Menu

Salah satu yang dapat dijadikan contoh untuk wahdah zaman ini tedapat dalam kasus kausalitas yang tak mesti dalam proposisi menduga. Dengan demikian, kajian berikut mengupas soal contoh wahdah zaman sekaligus tentang sifat kausalitas yang sah untuk dijadikan sebagai premis dalam syllogisme. 

Contoh 1: 
  • Jika saya merasa gelisah, maka saya berdzikir
  • Jika saya berdzikir, maka hati saya merasa tenang

Jadi, jika saya merasa gelisah, maka saya merasa tenang

Apa yang salah dengan syllogisme di atas ? Syllogismenya tampak benar, syllogismenaya tak ada yang salah, tapi mengapa konklusinya tampak paradoks ? kontradiksi di dalam kalimat itu sendiri, antara saya gelisah dan saya tak gelisah. Absurd !

Tanpa memahami teori wahdah zaman, hal itu sulit dijelaskan. Tetapi, teori wahdah zaman menjelaskan bahwa kalimat tersebut bermakna : 
  • saya mulanya merasa gelisah
  • saya kemudian tidak merasa gelisah 

"mulanya" dan "kemudian" adalah dua hal yang membedakan zaman. masalahnya informasi mengenai zaman tersebut tidak tersurat, melainkan tersirat atau tak dieksplisitkan. 

A = saya merasa gelisah
B = saya berdzikir
C = saya mearsa tenang
  • JIka A, maka B
  • Jika B, maka C
Jadi, jika A, maka C

Syllogismenya benar, bukan ? 

Bagaimana bila kalimatnya seperti berikut : 
  • jika saya merasa gelisah, lalu saya berdzikir
  • jika saya berdzikir, lalu saya merasa tenang
  • jika saya merasa gelisah, lalu saya merasa tenang
Apakah masih terlihat paradoks ? tentu tidak. Problem paradoks telah terselesaikan dengan mengungkapkan keterangan waktu. Tapi problem lainnya yang belum terselesaikan adalah problem kausalitas yang tak sah. 

Dalam hukum kausalitas bahwa hubungan pengantar dan pengiring harus bersifat mesti, yakni kemestian sepihak atau kemestian timbal balik. Keterangan menduga yang tidak bersifat mesti, harus disingkirkan dari premis-premis logika. Jika hubungan "saya gelisah" dengan "saya berdzikir" dapat diterima sebagai kemestian, maka konklusinya pun mesti dapat diterima. Tetapi, bila konklusinya tidak dapat dterima, itu berarti premis-premisnya harus direvisi. 

Bandingkan dengan kaulitas yang terdapat pada kalimat "jika kambing, maka mamalia. dan jika mamalia, maka menyusui. dan manusia itu mamali. dengan demikian berarti manusia itu menyusui dan jika kambing, maka menyusui". Hubungan antara "kambing" dan "mamalia" merupakan keniscayaan, tanpa ada perbedaan zaman, tidak dipisahkan oleh kata "lalu", semisal, "jika kambing, lalu mamalia"

1) Jika saya gelisah, lalu saya berdzikir
2) saya gelisah, tapi lalu saya tidak berdzikir

Bila ada kondisi di mana proposisi kedua bernilai benar, itu berarti kausalitas pada proposisi pertama tidak bersifat niscaya. Bandingkan dengan dua kalimat berikut : 

1) jika kambing, maka mamalia
2) ada kambing, tapi bukan mamalia

Tidak ada kondisi di mana proposisi kedua bernilai benar, dengan demikian kausalitas pada proposisi pertama bersifat mesti. 

Mesti artinya pasti terjadi. 
  • Jika A, maka B, 
  • ternyata A, maka pasti B, mustahil tidak B. 
apabila masih "mungkin", berarti itulah kausalitasnya tidak bersifat mesti. 
  • Jika saya gelisah, maka lalu saya berdzikir
  • ternyata saya gelisah
  • mungkin saja lalu saya tidak berdzikir
terbukti kausalitasnya tidak bersifat mesti. proposisi yang demikian, harus dibuang dari syllogisme.

Contoh 2: 
  • Jika malam tiba, maka gelap
  • jika gelap, maka saya nyalakan lampu
  • jika saya nyalakan lampu, maka terang
jadi, jika malam tiba, maka terang

Contoh 3:
  • Jika saya tidak punya uang, maka saya pinjam
  • jika saya pinjam, maka saya bayar
  • jika saya bayar, berarti saya punya uang
jadi jika saya tidak punya uang, berarti saya punya uang

Contoh 4 : 
  • Jika kamu cantik, lalu aku suka pada mu
  • jika aku suka pada mu, lalu aku menikah dengan mu
Jadi, jika kamu cantik, lalu aku menikah dengan mu

kenyataannya, kamu cantik, tapi lalu aku tidak menikah dengan mu.

Di sini ada dua problem yang perlu diperhatikan :
  1. hilangnya keterangan waktu menimbulkan kalimat yang tampak paradoks. 
  2. kausalitas yang tak sah menimbulkan konklusi yang kebenaran isinya diragukan atau bahkan ditolak.
0

"Saya punya keinginan untuk belajar lagi tentang ilmu ikhlas. Kalau saudara tahu guru yang alim, yang ikhlas, kasih tahu saya!"

Begitulah ucapan sahabat lama sekira duabelas tahun silam. Beliau tidak lagi muda, bahkan sudah memiliki beberapa orang cucu. Beliau juga bukan orang awam seperti saya, justru ilmunya dalam sekali. 

Saya kira ucapan tersebut hanya bentuk tawadhu saja. Saya sendiri belajar banyak tentang keikhlasan dari Beliau. Salah satu nasihatnya adalah bertanya kepada diri sendiri setiap kita keluar rumah. 

Apa tujuan kita keluar rumah sekarang ini? Apakah semata karena Allah? Atau mengharap sesuatu dari mahluk? Maklum saja, meskipun seorang dosen yang tugasnya mengajar ada saja godaannya. 

Seandainya terbersit sesuatu niat bukan karena Allah, maka pulanglah kembali ke rumah dan batalkan saja acara tersebut. Begitulah pesannya. Berat. Ilmu kelas tinggi.

Apalagi kalau dipraktekkan saat menulis. Apa tujuan saya menulis? Mendapat like, meningkatkan jumlah member, popularitas, atau mengumpulkan calon pembeli? Ya Allah, satu pertanyaan ini saja sudah menguliti niat-niat saya. 

Begitulah salah satu nasihatnya. Cukup untuk menjadi parameter kita betapa dalamnya keilmuan Beliau. 

Sungguh saya terkejut sekali, beberapa hari belakang, sahabat saya tersebut bercerita bahwa ia akhirnya menemukan seseorang yang alim, dan sekarang sedang belajar kepadanya. 

Ternyata ucapannya duabelas tahun silam itu memang sungguh-sungguh! Siapakah orang alim yang dimaksud tersebut? Apakah mudah kita bertemu ulama terkenal seperti demikian? 

Ternyata, orang alim yang ditemui sahabat saya bukan orang ternama. Ia hanya pensiunan sebuah perusahaan di bidang migas. Tetangganya pun mengenalnya sebagai orang biasa. Sungguh tersembunyi sekali keberadaannya. 

Memang permata yang mahal biasanya justru disimpan baik-baik oleh pemiliknya, bukankah demikian? 

Demikianlah keadaan orang-orang mukhlis. Mereka tidak suka menampakkan diri, dan tidak suka menjadi pusat perhatian. Mereka tidak sibuk dengan penilaian manusia, melainkan hanya Allah saja tujuan hakiki. 

Semoga kita semua diberikan anugerah untuk dapat mencium walaupun sedikit saja harumnya sifat ikhlas. Amiin. 
0

Musim haji telah tiba. Biasanya kita dapat banyak undangan walimatus safar dari tetangga atau kerabat yang akan berangkat tahun ini. Contohnya salah seorang teman lama.

Insya Allah ia akan terbang bersama istrinya dua minggu lagi. Sambil menunggu jadwal keberangkatan tersebut, ia sering menghadiri pelatihan manasik haji. 

Tentunya saudara tahu tentang pelatihan manasik, yakni belajar rukun-rukun haji dengan menggunakan miniatur Ka'bah, serta area khusus untuk berlatih sa'i dan jumroh. 

Intinya, calon haji praktek langsung. Bukan sekedar duduk mendengarkan teori saja. Karena ilmu yang diterima akan berbeda antara yang aktif dengan yang pasif. 

Begitulah tahapan kita menyerap pengetahuan. Gambarannya dapat  dilihat pada Learning Pyramid. Jika kita hanya membaca saja sebuah pelajaran, maka ilmu yang menempel dalam pikiran kita baru sekitar 10%.
Kecuali jika indera penglihatan dan pendengaran terlibat dalam pembelajaran, bisa naik menjadi 20% meskipun masih belum efektif. 

Sekurangnya kita harus praktek langsung tentang pengetahuan yang baru kita pelajari tersebut, inshaa Alloh 75% nya akan kita mengerti. Inilah dia mengapa calon haji perlu latihan manasik. 

Tidak hanya calon haji, kita semua juga perlu untuk mengamalkan ilmu yang telah kita pelajari. Saat membaca hikmah dan untaian kalimat nasihat yang indah, mungkin kita berdecak kagum saat membacanya saja. 

Dalam hitungan hari, sadar atau tidak, ilmu itu akan menguap kembali karena memang hanya 10% saja yang tersimpan dalam memori ingatan kita. Bagaimana agar ilmu tersebut tetap melekat dalam hati kita? Tentu saja dengan praktek.

Begitu kita tahu, maka amalkan! Setelah membaca, ikuti dengan action! Barulah pemahaman kita bisa mencapai 75%.

Sayang seribu sayang jika kita hanya menjadi kolektor kata-kata mutiara saja, tanpa usaha untuk mengerjakannya. Lambat laun koleksi kita itu tidak bermanfaat. Laksana lemari yang penuh dengan pakaian bagus dan mahal, tetapi lemari itu terkunci rapat
0

Hai....Sobat semua yang sudah setia mengunjungi di blog 'Yudi's Blog'.

Tentunya kita semua sudah tahu bahwa tubuh kita perlu asupan makanan yang baik.  

Tubuh kita memang perlu makanan, untuk menjadi energi. Tetapi di samping itu makanan tersebut juga harus keluar lagi dari dalam tubuh. Jika sisa-sisa metabolisme tetap berada dalam tubuh lebih dari 24 jam, justru kita akan jatuh sakit.

Dua liter air penting untuk kita minum setiap hari. Tetapi air sebanyak itu juga bukan untuk kita pertahankan, karena kita tetap harus mengeluarkannya sebelum empat jam.

Hal yang sama berlaku bagi udara yang kita hisap untuk bernafas. Kita menghirup oksigen bukan untuk disimpan semua di dalam paru-paru. Setiap satu menit udara itu harus dikeluarkan kembali dalam wujud karbon dioksida.

Jadi sebenarnya apa yang kekal kita simpan dari dunia ini? Tidak ada sama sekali. Semua yang datang dari Allah seolah-olah hanya pinjaman saja. Allah telah mengatur dengan sebaik-baiknya agar kita mengembalikan lagi pada waktunya.

Maka sungguh mengherankan orang-orang yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, merasa memiliki segalanya padahal hakikatnya hanya dipinjamkan saja.

Lebih mengherankan lagi orang-orang yang berkecil hati. Mereka menyaksikan sendiri bahwa Allah Maha Kaya atas segala hamba-Nya, tetapi masih saja berputus asa dari pertolongan Allah.
0

Kita harus senantiasa ikhlas menerima penilaian orang lain. Hal-hal yang perlu kita ingat, agar dapat dengan ikhlas dan lapang dada dalam menerima penilaian orang lain, Pertama, harus kita ingat bahwa kita tidak selalu dapat mengontrol orang lain. Dengan kata lain, orang lain tidak selalu dapat melakukan seperti yang kita inginkan. Jadi, izinkan orang lain melakukan apa yang ingin dilakukannya, izinkan mereka menilai kita sebagaimana mereka ingin menilai. 


Kedua, fahamilah bahwa sebenarnya penilaian orang lain tidak akan pernah menyakiti kita. Tetapi yang akan menyakiti perasaan kita adalah penolakan kita terhadap penilaian orang lain. Jadi, kita tidak perlu memberontak terhadap penilaian orang lain. Biarkan mereka menilai semaunya, dan rasakan  bahwa jiwa kita akan damai karena tak enggan untuk dinilai, sekalipun penilaian itu adalah penilaian yang sangat buruk. 

Ketiga, menerima penilaian orang lain tidak berarti mengakui kebenarannya. Lidah tak bertulang, orang bisa mengucapkan apa saja semaunya. Apapun posisi orang itu, penilaiannya terhadap kita belum tentu benar. Butuh pengetahuan dan kebijaksanaan untuk seseorang dapat menilai diri kita dengan benar. Karena itu, harus kita ingat baik-baik, bahwa jika orang yang menilai kita itu bijaksana, maka dia akan menilai kita dengan cara yang menyenangkan atau penilaiannya akan membantu kita untuk menjadi lebih baik. Jika tidak demikian, berarti orang yang menilai tersebut tak lebih dari pada orang dungu. Dan kita jangan ikut-ikutan dungu dengan cara merisaukan penilainnya. Bila kita risau dengan penilaian orang tersebut, berarti kita merisaukan penilaian orang dungu. Itu berarti kita sama dungunya dengan mereka.

Keempat, Di sisi lain, penilaian yang benar pun bisa menyakitkan kita, namun itu berguna bagi kita untuk memperbaiki diri. Walaupun kita mengingkari penilaian tersebut, karena malu misalnya, namun hati kita selalu jujur. jika penilaian itu benar, maka hati kita pasti mengetahuinya. Karena itu, penilaian yang benar itu terimalah secara lahir dan batin, walaupun sakit, tapi harus kita kenang-kenang manfaatnya sebagai jalan menuju hidup yang lebih baik. Kritikan dan penilaian orang lain tersebut, harus kita persepsikan sebagai cara dia mewujudkan kasih sayang dan dan perhatiannya terhadap kita. 

Penilaian orang lain itu bisa benar, bisa pula salah, bisa jadi pandangannya baik ataupun buruk, menyenangkan hati atau menyakitkan. Semua itu tak masalah selama kita mensikapi semua bentuk penilaian itu dengan benar, sehingga kita dapat ikhlas menerima apapun penilaian orang lain terhadap kita. Ikhlas , sabar serta menerima penilaian orang lain, tidak berarti diam dengan bodoh. Kita memiliki emosi yang harus dimanfaatkan. Tetapi kemana emosi itu mengarah, bila mendorong kepada hal positif, maka ikuti jalannya. Ikhlas berarti membiarkan apa yang telah terjadi untuk berlalu, membiarkan segala sesuatu bergulir mengikuti jalannya. Sabar berarti semangat dalam mengerjakan kebaikan dengan  pantang menyerah. dan menerima penilaian orang lain, tiadanya kemelekatan terhadap konsep dari nilai tersebut. 

Bila orang lain menilai bahwa kita salah, dan kita memang menyadari kesalahannya, tidak selalu perlu kita mengatakan "ya saya salah, ya saya ceroboh, ya saya jelek, memang saya buruk, memang saya keliru". Bukannya tidak boleh atau terlarang, bahkan sesekali memang kita perlu mengakui kesalahan kita, namun jangan terlalu banyak mengatakan hal yang buruk-buruk orang lain dan diri sendiri, karena itu akan berdampak buruk pada diri kita sendiri maupun pada hubungan kita dengan orang lain. Kita harus lebih banyak fokus pada apa yang salah, bukan siapa yang salah. Misalnya, ada teman mengambil barang tanpa permisi. jelas dia salah. Tapi kita tidak perlu perlu tunjuk hidungnya lalu dikatai "kamu salah", melainkan dapat kita katakan, "mengambil barang orang lain tanpa permisi adalah tindakan yang salah". biarkan dia menyimpulkan sendiri bahwa "saya salah". Secara logika, itu sih saja. Akan tetapi secara retorika, itu berbeda. 

Perhatikan bahwa di sekeliling kita ada orang yang senang sekali mencari-cari kesalahan kita, lalu suka memaksa kita mengakui kesalahan-kesalahan yang kita lakukan. Kita memang memiliki banyak kesalahan, tapi mengapa orang harus memuaskan diri dengan pengakuan kita atas kesalahan-kesalahan yang kita perbuat. dan bahkan ada orang yang terlihat sangat kesakitan bila kita belum mengatakan "ya.. saya salah". Setelah itu baru dia terlihat lega. Kita jangan meniru perangai seperti itu.  Dan bila kita harus mengatakan "ya saya salah " katakan saja dengan rasa belas kasihan, agar orang yang menilai tidak terlalu merasa sakit karena penilaiannya belum kita iyakan. 

Kullu bani Adam, khotoun. Setiap anak Adam itu pasti bersalah. Di sini , tidak ada manusia yang sempurna. Pasti semua orang melakukan kesalahan. Ada berbagai jenis kesalahan, mulai dari jenis kesalahan kecil, hingga kesalahan besar. Kesalahan yang tidak termasuk kejahatan dan yang termasuk pada kejahatan. Bila ada yang melakukan kesalahan, tentu ada pelaku kesalahannya.  Tetapi itu tidak berarti kita harus mencari dan menunjuk siapa pelaku dari setiap kesalahan yang terjadi, terutama apabila sudah mencari siapa yang salah diantara kita "saya" atau "kamu", maka berdampak pada sekat-sekat yang semakin kuat memisahkan antara kita. Jadi, alangkah indahnya bila dalam suatu komunitas yang dicari adalah "kesalahan kita", lalu "kita perbaiki bersama", bukan kesalahan "kamu", lalu "aku menendang kamu".

Apabila kita memiliki beberapa teman yang masih suka mencari-cari kesalahan kita, maka mulailah dari diri kita untuk memberinya contoh dengan sikap dan perangai yang tak lagi gemar mencari-cari kesalahan orang lain. Ingatlah firman Allah, "yaa ayyuhaladziina aamanuu ijtanibuu katsiran, inna ba`dha dhanni ism. wala tajasasuu..." (hari orang beriman, jauhilah prasangka. sesungguhnya kebanyakan prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari kesalahan orang...". Dengan kata lain, bila kita rasa teman-teman kita tidak bijak dalam menilai kita, maka tidak perlu menunggu mereka menjadi bijaksa apalagi memaksa mereka untuk bijak, tapi mulailah kebijaksanaan itu dari kita sendiri.
0


Menelusuri sejarah memang menyenangkan. Mencari foto yang pertama kali dicetak oleh manusia, pasti banyak fakta di luar dugaan kita. 

Foto pertama di dunia dibuat pada lempengan tembaga. Sebab teknologi kamera saat itu belum tahu bagaimana caranya mencetak foto pada lembaran kertas. Kala itu masih tahun 1800-an. 

Proses merekam citra gambarnya pun lambat sekali. Kamera butuh waktu delapan jam untuk menyimpan bayangan yang diperoleh pada lempengan tembaga tersebut. 

Artinya, jika seseorang hendak selfie di depan kamera foto tersebut, maka ia harus duduk diam dan bergaya selama delapan jam! 

Zaman pun terus berganti, manusia ikut berubah. Sekarang, kita tinggal jepret kamera handphone, maka dalam satu detik hasil fotonya sudah bisa terlihat. Berarti, manusia modern sudah menghemat waktunya selama 7 jam 59 menit 59 detik untuk satu kali foto. Luar biasa! 

Itu baru menghitung dari bidang fotografi saja. Seandainya kita menghitung total penghematan waktu dari bidang lain juga, jangan-jangan kita sudah semakin hemat puluhan jam dibanding orang pada masa lalu. Serius! 

Perjalanan berhari-hari kini hanya butuh beberapa jam saja dengan adanya kendaraan. Proses pertukaran informasi berlangsung dalam satuan detik dengan adanya internet. Dan seterusnya. 

Anehnya, manusia modern justru semakin kekurangan waktu dibanding orang-orang zaman dahulu sebelum kita. Dunia semakin praktis, tetapi sisa waktu jadi semakin sedikit? 

Mengapa demikian? Karena kita lupa bahwa waktu tidak tergantung pada teknologi, melainkan tergantung kepada Allah Yang Maha Mengatur Waktu. 

Maka aturlah waktu sebaik mungkin sesuai dengan apa yang Allah ridhai, niscaya kita akan memperoleh keberkahan waktu. 
0

Menikmati akhir liburan masa kerja bersua teman yang sudah lama tidak pernah ketemu semenjak lulus di kampus yang sama di warung kopi yang cukup terkenal dan ramai di kota Bojonegoro. 

Di salah satu obrolan kami yang 'gayeng' sambil menikmati cita rasa kopi malam yang sudah dihidangkan oleh pelayan warung yang ramah, seorang teman sempat mengangkat pembicaraan tentang piala dunia sepak bola. Perancis atau Kroasia ?Begitulah pertanyaan teman dilontarkan kepada saya. Tentu saya yang tidak terlalu mengikuti perkembangan World Cup tidak tahu tim mana yang paling dijagokan di laga final ini.

"Kalau kamu sendiri menangkan / jagokan yang mana?" Saya lempar balik saja pertanyaan tersebut. Ternyata ia sudah punya jagoan sendiri,

"Saya pegang Kroasia dong. Kelihatannya mereka bakal menang Piala Dunia tahun ini!"

"Kenapa bisa begitu?"

"Karena Kroasia selama ini tidak pernah melaju sejauh itu. Mereka bisa lolos final saja sudah prestasi yang amat membanggakan. Jadi, mereka akan tampil lepas saja nanti. Tak ada beban. Mentalnya akan bagus!"

"Kalau Perancis memang gimana?"

"Secara tidak langsung Perancis punya beban harus menang. Karena tahun 98 pernah menjadi juara. Ini bisa jadi berpengaruh pada penampilan mereka. Dari segi mental, Perancis sulit bermain lepas seperti Kroasia!"

Wow. Analisisnya bagus juga. Saudara semuanya boleh setuju atau tidak, silahkan saja. Menurut beliau, tim yang secara mental tidak punya beban, akan memperoleh kemenangan.

Hidup manusia juga demikian. Ketika kita berdo'a kepada Allah dalam keadaan lepas dan tanpa beban, karena kita yakin bahwa Allah telah menjamin rezeki seluruh manusia, maka insya Allah kita akan memperoleh kemenangan. 

Lagipula, mengapa pikiran kita ini harus terbebani? Sebagai orang beriman, bukankah kita sudah yakin bahwa Allah satu-satunya yang memegang kendali atas seluruh mahluk-Nya? Bukankah tiada daya dan kekuatan kecuali milik Allah? 

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Dan barang siapa yang menyerahkan urusan sepenuhnya kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi kebutuhannya.” 

(Surat Ath-Tholaq ayat 3)

Oleh karena itu, lepas saja. Miliki mental pemenang. Bebaskan beban itu. Tugas kita hanya ikhtiar. Jika usaha sudah maksimal, tinggal tawakal diperkuat. Maka tak ada yang bisa membebani pikiran kita lagi. 
0

Meskipun tinggal di pedesaan, Pak Tani yang satu ini memiliki arloji antik yang masih berfungsi. Arloji itu peninggalan orang tuanya, sehingga ia pasti memakainya saat pergi berladang, agar ia selalu ingat jasa-jasa mereka.

Siang itu musibah terjadi saat Pak Tani sedang berada di gudang, arlojinya jatuh dalam tumpukan jerami! Ia panik, kemudian segera saja ia merogoh-rogoh lumbung jerami itu kesana-kemari. Tetapi tidak ketemu juga. 

Pak Tani lantas meminta bantuan anak-anak muda di seberang jalan. Maklum gudang tersebut cukup luas, dan ia tak tahu persis di mana arlojinya jatuh. Butuh lebih dari satu orang untuk mencarinya. 

Anak-anak muda pun turut membantu. Mereka berpencar dan masing-masing sibuk meraup-raup jerami di hadapannya sambil memasang mata dengan awas. Siapa tahu bisa ditemukan. 

Lagi-lagi arloji itu tetap raib. Sulit sekali mencarinya. Hingga hari hampir sore, maka Pak Tani pun merelakan agar pencarian mereka dilanjutkan besok lagi. Akhirnya anak-anak muda pun beranjak keluar gudang bersama Pak Tani. 

Tiba-tiba datanglah seorang lelaki. Ia meminta izin untuk membantu mencarinya sebelum hari semakin gelap. Pak Tani memberi kesempatan pada lelaki itu untuk masuk sendirian ke dalam gudang. 

Tiba-tiba dalam waktu yang tidak terlalu lama, lelaki itu keluar dari gudang dan menemukan arloji antik tersebut! Pak Tani terheran-heran bagaimana ia bisa berhasil? 

"Aku tidak mencarinya. Melainkan hanya duduk tenang saja di tengah gudang, sampai suasana benar-benar hening. Maka pelan-pelan telingaku mendengar bunyi jarum arloji yang berdetik. Tinggal aku ikuti saja kemana arah sumber suara tersebut!" 

Demikianlah bagaimana akhirnya Pak Tani mendapatkan kembali arloji antiknya itu. Apa nilai moral yang hendak disampaikan dalam cerita di atas? 

Rupanya kebanyakan kita saat sedang mendapat musibah, spontan saja panik, gelisah, dan sibuk terburu-buru menghadapinya. Padahal, kunci untuk menyelesaikan musibah tersebut adalah dengan ketenangan. 

Tenanglah. Berserah dirilah terlebih dulu kepada Allah. Heningkan dulu pikiran kita dalam munajat kepada-Nya. Bukankah segala sesuatu berada dalam kekuasaan dan kehendak Allah? 

Baik musibah tersebut dalam hal rezeki, keluarga, kesehatan, kebahagiaan, atau dalam hal apapun, panik dan gelisah tidak akan menyelesaikan masalah. Inilah dia pesan yang sejak ribuan tahun silam telah difirmankan Allah dalam hadist Qudsi kepada Nabi Musa, 

ما دمت لا ترى كنوزي قد نفدت فلا تغتم بسبب رزقك. ما دمت لا ترى زوال ملكي فلا ترج احدا غيري.

"Wahai Musa, selama engkau tidak melihat kekayaan-Ku habis, maka jangan takut atas sebab rezekimu! Dan selama engkau tidak melihat runtuhnya kerajaan-Ku, maka jangan pernah berharap pada selain Aku!" 
0

Sombong adalah pikiran yang membanding-bandingkan antara aku dengan selain aku sehingga memperkuat rasa keakuan yang muncul dari kesenangan dari perbandingan tadi.

Mengapa sombong harus dihindari ?

Karena sombong menguatkan rasa keakuan, yaitu egoisme. apabila manusia sudah memelihara egoisme, maka dia akan melihat benar-salah, untung rugi dari sudut pandang ego nya. apa yang dapat memuaskan syahwat ego nya, itu yang benar bagi dia. dan apa yang menyakiti ego nya, maka itu yang salah. Dengan begitu, berarti dia tidak menilai benar-salah secara objektif, akal pikiranya akan tertutup kabut keegoan dan itu akan mengantarkannya kepada jurang kesengsaraan hidup.

Jika seseorang mengatakan hal-hal berikut :
  • Saya orang yang paling [suci]
  • Saya orang yang paling baik
  • Saya orang paling bijak
  • Saya orang paling pintar
  • Saya orang yang paling bermoral

Apakah dapat dikatakan bahwa orang tersebut telah [sombong] ? 
Bagaimana kalau yang dikatakan itu adalah fakta apa adanya ? 

Menyampaikan fakta juga bisa masuk dalam kategori sombong. Jadi sombong tidaknya adalah pada tujuan/niat. Selain dokter memampangkan titel dokter dan spesialisasinya adalah dengan tujuan agar diketahui karena ada kebutuhan dan keharusan untuk itu. Ini jelas2 bukan kesombongan. 

Seorang Nabi harus menyatakan dirinya Nabi. Seorang yang akan meyelesaikan masalah komputer harus menyampaikan dirinya ahli komputer. Sehingga seorang yang sedang bertugas memperbaiki ataupun mengajarkan moral harus menyampaikan derajat (tingkat keahlian) moral dia.

Salah satu tanda kesombongan adalah "menghina". Orang yang menghina orang lain, sama saja dengan menghina dirinya sendiri. Orang yang menghina diri nya sendiri, bagaimana bisa memuliakan orang lain. Jadi, jangan dibiasakan merendahkan diri sendiri maupun orang lain, karena itu sama-sama wujud kesombongan.

Bagaimana dengan seorang murid yang merasa lebih rendah dari gurunya sebagai bentuk etika. Bagaimana dengan seorang yang berusaha dan berlatih menundukkan keangkuhan dirinya dengan jalan merasa tidak lebih baik dari orang lain. Apakah termasuk menghina diri sendiri? Merasa lebih rendah samakah dengan merendahkan diri?

Seorang murid berkewajiban untuk menghormati dan memuliakan gurunya. Tapi guru yang bijak tidak akan pernah mengharapkan muridnya menganggap diri lebih rendah dari siapapun, apalagi merasa lebih tinggi. Guru berharap muridnya penuh percaya diri, bukan merasa rendah diri. Bagaimana kiranya kalau seorang murid berkata pada gurunya ,"saya lebih buruk dari Anda ?" atau "Anda lebih baik dari saya ?" bukankah itu sama saja sebuah hinaan dan kesombongan ?

Setiap merasa lebih rendah adalah menghina diri dan setiap menghina diri adalah kesombongan. Jadi tiap merasa lebih rendah adalah kesombongan. 

Jika nilai premis mayor diyakini benar, maka kesombongan tersebut ia lakukan pada siapa? bukan kah kesombongan adalah anggapan  atau perasaan hati bahwa dirinya lebih baik dan unggul dari yang lain?

Kebanyakan memang demikian, menganggap sombong hanyalah merasa unggul dari orang lain..tapi sebenarnya merasa lebih rendah juga merupakan kesombongan. Dia sombong terhadap orang lain, dan sombong terhadap Alloh. Bagaimana seseorang merendahkan dirinya, padahal segala apa yang ada pada dirinya adalah pemberian Alloh SWT ? Bagaimana bila anda merendahkan pemberian saya, bukankah Anda sombong pada saya ? Demikian pula Anda merendahkan diri Anda di hadapan orang lain, maka Anda telah sombong terhadap Alloh yang memberi segala apa yang telah Anda miliki.

Bagaimana orang merasa berhak merendahkan sesuatu yang bukan miliknya ?

Bagaimana misalnya seseorang berkata ,"wajah saya lebih jelek dari kamu ". Tidakkah tersirat dalam benak kita bahwa dia tidak bersyukur atas pemberian nikmat  Alloh berupa " wajah " kepadanya ? Tidak kah terbayang dibenak kita, kalau itu bentuk kesombongan terhadap nikmat Nya? Diberi, dipakai tapi disesali, jelas itu wujud kesombongan terhadap Sang Pemberi.

Walaupun ada yang merasa lebih rendah, dan dia tidak sombong, namun sejauh pengamatan, manusia yang demikian itu langka. Karena itu pikiran yang membanding-bandingkan itu disebut "akar kesombongan", bukan kesombongan itu sendiri. Dengan demikian, bila kita menghindari pikiran yang membanding-bandingkan diri dengan orang lain, maka itu dapat dijadikan jalan untuk terhindar dari kesombongan.

0


Dua siswa SMA Negeri 1 Bojonegoro yang diikutsertakan dalam ajang kompetisi Olympiade Sains Nasional (OSN) Jenjang SMA mewakili Provinsi Jawa Timur berhasil meraih prestasi yang membanggakan dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) XVII Bidang Kebumian di Padang, Sumatera Barat Tahun 2018.

Kepala SMA Negeri 1 Bojonegoro, Dra Sri Setyowati, M.Pd menyebutkan, siswa yang berhasil meraih prestasi dengan medali perunggu untuk Olympiade Sains Nasional (OSN) bidang kebumian itu adalah Fauzan Ilmi dan Cahyani Tiara Safitri yang dua-duanya merupakan peserta didik saat ini naik ke kelas XII-6.


Koordinator Olympiade SMA Negeri 1 Bojonegoro, Husnul Khotimah, M.Pd menerangkan bahwasannya ajang kompetisi Olympiade Sains Nasional (OSN) yang berhasil meraih medali perunggu ini ada peluang untuk ikut ajang selanjutnya di jenjang lebih tinggi yaitu internasional dikarenakan ada kesempatan mengikuti pelatihan nasional (pelatnas) dan jika nilainya masuk standar berhak maju internasional.

Olympiade Sains Nasional (OSN) ini merupakan arena penguatan pendidikan karakter siswa agar berintegritas, jujur, pekerja keras, menghargai prestasi, tangguh, dan cinta Tanah Air," kata Hamid Muhammad (Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) di saat pembukaan kegiatan OSN di Auditorium Universitas Negeri Padang, Padang, Sumatera Barat, Senin 2 Juli 2018.

Olympiade Sains Nasional (OSN) Tahun 2018 diikuti 1.433 pelajar se-Indonesia yang terdiri atas jenjang SD/MI 272 siswa, jenjang SMP/MTs 396 siswa, dan SMA/MA 765 siswa. Peserta berkompetisi dalam 11 bidang lomba, yaitu matematika, IPA, IPS, komputer, fisika, kimia, biologi, kebumian, geografi, astronomi, dan ekonomi. Mereka memperebutkan 420 medali, yakni 70 medali emas, 140 medali perak, dan 210 medali perunggu.
0

"Untuk mencari kesalahan orang lain, tidak perlu belajar logika." apakah pernyataan tersebut benar ? Ya benar,  tapi jangan salah penafsiran

Kenapa benar ? 

Benar, karena orang yang tidak pernah belajar ilmu logika sekalipun bisa mencari kesalahan orang lain. Orang bodoh juga bisa mencari kesalahan orang lain. Jadi memang benar, untuk mencari kesalahan orang lain tidaklah perlu dengan ilmu logika.

Tapi jangan salah penafsiran. Walaupun benar "mencari-cari kesalahan orang lain memang tidak butuh ilmu logika", lalu tidak boleh ditafsirkan bahwa "ilmu logika tidak dibutuhkan untuk menemukan suatu kesalahan." justru, ilmu logika kita butuhkan karena dapat mendeteksi kesalahan di dalam suatu proses berpikir. 

Pertama ada bentuk kesalahan yang tidak dapat terlihat kecuali dengan mata logika. Kedua, ingatlah bahwa istilah istilah berikut memiliki makna berbeda :

1) mencari-cari kesalahan orang lain
2) mencari kesalahan
3) menemukan kesalahan
4) membantu orang lain menemukan suatu kesalahan yang dicarinya. 

Kedua, mencari dan menemukan kesalahan tidaklah selalu bernilai buruk dan menyakiti orang lain. 

Ilmu Logika adalah ilmu yang mempelajari hukum berpikir, yang fungsinya untuk memelihara diri dari kesalahan berpikir, bukan ilmu untuk mencari kesalahan orang lain. Perlu diingat bahwa soal mencari itu selalu mudah, tapi menemukan itulah yang tidak selalu mudah. 

Sebagian hal yang dicari, sulit ditemukan. Bahkan, sebagian lagi mustahil ditemukan, kecuali dengan ilmu. 

Kita bisa ilustrasikan seperti ini. Bila kita seorang programer, suatu waktu ada seseorang yang ingin meminta bantuan kita, ketika program yang dia (seseorang) buat terus menerus mengalami error, tapi dia tidak mengetahui bugs nya. Lalu dia memperlihatkan scriptnya kepada kita. Maka sebagai programer, kita akan dapat membaca script yang berisi kode-kode program tersebut semudah membaca cerpen dan lalu menemukan bugs, kesalahan kode yang dia buat. Lalu kita menunjukannya pada dia, apa yang salah dalam script tersebut. Alangkah gembiranya dia, karena kita telah membantu dia menemukan kesalahan yang dia lakukan dengan kode kode program tersebut. Karena dengan demikian dia dapat segera memperbaikinya dan menyelesaikan pekerjaannya. 

Bagaimana bila script kode-kode yang rumit ditunjukan pada kita yang tidak pernah belajar bahasa pemrograman ? Misalnya dia (seseorang) itu berkata,"Tolong cari dan temukanlah kesalahan di dalam script program yang saya buat ini !"

Lalu kita memberi jawaban,"oh maaf, saya tidak suka mencari-cari kesalahan orang lain. Itu dosa." bukankah ini konyol ? Orang yang tidak mengerti suatu ilmu dapat dikatakan bodoh dalam bidang ilmu tersebut, tapi kita tidak konyol kalau menjawab,"saya tidak tahu apa yang salah dalam kode program tersebut, karena saya tidak mengerti bahasa pemrograman."

Dari ilustrasi di atas, sudah jelas bahwa mencari dan menemukan kesalahan orang lain itu tidak selalu bernilai buruk dan kemampuan mencari dan menemukan kesalahan itu berguna. Selain itu, ilustrasi tadi juga menunjukan bahwa suatu bentuk kesalahan yang penting untuk dicari dan ditemukan, namun tidak dapat ditemukan kecuali dengan ilmunya. 

Dengan demikian bahwasanya walaupun fungsi ilmu logika bukanlah untuk mencari-cari kesalahan orang lain, tapi dapat digunakan untuk membantu orang lain menemukan suatu kesalahan yang perlu ditemukan di dalam struktur pemikirannya sendiri yang tidak dapat ditemukan kecuali dengan menggunakan "mata logika".
0

Gerakan Literasi Sekolah merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Di abad 21 ini, kemampuan ini disebut sebagai literasi informasi. 

Deklarasi UNESCO menyebutkan bahwa literasi informasi terkait pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengkomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kemampuan - kemampuan ini perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk berpatisipasi dalam masyarakat informasi, dan ini bagian dari hak dasar manusia menyangkut pembelajaran sepanjang hayat.

Mengacu pada metode pembelajaran Kurikulum 2013 yang menempatkan peserta didik sebagai subjek pembelajaran dan guru sebagai fasilitator, kegiatan literasi tidak lagi berfokus pada peserta didik semata. Guru, selain sebagai fasilitator, juga menjadi subjek pembelajaran. Akses yang luas pada sumber informasi, baik di dunia nyata maupun dunia maya dapat menjadikan peserta didik lebih tahu daripada guru. Oleh sebab itu, kegiatan peserta dalam literasi tidak lepas dari kontribusi guru, dan guru sebaiknya berupaya menjadi fasilitator yang berkualitas.

Berikut panduan gerakan literasi sekolah SD-SMP-SMA

Diterbitkan oleh:
Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaa

  1. Panduan Gerakan Literasi Sekolah SD [Download]
  2. Panduan Gerakan Literasi Sekolah SMP [Download]
  3. Panduan Gerakan Literasi Sekolah SMA [Download]
0


Saya termasuk orang yang mengagumi para penulis novel hebat. Yaitu mereka yang sanggup mencerahkan banyak orang melalui karya novel-novelnya. Dalam karyanya mereka bukan hanya pandai mengarang fiksi, melainkan juga lihai dalam memberi nasihat. 

Sebuah nasihat singkat yang baik dari seorang penulis "Seorang penulis tidak bisa menyembunyikan teknik dan ilmunya, karena semua terlihat jelas dari karyanya."

Inilah salah satu nasihat terbaik bagi siapa saja yang ingin menjadi penulis, bahwa dengan hanya melihat tulisan seseorang, dapat diketahui keluasan pengetahuan orang tersebut. Karena itu, seorang penulis harus terus menjadi pembelajar.

Bahkan kalau kita mau merenungkan lagi, karakter seseorang pun dapat diketahui dari apa yang sering ditulisnya. Mereka yang memiliki sifat pesimis, biasanya suka mengeluh dalam postingannya.

Mereka yang egois, tidak akan jauh dari marah-marah dan memaki dalam statusnya. You are what you write! Dirimu yang sebenarnya akan tampak dari tulisanmu!

Oleh sebab itulah jangan terlalu mudah menulis sesuatu di media sosial, yang hanya akan membuka jati diri kita sendiri. Bagaimanapun orang lain pasti menyadarinya.

Anggap saja tulisan kita seperti aurat yang harus kita jaga baik-baik. Mereka yang terbiasa menulis tentang keluhan, kecemasan, kemarahan, aib keluarganya, bahkan keburukan orang lain, maka mereka laksana membuka-buka aurat dirinya sendiri. 
0