena itu, tantangan yang paling mendasar bagi pengembangan organisasi profesi kependidikan di Indonesia adalah bagaimana membentuk sebuah organisasi profesi yang tidak hanya melaksanakan fungsi pengembangan kompetensi dan advokasi, namun juga bersamaan dengan kedua itu menjalankan fungsi pengawasan.

Lebih lanjut, tantangan hadir dalam bentuk bagaimana optimalisasi pelaksanaan tugas, wewenang dan fungsi regulasi, organisasi-organisasi profesional kependidikan perlu membangun dan meningkatkan jaringan kerja sama atau kolaborasi keprofesian antar-organisasi profesional dan/atau dengan pemerintah, perguruan tinggi/LPTK sebagaimana diamanatkan oleh berbagai peraturan perundang-undangan tentang profesi dan organisasi profesional.

No comments: